Mohon tunggu...
KOMENTAR
Travel Story

Menikmati Sore di Akropolis

18 September 2010   16:23 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:08 198 0
[caption id="attachment_261870" align="aligncenter" width="500" caption="Menikmati sore berlatar Parthenon di Akropolis, Athena"][/caption]

Akropolis dengan kuil Parthenon yang berdiri megah di atasnya merupakan salah satu alasan jutaan orang yang berkunjung ke Athena. Demikian pula dengan saya, nekat ke sana meski saat itu kondisi politik di Athena sedang memanas. Aksi protes mewarnai kota dilanjut dengan pemogokan massal melumpuhkan Athena. Tapi warisan arkeologis paling spektakuler di Eropa ini selalu mengundang saya saya untuk menyinggahinya. Apa boleh buat, kesempatan tak boleh dilewatkan.

Begitu tiba di hostel dan mandi untuk menyegarkan diri, sore itu saya segera mengayunkan kaki saya ke Akropolis yang dalam bahasa Yunani berarti sebuah tempat di ketinggian. Meski berada di tempat yang tinggi namun berjalan kaki menuju akropolis tidaklah terlalu menguras energi. Malah menyenangkan. Kebetulan hostel tempat saya menginap terletak di kawasan Makrianni, dekat stasiun metro Akropoli, salah satu akses menuju Akropolis.

Pedestrian menuju Akropolis sangat lebar, selebar jalan raya yang tersusun dari batu granit ukuran persegi kecil-kecil yang ditata serapi jalan konblok. Di sisi jalan terdapat sejumlah bangunan berupa café terbuka dan Museum Akropolis. Pada sore hari kawasan ini merupakan area bermain yang menyenangkan bagi anak-anak. Ada yang main lempar-lemparan bola, sepedaan, hingga yang berkerumun menonton pertunjukan sulap dan badut. Ibu-ibu juga banyak yang mendorong baby stroller, menikmati sore di musim semi.

Setelah berjalan kurang lebih 500 meter, saya membelokkan langkah ke kanan, menapak susunan batu-batu pualam. Jalan berundak di bawah pepohonan rindang itu membawa saya ke Herodes Atticus, gedung theatre yang dibangun orang Romawi pada tahun 161 SM dan hingga kini masih sering digunakan untuk konser musik klasik, balet, maupun pertunjukan budaya lain.

Herodes Atticus terletak di sisi Selatan bawah kuil Parthenon. Dinding-dinding gedung theatre ini tersusun dari balok-balok batu cadas putih dengan ceruk-ceruk lengkung khas arsitektur Romawi. Bangunan ini akan mengingatkan saya pada Colosseum di Roma dan Arena di Verona, hanya saja tidak melingkar. Bangunan ini tersambung ke Theater Dionysious, theater batu pertama yang dibuat pada tahun 342 SM oleh Lykourgos yang juga digunakan sebagai arena permainan gladiator pada masa Romawi.

Lalu saya menyusur jalan di sisi Herodes Atticus yang berupa lantai pualam. Saya takjub menapakinya. Baru kali ini saya berjalan di perbukitan yang berlantai marmer. Jalan marmer ini menuntun saya ke pintu gerbang memasuki kompleks kuil Parthenon. Ketika saya akan membeli tiket, petugas mengingatkan bawha pintu akan ditutup 30 menit lagi (tutup pukul 19.00). Terpaksa saya memilih untuk tidak membeli karcis sambil berharap semoga besok saya masih punya waktu untuk kembali. Sebab, nggak mungkin rasanya saya mengeksplor kompleks Parthenon hanya dalam waktu 30 menit.

Untuk mengobati kekecewaan menengok kuil Parthenon yang dibangun dari batu pualam persembahan untuk Dewi Athena, saya naik ke bukit batu Aeropagos. Dari atas bukit terjal berbatu-batu ini Parthenon terlihat dengan jelas. Jika melihat ke bawah tampak kota Athena yang padat. View yang cantik. Saya pun memutuskan duduk-duduk di atas bebatuan itu untuk beberapa saat, sambil menikmati matahari yang mulai condong ke barat dan angin sore yang menyegarkan.

Ketika turun dari bukit Aeropagos, langit mulai berwarna jingga tanda senja sebentar lagi tiba. Jam di pergelangan saya menunjuk angka 8 malam. Saatnya kembali ke hostel, mengistirahatkan badan supaya esok bisa melanjutkan dengan wisata arkeologis yang lain.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun