Sejak awal 2010, berita tentang krisis ekonomi yang melanda Yunani makin sering saya temukan di media massa. Aksi demo memprotes langkah-langkah yang dipilih pemerintah Yunani untuk menanggulangi hutang negara rutin mewarnai Kota Athena. Demo tersebut berbuntut pada aksi mogok massal berulang kali, termasuk mogoknya semua jenis transportasi publik.
Hingga Maret 2010, ketika saya mulai mem-booking tiket keberangkatan ke Eropa termasuk pulangnya, suhu politik di Athena masih panas. Malah, terjadi aksi mogok massal selama dua hari penuh di Kota Athena. Kantor pemerintah, layanan publik, dan sekolah ditutup selama dua hari. Sementara itu, transportasi publik lumpuh total.
“Gila, kamu tetap ke Athena?” komentar seorang rekan ketika saya tetap mem-booking tiket kepulangan dari Athena. “Mana nyaman berwisata di negara yang lagi sering demo?” tambahnya. Sejujurnya, saya juga punya rasa takut dan ngeri. Namun, kemudian saya mencoba menghibur diri: masa iya demonya sampai ke Akropolis?
Akropolis dan situs arkeologi lainnya adalah alasan pertama saya mampir ke Athena. Kawasan ini dapat dipastikan tidak akan dijamah para pendemo yang umumnya akan menyemut di pusat kota. Kalaupun petugas loket karcis juga ikutan meliburkan diri, toh saya masih bisa menikmatinya dari kejauhan. Juga jika kafe dan toko-toko suvenir di kawasan wisata ikutan tutup, saya rasa masih bisa makan di hostel meski jadi agak mahal. Jika terpaksa nggak bisa beli suvenir sebagai kenang-kenangan, juga tak jadi masalah.
Alasan kedua, perjalanan saya sudah sampai di Roma, sayang jika tak berlanjut ke Athena (Yunani), negeri yang memberi kontribusi dalam peradaban Romawi. Oleh banyak ahli sejarah, Yunani Kuno disebut sebagai peletak peradaban Barat. Sementara itu, Romawi-lah yang konon banyak berperan dalam menyebarkan peradaban Yunani secara meluas ke bagian lain di Eropa lewat kebesaran Kekaisaran Romawi pada masa itu.
Berbekal kedua alasan tersebut, saya menjadikan Athena is a must visit.
Zeus mendengar doa saya. Dewa pemimpin yang bertahta di Olympus itu tidak menghentakkan tongkat petirnya. Langit Yunani pun cerah kebiruan, tak adasegumpal mendung yang menggantung. Begitu turun dari pesawat, saya langsung menengadahkan kepala. “Terima kasih Tuhan, dewa-dewa Yunani sepertinya menerima kehadiran saya,” seru saya dalam hati.
Siang itu sekitar pukul 14.00 ketika saya mendarat di Athena. Matahari persis di atas kepala dan udara terasa gerah. Saya lihat sekitar, rupanya orang-orang yang ada di terminal kedatangan Eleftheorios Venizelos International Airport (El Venezilos) tidak ada yang mengenakan jaket. Boro-boro jaket, bahkan yang berkemeja lengan panjang pun tak ada. Sebaliknya, malah banyak bule-bule yang hanya mengenakan T-shirt tanpa lengan dan celana pendek. Saya jadi merasa saltum. Segera saya lepaskan syal wol yang melilit leher, juga vest yang saya kenakan untuk menahan dinginnya AC di dalam pesawat.
Iklim Mediteranian yang selalu hangat dan segar dengan langit yang tak banyak awan di daerah Athena, konon, menjadikan masyarakat yang tinggal di wilayah ini memiliki karakter yang selalu optimistis dan riang. Karakter masyarakat seperti itu diduga sangat mendukung untuk melahirkan pribadi-pribadi dengan kreativitas menonjol.
Sedikitnya Yunani sudah melahirkan tiga filsuf besar, yaitu Socrates dengan filsafat etika yang mengajarkan agar manusia dapat membedakan baik-buruk, benar-salah, dan adil-tidak adil; Plato dengan filsafat ide yang menyatakan bahwa manusia akan mencapai kebahagiaan hidup apabila bekerja dengan wataknya; Aristoteles, murid Plato, seorang ahli biologi dan ketatanegaraan. Sementara itu, jumlah ilmuwan Yunani lain yang menyumbangkan ilmu pengetahuan bagi dunia tak kalah banyaknya, seperti Pythagoras ahli matematika yang merumuskan segitiga siku-siku, Bapak Kedokteran Hipokrates, Archimedes dengan teori benda mengapungnya, dan banyak lagi lainnya.
Sekali lagi saya dongakkan kepala ke atas, menatap bentangan cakrawala yang membiru. Dewa Langit Zeus telah mengantar negeri ini sebagai negeri yang berkembang pesat dalam segala bidang, baik filsafat, ilmu pengetahuan, seni, maupun budaya.