Sebelum artikel ini ditayangkan, penulis sempat menyimak beberapa artikel yang ditulis oleh para kompasianer. Pada umumnya, artikel-artikel tersebut mengulas substansi maupun jalannya kegiatan debat antara kedua pasangan calon cagub/cawagub. Tidak sedikit pula yang memberikan komentar dan tanggapan yang mememberikan dukungan positif maupun negatif atas penampilan kedua pasangan tersebut. Oleh karena itu, penulis tidak akan menambah ulasan, komentar dan tanggapan dari sisi substansi yang didiskusikan maupun jalannya acara debat itu sendiri. Tentu saja, penulis memiliki penilaian sendiri atas kualitas acara debat itu secara keseluruhan maupun kualitas penampilan calon masing-masing.
Penulis sempat terhenyak sesaat ketika menyimak reaksi yang disampaikan oleh Fauzi Bowo (FB) kepada pembawa acara dengan mengucapkan kalimat dalam bahasa asing (baca: Inggris), yaitu ... this is our show. Setelah itu melintas beberapa kata dan istilah dalam bahasa asing yang telah dilontarkan oleh FB dan pasangannya, Nachrowi Ramli (NR). Seketika itu juga penulis menghentikan dan mengulang kembali tayangan debat cagub/cawagub DKI tersebut untuk mencermati kata dan istilah asing apa saja yang dilontarkan oleh kedua pasangan calon tersebut. Hasilnya? Penulis mencoba mencatat dan menyertakannya di bagian lain pada tulisan ini.
Memang, tidak ada salahnya cagub/cawagub untuk menggunakan kata dan istilah dalam bahasa asing di acara terbuka seperti debat tersebut. Rasanya, tidak ada undang-undang dan peraturan yang melarang dan/atau membatasi penggunaan kata dan istilah dalam bahasa asing. Apalagi acara debat ini terkait dengan proses pemilihan pimpinan provinsi yang menjadi ibukota negara. Banyak orang menyebut Jakarta tidak saja sebagai ibukota negara, tetapi sekaligus sebagai etalase Republik Indonesia. Hal ini menyiratkan bahwa Jakarta harus mampu menampilkan dirinya untuk mewakili republik ini di tata pergaulan dunia. Sebagaimana kita maklumi, bahasa yang paling umum digunakan dalam komunikasi antar bangsa dan negara saat ini memang bahasa Inggris. Dengan demikian, sudah sepatutnya pemimpin Jakarta, ibukota negara dan etalase republik ini, juga mampu berkomunikasi dalam bahasa Inggris.
Namun demikian, rasanya penggunaan kata dan/atau istilah dalam bahasa Inggris dalam acara debat kemarin malam agak berlebihan. Apalagi acara tersebut bukanlah suatu kegiatan seminar atau konferensi yang diikuti oleh peserta dari manca negara, melainkan acara yang terutama ditujukan kepada warga Jakarta, yang tentunya sebagian besar menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar sehari-hari. Selain reaksi 'this is our show' dari FB tersebut, penulis juga sempat mencatat FB menggunakan istilah 'instead of'. Apakah tidak ada kata atau istilah padanan dalam bahasa Indonesia untuk 'instead of'? Terdengar lebih konyol lagi ketika NR melontarkan istilah 'duduk roundtable' saat menjelaskan masalah penangangan keamanan di Jakarta. Sebaliknya, Joko Widodo (JW) melontarkan istilah 'team work', sedangkan Basuki T Purnama (BP) sempat menyebut istilah 'procurement'. Namun, dalam penggunaan kata dan istilah dalam bahasa Inggris ini rupanya pasangan FB-NR mampu mengungguli pasangan JW-BP, seperti catatan penulis berikut ini:
FB-NR:
plan of action, key performance indicator, community-centered development, community-based development, performance, short fall, investment, concern, pro growth, pro poor, pro job, pro environment, familiar, security approach, accountable, capacity building, prosperity, early warning system, front line, educate, stakeholder, melting point, manage, conflict of interest, fear factor, law enforcement, multicultural relations, proper, integrated approach, job creation, financing, exercise, stuck, mutual benefit, mutual understanding, clean government, good governance, roundtable, rely, install, electronic announcement, procurement, tendering, statement, ISO international, developer, control, feeder line, feeder bus.