Ender Mooite Passer op java begitu tertulis di buku Kumpulan Pasar Tradisional Yogyakarta saat saya membuka halaman mengenai pasar Brigharjo ditemani Staf Umum bagian Pengelolaan Pasar bringharjo, Bapak Edi. Ditemani buku pengunjung, saya mulai membaca perlahan buku berwarna biru air tersebut.
Indah? Batin kita mungkin mempertanyakan tulisan itu ketika teringat memasuki pasar yang terletak di Jalan Pabringan N0.1 Yogyakarta tersebut. Panas, udara yang sumuk, keramaian. bangunan luas terlihat sempit karena iringan penjual dan pembeli di setiap sudut. sangat menakjubkan!! dan dimana letak keindahannya?
Ketika melangkahkan kaki masuk, setidaknya lima atau enam orang menyambut kita dengan menawarkan berbagai macam produk, koridor-koridor yang kotor dan tidak terurus, pengemis dan pengamen yang asyik menggoda pendatang. Lantai demi lantai yang terkesan sumuk dan sama saja seperti pasar-pasar lainnya, tidak sempat bagi kita untuk menikmati indahnya bangunan seluas 55.442,98 M itu.
Menelusuri sejarah Pasar yang memiliki 5067 pedagang, keindahan Pasar Bringharjo dapat dirasakan ketika menelaah filosofi dan keterikatannya dengan kerajaan dan kota Yogjakarta sendiri.
Pasar beringharo merupakan salah satu komponen utama dalam pola tata letak kota kerajaan islam atau sering disebut dengan “catur tunggal” yakni Keraton, Alun-alun, Pasar dan Mesjid.
Awalnya pasar beringharjo merupakan tempat pertemuan bagi masyarakat kemudian orang-orang mulai memanfaatkan dengan mendirikan payon-payon sebagai peneduh panas dan hujan. Kondisi yang semakin lama berkembang, pemerintah merasa perlu untuk merekontruksi pasar tersebut sebagai pusat pasar Yogyakarta.
Pasar bringharjo terilihat indah ketika kita menyadari ketika ia berdekatan dengan bangunan-bangunan sejarah kota Yogyakarta, seperti benteng Vredeburg, Gedung Agun, keraton, alun-alun dan lain-lain. Selain itu format bangunannya beton bertulang.
Di seberang pasar beringharjo, Tata (18) sambil menikmati semacam dodol dari tepung beras, gula jawa, dan hancuran wijen mengatakan “ meski tutup jam 4 sore, tapi beringharjo selalu tetap ramai, kebetulan saya lahir di Jogja dan setahu saya sih cuma pasar Beringharjo yang memiliki keterkaitan dengan kerajaan” saat saya tanyai terkait pasar tradisional di Jogyakarta.