Mohon tunggu...
KOMENTAR
Lyfe

Sebuah Film yang Masih Tanda Tanya (?)

1 Oktober 2011   08:39 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:26 1 0
Film ini mengisahkan tentang seorang pengusaha kaya raya, juga terpandang di desanya, ingin mengadakan resepsi pernikahan putrinya yang juga berprofesi sebagai seorang dokter di desa tersebut.
Konflik bermula ketika Pak Mudrik, nama pengusaha kaya tersebut, membagikan kartu undangan dengan dua warna yang berbeda, merah dan kuning.Undangan berwarna merah ditujukan kepada para penduduk desa dimana Pak Mudrik tinggal. Dan kebetulan, sebagian besar dari mereka bisa dikategorikan kurang berada. Sedangkan untuk undangan berwarna kuning sendiri, ditujukan kepada orang orang kaya, rekan bisnis, ataupun para pejabat kenalan Pak Mudrik.

Konflik menjadi tatkala para warga desa mengetahui, dan menyimpulkan kalau penerima undangan berwarna merah sebenarnya adalah orang-orang yang kurang berarti dalam pandangan Pak Mudrik. Mereka pun sempat memutuskan untuk tak menghadiri acara resepsi itu karena merasa harga diri mereka diinjak- injak.
Ada adegan menarik ketika Sulis ( Kirana Larasati ) menanyakan pendapat seorang Bapak tukang becak, yang kebetulan rumahnya tepat di samping rumah Pak Mudrik. Sulis menanyakan kepada Bapak itu tentang kesanggupan ia menghadiri resepsi itu, mengingat ia juga mendapat undangan berwarna merah. Si Bapak tukang becak itupun mengatakan bahwa ia akan tetap menghadiri acara resepsi itu karena ia tetangga dekat Pak Mudrik. Dan tentang harga diri yang kini dipermasalahkan oleh seluruh penduduk desa, ia mengatakan akan mengesampingkan harga diri itu. Toh, selama ini yang membuatnya masih bertahan hidup bukanlah harga diri.

Juga tentang seorang warga terpandang lainnya, meskipun ia mendapat undangan berwarna kuning namun ia memutuskan untuk datang bersama para warga desa yang mendapat undangan berwarna merah dan mengajak para warga desa untuk tidak mempermasalahkan apapun warna undangan yang mereka terima.
Atau juga tentang pergulatan hati seorang Pak ketua RT, tatkala ia mendapati bahwa undangan yang ia terima juga berwarna merah. Sebagai personal mungkin ia juga merasa “agak tersindir” dengan warna undangan miliknya. Namun sebagai seorang figur pemimpin yang harus menjadi teladan di desa itu ia pun memutuskan untuk menghadiri acara resepsi itu.

Memang, iklan yang nongol saat tayang film ini terasa begitu lama. Sempat juga terpikir untuk mengganti channel teve lain yang kebetulan menayangkan film film Hollywood. Namun, beberapa shoot secara close-up dari para pemain seolah mampu menghidupkan konflik yang sedang mereka alami. Atau mungkin juga adegan-adegan gokil khas Deddy Mizwar yang mampu menyegarkan suasana.

Dan perasaan itulah, yang saya rasa, mampu menimbulkan rasa penasaran bagaimana sich ending film ini ?
Kembali lagi ke film ini. Di tengah acara resepsi yang sedang berlangsung warga diberi penjelasan bahwa rumor negatif yang menyelingi dua undangan yang berbeda warna itu adalah bohong adanya. Dan warga desa pun larut dalam keceriaan menyantap hidangan-hidangan yang telah disediakan.

Konflik pun tak berhenti disini. Kebetulan dalam resepsi tersebut, acara bagi undangan merah didahulukan baru setelah itu pemilik undangan kuning. Ketika banyak warga desa masih terbuai dalam kelezatan hidangan, mereka “diusir paksa”, karena kursi yang saat ini mereka duduki akan diganti dengan kursi mewah untuk menyambut kedatangan tamu-tamu istimewa, pemilik undangan kuning, yang akan dimulai pukul 5 sore.
Pak Mudrik merasa “ketakutan” ketika jarum jam telah menunjuk pukul 5 lebih namun para tamu yang diimpikannya belum menampakkan batang hidung mereka. Beberapa mobil yang datang sempat menggairahkan rasa keterpandangan Pak Mudrik. Namun setelah pintu mobil terbuka yang terlihat hanyalah para sopir utusan tuan mereka beserta kado-kado titipan berukuran “big size”.

Pak Mudrik pun hanyut dalam keputusasaan-nya ketika ia mendapati bahwa tamu istimewa yang hadir hanya beberapa pasang. Di tengah kegalauan itu datanglah seorang utusan dari seorang kenalan Pak Mudrik dan mengatakan kalau saat ini tuannya sedang menghadiri undangan yang sama dari Pak Bupati yang saat ini juga berlangsung.

Sialnya lagi para tamu undangan dari desa sebelah yang digadang bisa memperbaiki keadaan yang memalukan ini juga berhalangan hadir karena jembatan yang menghubungkan kedua desa rusak berat sehingga mobil mereka tak bisa lewat.

Sebuah film bertema sosial yang seolah begitu menyentil ke-ego-an kita yang entah timbul oleh naluri atau mungkin warisan. Dan dalam penyajiannya yang segar ia mampu menelanjangi dogma-dogma “siapa kamu siapa aku”, atau juga jurang-jurang kasta yang masih terstruktur kokoh di benak kita. Kadang, kalau melihat film-film seperti ini, ia mampu hadir bukan hanya sebagai alternatif namun sebagai pilihan oleh para penikmatnya. Terus berkembang film tanah air!

Dan maaf bagi seluruh yang terlibat dalam film menarik ini, kalau saya sampai sekarang belum bisa menyebut judulnya karena belum tahu. Bahkan saya pelototin hingga kelar pun enggak ketemu.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun