Selama Pemilu berlangsung, seluruh energi kita terpusat dan terfokus pada Pemilu. Ini semata-mata agar kualitas Pemilu sebagai sarana kedaulatan rakyat betul-betul berkualitas, mandiri, dan berintegritas.
Di sisi lain, kita menginginkan agar Pemilu dapat menghasilkan output yang baik. Orang-orang yang kita pilih menjadi pemimpin dan wakil rakyat nanti, benar-benar amanah dan menjalankan fungsinya sebagaimana yang di atur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam hajatan Pemilu kemarin, begitu banyak kita jumpai ujaran kebencian, black campaign (kampanye hitam), dan juga berita-berita hoax yang disebarkan oleh lawan politik masing-masing kubu. Cara-cara demikian dapat merusak sistem demokrasi yang kita anut.
Seharusnya setiap calon lebih memaparkan program, ketimbang menyebar berita bohong. Rakyat harus diberi edukasi, agar demokrasi kita makin baik, bukan mundur kebelakang. Setiap calon harus memberikan pendidikan politik kepada rakyat agar demokrasi makin sehat kedepannya.
Ingat, demokrasi bukan tentang kekuasaan. Demokrasi berbicara tentang kesejahteraan dan kemakmuran bersama. Ia tidak sekedar memerdekakan segelintir golongan dan mengkerdilkan golongan lain. Demokrasi mengutamakan semua buat semua sehingga kita semua sama rata, sama rasa.
Pemilu 2024 telah mempertontonkan kepada publik, bagaimana usaha masing-calon untuk merebut kursi kekuasaan. Mereka memanfaat ruang demokrasi dengan menyeludupkan para buzzer demi memuaskan nafsu serakah mereka untuk berkuasa.
Kini ruang pesta demokrasi rakyat lima tahunan itu di isi para penyusup yang bernama "buzzer". Para "buzzer" ini pun spertinya ditugaskan secara khusus untuk menyerang setiap lawan politiknya secara membabi buta.
Selama Pemilu berlangsung, di berbagai media sosial di huni oleh para buzzer. Jangan kaget, yang nampak di media sosial, hanyalah ujaran kebencian dan berita hoax. Publik sulit mencerna, mana informasi yang benar-benar valid dan mana yang berita bohong.
Ketika para buzzer menguasai ruang-ruang publik dan pemilih tidak mampu memfilter informasi yang masuk, jangan heran negara kita tetap menjadi negara berkembang karena kita salah memilih pemimpin dan wakil rakyat untuk mengurus negeri ini.
Romo Franz Magnis Suseno, SJ pernah mengatakan "Pemilu bukan saja memilih yang terbaik, tetapi mencegah yang buruk berkuasa". Perkataan Romo Magnis Suseno seharusnya menjadi bahan evaluasi bagi seluruh rakyat indonesia, sehingga dalam menentukan hak politiknya di bilik suara harus melihat track record, rekam jejak, dan visi - misi serta program yang dipaparkan sang calon.
Idealnya, Romo Magnis ingin membuka cakrawala berpikir para pemilih, bahwasan memilih pemimpin ataupun wakil rakyat bukan dilatari karena mendapat bantuan sosial, karena kedekatan keluarga, ataupun karena dibayar dengan uang, melainkan calon yang kita pilih betul-betul mampu mengemban amanah untuk mensejahterakan seluruh rakyat indonesia.
Gambaran umum terkait dinamika politik pada Pemilu 2024 yang sudah lewat, akan terjadi pula pada perhelatan Pilkada serentak yang sementara berjalan. Sesuai Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 2 Tahun 2024 Tentang Tahapan dan Jadwal Pilkada Tahun 2024 dan di pasal 3 mengenai tahapan pemilihan terdiri atas, a). tahapan persiapan, dan b). tahapan penyelenggaraan.
Lebih lanjut di pasal 4 ayat 1 dijelaskan, tahapan persiapan sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 huruf a meliputi, di poin a dan soal, a). perencanaan program dan anggaran, b). Penyusunan peraturan penyelenggaraan pemilihan. Untuk perencanaan program dan anggaran berakhir pada, Jumat 26 Januari 2024. Tentunya dalam hal ini mau menjelaskan kepada kita semua bahwa tahapan Pilkada serentak tahun 2024 sudah berjalan.
Semua komponen anak bangsa menginginkan pesta demokrasi rakyat, baik itu Pemilu maupun Pilkada harus dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Yang namanya pesta harus dilakukan dengan suka cita dan penuh kegembiraan.
Ada dua belas prinsip yang harus dipegang teguh oleh penyelenggara pemilihan (Pilkada). Kedua belas prinsip ini yang memayungi agar Pilkada dilaksanakan secara demokratis. Selain itu, dua belas prinsip di atas dapat meminimalisir ruang gelap di balik perhelatan Pilkada serentak 2024.
Pilkada merupakan sarana kedaulatan rakyat untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota. Dari pengertiannya dapat kita maknai sebagai ruang terang yang memberikan kesempatan kepada setiap anak bangsa untuk bersaing secara sehat dan demokratis.
Ruang terang yang memberikan kesempatan kepada para kompetitor, untuk mengkampanyekan tentang visi-misi, dan programnya kepada masyarakat, kalau terpilih nanti. Ruang terang yang memberikan edukasi dan pendidikan politik kepada masyarakat. Ruang terang di mana tidak ada manipulasi, teror, dan intimidasi.
Realitasnya, Pilkada hanya di jadikan orientasi semata untuk mendapatkan "kekuasaan". Ketika nafsu berkuasa sudah mengakar dan mendarah daging dalam diri seseorang, perbuatan "setan" sekalipun di tiru. Begitulah sisi gelap dari kontestasi Pilkada yang di huni oleh para bandit-bandit.
Baru-baru ini publik NTT dikejutkan oleh pernyatan kontroversial dari seorang tokoh NTT, Anggota DPR RI dari NTT 1, Beny K Harman di berbagai media. Beliau mengatakan "ancaman terbesar untuk demokrasi Indonesia sekarang ini adalah "nggak ada uang nggak ada suara". Dikatakan pula olehnya "masyarakat saat ini lebih cenderung memilih orang yang banyak berbuat baik, bukan orang baik".
Ucapan-ucapan yang di lontarkan oleh Beny K Harman, bukan merupakan isapan jempol semata. Banyak penguasa memanfaat kelemahan rakyat dengan memberikan bantuan sosial. Harga diri rakyat melalui suaranya diseterakan dengan sekarung beras berisikan 5 ataupun 10 kilogram.
Apabila ini dilakukan secara terus menerus, betul apa yang dikatakan Beny K Harman "ancaman terbesar untuk demokrasi Indonesia sekarang ini adalah nggak ada uang nggak ada suara". Padahal yang kita butuhkan di Pilkada adalah bukan saja memilih yang terbaik, tetapi dari Pilkada juga kita dapat mencegah orang jahat untuk berkuasa.
Nah, yang menjadi pertanyaan, untuk dijadikan refleksi bersama, apakah cara demikian yang mau kita wariskan kepada generasi berikutnya?
Dahulu kala, nenek moyang kita telah mewariskan sebuah nilai perjuangan yang luhur dan tulus tanpa pamrih. Mereka memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dari penjajah dengan mengorbankan nyawa mereka. Tak sedikit pun terbersit dalam hati dan pikiran mereka akan jabatan ataupun kekuasaa kelak akan mereka dapat.
Itulah yang di maksud dengan seorang negarawan sejati. Ia tidak mengejar kekuasaan semata melainkan kehadiran dalam kontestasi Pilkada dapat memberikan warna baru, pengetahuan baru (nilai positif) dalam kanca perpolitikan di indonesia demi kemajuan demokrasi kearah yang lebih baik.
Dalam Pilkada ini, kita juga akan berhadapan dengan para buzzer yang mendistorsi semua informasi. Para buzzer ini sengaja diciptakan untuk menjatuhkan lawan politik. Menjamurnya buzzer di media sosial mengisi ruang gelap perhelatan Pilkada serentak 2024.
Dengan menggunakan akun anonim, mereka dengan mudah menyerang lawan politik secara membabi buta. Aneh bin ajaib masyarakat tergadang mudah terbius dan terhasut oleh informasi palsu yang disebarkan tanpa mengkonfirmasi kembali para pihak yang disudutkan.
Saat ini, kita perlu membangun sebuah semangat baru dalam berdemokrasi. Semangat untuk selalu mengedukasi kepada rakyat sebagai pemegang kedaulatan, agar mimilih sikap diam terhadap buzzer. Diam untuk tidak memberikan tanggapan atau komentar. Diam untuk tidak berteman dengan para buzzer.
Selain sikap diam, kita pula harus memberikan pendidikan politik kepada masyarakat dengan cara mensosialisasi tentang Pemilu dan demokrasi sehingga ruang-ruang gelap tak muncul kembali dalam setiap pesta demokrasi rakyat.