Peninggalan Raja Darius Agung
Raja Darius I (Darius Agung) ternyata meninggalkan sebuah prasasti yang menceritakan sebagian kisah hidupnya yang dikenal dengan nama Prasasti Behistun. Berikut sebagian dari isi Prasasti Behistun:
(1) I am Darius [Dâryavuš], the great king, king of kings, the king of Persia [Pârsa], the king of countries, the son of Hystaspes, the grandson of Arsames, the Achaemenid.
[(1) Saya Darius, Raja agung, Raja dari para raja, Raja Persia, Raja dari banyak negeri, anak dari Hystaspes, cucu dari Arsames, kaum Achaemenid.]
(2) King Darius says: My father is Hystaspes [Vištâspa]; the father of Hystaspes was Arsames [Aršâma]; the father of Arsames was Ariaramnes [Ariyâramna]; the father of Ariaramnes was Teispes [Cišpiš]; the father of Teispes was Achaemenes [Haxâmaniš].
[(2) Raja Darius berkata: Ayah saya adalah Hystaspes; ayah dari Hystaspes adalah Arsames; ayah dari Arsames adalah Ariaramnes; ayah dari Ariaramnes adalah Teispes; ayah dari Teispes adalah Achaemenes.]
(3) King Darius says: That is why we are called Achaemenids; from antiquity we have been noble; from antiquity has our dynasty been royal.
[(3) Raja Darius berkata: Oleh sebab itulah kami dipanggil dengan sebutan dinasti Achaemenid, sejak zaman dulu kita telah mulia; sejak zaman dahulu kita telah setia.]
(5) King Darius says: By the grace of Ahuramazda I am a king; Ahuramazda has granted me the kingdom.
[(5) Raja Darius mengatakan:Denganrahmat Ahuramazda aku menjadi raja, Ahuramazda telah membe-rikan saya kerajaan.]
(7) King Darius says: These are the countries which are subject to me; by the grace of Ahuramazda they became subject to me; they brought tribute unto me. Whatsoever commands have been laid on them by me, by night or by day, have been performed by them.
[(7) Raja Darius mengatakan: Ini adalah negara-negara yang tunduk kepada saya, oleh rah-mat Ahuramazda mereka menjadi tunduk kepada saya, mereka membawa upeti kepadaku. Apapun perintah telah diletakkan pada mereka oleh saya, pada malam hari atau siang hari, telah dilakukan oleh mereka.]
(58) King Darius says: By the grace of Ahuramazda I did much more, which is not graven in this inscription. On this account it has not been inscribed lest he who shall read this inscription hereafter should then hold that which has been done by me to be excessive and not believe it and takes it to be lies.
[(58) Raja Darius mengatakan: Dengan rahmat Ahuramazda saya lakukan lebih banyak, yang tidak terukir di prasasti ini. Di sini belum tertulis supaya orang yang akan membaca tulisan ini selanjutnya harus memegang apa yang telah saya katakanagar tidak mudah percaya terhadap prasangkasehingga membawanya untuk menjadi kebohongan.]
(74) King Darius says: Afterwards with an army I went off to Scythia, after the Scythians who wear the pointed cap. These Scythians went from me. When I arrived at the river, I crossed beyond it then with all my army. Afterwards, I smote the Scythians exceedingly; [one of their leaders] I took captive; he was led bound to me, and I killed him. [Another] chief of them, by name Skunkha, they seized and led to me. Then I made another their chief, as was my desire. Then the province became mine.
[(74) Raja Darius mengatakan: Setelah itu dengan tentara saya pergi ke Scythia,Scythians yang mengenakan topi runcing. Scythians tsb melarikan diri dari saya. Ketika saya tiba di sungai, saya menyeberang mendahului mereka bersama semua pasukan saya. Setelah itu, saya membunuh para Scythians, [salah satu dari pemimpin mereka] saya jadikan tawanan, ia memberontak padaku, dan aku membunuhnya. Kepala suku mereka yang lain dengan nama Skunkha ditangkap dan dibawa kepada saya. Lalu aku membuat lain kepala mereka, seperti keinginan saya. Kemudian wilayah mereka menjadi milikku.]
Tampak pada gambar diatas pahatan Skunkha, pimpinan kaum Saka (sebutan Persia untuk suku Scythia)
Sumber: en.wikipedia.org
(75) King Darius says: Those Scythians [Sakâ] were faithless and Ahuramazda was not worshipped by them. I worshipped Ahuramazda; by the grace of Ahuramazda I did unto them according to my will.
[(75) Raja Darius mengatakan: Mereka kaum Scythians [Saka] adalah orang-orang yang kokoh dengan keyakinannya dan Ahuramazda tidak disembah oleh mereka. Saya menyembah Ahuramazda, oleh kasih karunia Ahuramazda saya lakukan kepada mereka sesuai dengan kehendak saya.]
(76) King Darius says: Whoso shall worship Ahuramazda, divine blessing will be upon him, both while living and when dead.
[(76) Raja Darius mengatakan: Siapa akan menyembah Ahuramazda, berkat ilahi akan menyertainya, baik saat hidup dan ketika mati.]
Foto Prasasti Behistun
Sumber: en.wikipedia.org
Dari isi prasasti diatas, diketahui bahwa Raja Darius berkali-kali mengatakan bahwa kekuasaan kerajaannya adalah berkat rahmat dari Ahura Mazda. Ahura Mazda ini pada awalnya diyakini merupakan Tuhan Yang Maha Esa dan Bijaksana. Keyakinan ini pada awalnya diajarkan oleh Nabi Zarathustra (Zoroaster). Namun paham Zoroaster ini akhirnya kembali mengalami penyimpangan (sebelum ajaran tsb ada) setelah Darius III ditaklukkan Alexander The Great. Ajaran Zoroaster tidak lagi menganggap Ahura Mazda sebagai satunya-satunya Tuhan, tetapi menganggap ada banyak Dewa (Tuhan). Jadi paham Zoroaster pun berubah dari paham monotheisme menjadi politheisme.
Relief Darius I di makamnya di Naqsh-e Rostam, Iran. Dalam Kitab Ezra, Darius dikenal sebagai salah satu raja yang pernah membangun kembali Bait Allah di Yerusalem.
Sumber: en.wikipedia.org
Siapa Zarathustra?
Sejarawan Jona Lendering dalam situs http://www.livius.org/ mengatakan:
“Akhirnya, Zarathustra memperoleh suaka dari seorang raja yang bernamaHystaspes, ia mungkin telah memerintah di Chorasmia atau Aria. Pada pengadilan, nabi berdebat dengan imam Mithra, pada pertemuan resmi, mereka membahas tiga puluh tiga pertanyaan, dan opini Zarathustra yang menang.Menurut legenda, pada cemara Kâshmar (di timur laut Iran) memperingati acara ini (atau acara lain yang penting). The Denkard memberitahu lebih lanjut tentang hal ini. Banyak pembesar kerajaan dan bangsawan mengikuti contoh Hystaspes untuk pindah ke agama baru yang dibawa oleh Zarathustra. Sehingga mulai saat itu, Zarathustra tinggal di istana Hystaspes.”
Dari pernyataan Jona Lendering diatas, ia menyebut kata Hystaspes. Sebagaimana telah disebutkan dalam Prasasti Behistun bahwa Hystaspes adalah ayah Darius I, dan berkat Hystaspes yang telah dipengaruhi oleh Zarathustra; maka banyak pembesar kerajaan dan bangsawan Persia pada saat itu yang menganut ajaran Zarathustra (Zoroastrianism). Maka disini kita bisa menyimpulkan bahwa Darius I kemungkinan besar berteman dekat dengan Zarathustra.
Dua gambar diatas adalah reruntuhan Masjid e-Sulaiman yang megah, yang dibangun pada masa Dinasti Achaemenid berkuasa. Kemungkinan Masjid dihancurkan pasukan Alexander The Great, sewaktu menyerbu Kerajaan Persia. Faktanya, nama Sulaiman sering dihubungkan dengan nama bangunan keagamaan yang dibangun oleh penganut ajaran Zarathustra.
Sumber: http://www.soas.ac.uk
Sebenarnya ada informasi berbeda tentang Hystaspes antara Jona Lendering dan Wikipedia. Jona Lendering mengatakan Hystaspes adalah seorang raja, sedangkan Wikipedia menyatakan bahwa Hystaspes hanyalah seorang kepercayaan raja [Raja Koresh Agung (Cyrus The Great), yang juga merupakan sepupu Hystaspes]. Ini kemungkinan besar disebabkan karena rujukan yang mereka pakai berasal dari sumber yang berbahasa Avesta yang sudah lama punah, sehingga menyebabkan sejarawan ahli bahasa sangat kesulitan menerjemahkannya. Hal ini tentunya menyebabkan mereka bisa saja memiliki penafsiran berbeda.
Walau demikian, dalam menerjemahkan isi Prasasti Behistun, baik Jona Lendering maupun sumber Wikipedia sama-sama merujuk pada terjemahan yang dibuat oleh L.W. King dan R.C. Thompson; sehingga merekapun sepakat bahwa Hystaspes adalah ayah dari Raja Darius Agung.
Tidak ada sejarah yang jelas mengenai riwayat Zarathustra. Kapan dan dimana ia lahir dan meninggal, masih menjadi misteri. Namun ada cerita menarik dalam kitab Yasna dan Gathas, dua kitab yang dipercaya ditulis oleh Zarathustra. Disitu dikatakan:
Sebuah hal yang sulit tampaknya bagi saya, untuk menyebarkan agama-Mu diantara manusia, untuk melakukan apa yang Engkau katakan adalah yang terbaik.[Yasna 43:4]
Di mana dan bagian mana dari tanah, saya harus pergi untuk berhasil (menyampaikan pesan)? Mereka membuat saya jauh dari lingkungan. Masyarakat yang ingin saya bergabung tidak memuaskan saya, juga tidak tiran licik dari tanah. Bagaimana aku harus memuaskan Anda, O Ahura Mazda? [Gathas 46:1]
Saya mendekati Anda dengan pikiran yang baik, O AhuraMazda, sehingga Anda dapat memberikan saya dua eksistensi (dua wujud), material dan pemikiran, serta berkat yang berasal dari Kebenaran, agar seseorang dapat ditempatkan dalam tempat yang nyaman (surga).[Gathas 28:2]
Untuk apa kediaman tanah ini diubah? Ke mana saya harus pergi? Orang-orang dan teman berpaling dari saya, tidak ada yang bisa ditemukan untuk diberi pencerahan, para pemimpin palsu dari tanah ini tidak percaya terhadap saya. Oh, Ahuramazda, mengapa aku tak berdaya: karena kawan saya berkurang dan pengikut saya sedikit. Oleh karena itu saya menangis kepada-Mu: Tuhan.[Yasna 46:1-2]
Dari perkataan ayat Yasna dan Gathas diatas, saya merasa seakan-akan Zarathustra bukanlah seorang manusia. Kalimat“untuk menyebarkan agama-Mu diantara manusia” dan kalimat sehingga Anda dapat memberikan saya dua eksistensi (dua wujud) menunjukkan seakan-akan ia bukanlah manusia biasa. Dugaan saya ini semakin kuat sewaktu melihat kalimat “Untuk apa kediaman tanah ini diubah?”. “Para pemimpin palsu (yang terbuat) dari tanah ini tidak percaya terhadap saya”, serta kalimat “Di mana dan bagian mana dari tanah, saya harus pergi untuk berhasil (menyampaikan pesan)?”. Kalimat-kalimat ini menunjukkan seakan-akan Zarathustra bukanlah sosok yang terbuat dari tanah. Ia adalah makhluk halus. Kalau bukan jin yang terbuat dari api, ia adalah malaikat yang terbuat dari cahaya. Yang jelasnya bukan setan yang jahat, karena Zarathustra dikenal sebagai imam suci, sosok yang baik.
Selain itu, menurut saya Zarathustra adalah seorang pengembara. Ini tersirat dari kalimat Yasna yang mengatakan: “Kemana (lagi) saya harus pergi?”. “Tidak ada yang bisa ditemukan untuk diberi pencerahan”. Kalimat ini menunjukkan keputusasaan Zarathustra, karena ia sudah melanglang buana kemana-mana, tetapi nyaris tidak ada manusia yang mempercayai perkataannya.
Disamping itu, Zarathustra dalam bahasa Avesta lama (Iran Kuno) merupakan sebuah kata majemuk bahuvrihi dan terdiri dari kata zarəta yang berarti tua atau lemah dan uštra yang berarti unta. Tidakkah tampak lucu rasanya, jika ada orang dinamakan dengan nama hewan, yang dalam hal ini adalah unta. Apalagi kalau diterjemahkan bebas berarti “unta tua yang sudah lemah”. he3x.... lucu bukan? Saya pikir tak ada orang tua manapun yang mau menamakan anaknya dengan arti yang jelek seperti ini.Jadi saya menduga bahwa secara harfiah Zarathustra berarti seorang tua renta yang mengendarai unta.
Zarathustra menurut lukisan Sekolah Athena
Sumber: id.wikipedia.org
Sebagaimana kita ketahui bahwa unta digunakan sebagai kendaraan untuk dapat bepergian jauh kesana kemari. Tetapi tampak aneh jika ada orang yang sudah tua renta masih senang bepergian jauh kesana kemari, terkecuali orang tua renta tsb adalah makhluk jadi-jadian. Jadi dalam hal ini saya yakin Zarathustra adalah sosok makhluk halus yang sering menjelma menjadi manusia (laki-laki) tua renta.
bersambung...
Insya Allah postingan terakhir utk judul ini paling lambat akan saya terbitkan pada hari Sabtu (15-09-2012).