Tentu semua itu tidak dibayar oleh mereka sendiri, tapi dengan uang negara atau diambil dari APBN. Ironisnya, sekitar 60-80% APBN adalah hutang luar negeri. Sedang 20-40% Pendapatan negara yang didapat dari pajak dan sedikit laba BUMN.
Sebenarnya, sebagai rakyat aku malu sangat, malu yang membuatku merasa sangat puas dengan penghasilan Rp. 1,7 (koma harus dibaca) juta sebulan atau sekedar cukup buat menginap wakil rakyat itu semalam. Betapa sebagai rakyat, aku tak mampu menggaji para wakil itu dengan pantas. Gaji yang bisa membuat mereka tak lagi harus menghamburkan hutang negara hanya untuk jalan-jalan ke luar negeri, apalah lagi hanya untuk kongkow di hotel mewah. Harusnya sebagai pemilik negeri ini, aku bisa membuat wakil rakyat itu cukup rela merogok kocek sendiri untuk sekedar membayar staf ahli dan membeli baju kerja.
Duh, maafkan aku yang telah dengan tak tahu diri mempekerjakan kalian. Sungguh, tak pantas kiranya bila aku menuntut kerja profesional, kapabel dan akuntabel; sementara kubiarkan kalian begitu miskin, hingga harus bergaji dari hutang luar negeri.
Ah, seandainya saja harta negeri ini bisa kukelola sendiri, tentu hutang negeri bisa terlunasi. Sungguh, seandainya saja semua hasil tambang itu bisa kukelola, tak perlu kiranya kukejar surga lewat sahid ala Imam Samudra. Lalu, bila saja tak perlu kucabut subsidi, tentu kita semua maklum bahwa kalian telah maksimal melayani. Ah, bila saja wakil rakyat tak semiskin kalian, tak juga perlu kutulis catatan ini.
Salam