Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora Artikel Utama

Seri Mengenang Tokoh (1), Gubernur Soerjo

8 November 2012   14:53 Diperbarui: 24 Juni 2015   21:45 4409 0
[caption id="attachment_215399" align="aligncenter" width="164" caption="Gubernur Soerjo (gbr dr tokohindonesia.com)"][/caption]

Soerabaia, Nopember 1945

Suasana sangat mencekam. Pasukan sekutu memberi ultimatum rakyat Surabaya untuk segera menyerahkan senjata. Gubernur Soerjo, atas nama rakyat Jawa Timur dan Surabaya, menyampaikan penolakan atas ultimatum tersebut melalui corong radio. Maka meletuslah peristiwa “Pertempuran Sepuluh Nopember”. Surabaya dibombardir dari darat, laut dan udara.

Selain Bung Tomo, nama Gubernur Soerjo tidak bisa dipisahkan dalam peristiwa “Pertempuran Sepuluh Nopember”. Siapakah Gubernur Soerjo ?

Raden Mas Toemengoeng Aria Soerjo lahir di Magetan, Jawa Timur, 9 Djuli 1895. Setelah menyelesaikan pendidikan di HIS (Hollandsch Inlandsch School) dan OSVIA (Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren), RMTA Soerjo menjadi pamong praja di Ngawi. Selanjutnya mengikuti pendidikan polisi di Sukabumi. Tahun 1938 – 1943, RMTA Soerjo diangkat menjadi Bupati ke 13 Kabupaten Magetan. Selesai menjabat sebagai Bupati Magetan, RTA Soerjo diangkat menjadi Residen di Bojonegoro. Ketika Indonesia merdeka, RMTA Soerjo diangkat menjadi Gubernur pertama Jawa Timur.

Dari awal kemerdekaan sampai peristiwa “Sepuluh Nopember” banyak kejadian yang ikut mewarnai sejarah di kota Surabaya. Peristiwa pengibaran bendera Belanda di atas gedung Hotel Yamato, yang memicu perobekan bendera Belanda tersebut menjadi bendera Merah Putih pada tanggal 18 September 1945. Tanggal 25 Oktober 1945 pasukan Inggris (atas nama sekutu) mendarat di pelabuhan Tanjung Perak dengan misi melucuti senjata tentara Jepang. Tapi rakyat Surabaya tahu bahwa selain tentara Inggris yang datang, di belakangnya “nginthil” pasukan Belanda yang ingin menjajah kembali Indonesia. Rakyat Surabaya tidak terima situasi ini. Gak peduli londo Nederland, londo Inggris, londo Amerika opo londo Jerman, pokoke nek katene njajah maneh, lawan ! Terjadilah kontak senjata pertama antara rakyat Surabaya dengan pasukan Inggris pada tanggal 27 Oktober 1945. Tanggal 29 Oktober 1945 diadakan genjatan senjata. Gubernur Soerjo-lah yang menanda tangani genjatan senjata antara pemerintah Indonesia dengan pasukan Inggris. Namun insiden 30 Oktober 1945 yang mengakibatkan tewasnya Brigadir Jenderal Aubertin Mallaby, telah membuat genjatan senjata hanya berumur satu hari saja. Mayjen EC Robert Mansergh yang menggantikan Brigjen Mallaby mengeluarkan ultimatum kepada rakyat Surabaya untuk menyerahkan senjata paling lambat tanggal 10 Nopember 1945 jam 06.00. Jika tidak, Surabaya akan dibumi hanguskan. Setelah berunding dengan para tokoh masyarakat dan pejuang, akhirnya Gubernur Soerjo menyampaikan jawaban atas ultimatum pasukan Inggris. Kesepakatan telah dibuat, rakyat Surabaya menolak untuk menyerahkan senjata kepada pasukan Inggris. Rawe-rawe rantas, malang-malang putung ! Dan terjadilah peristiwa bersejarah itu.

Selesai peristiwa “Sepuluh Nopember”, Gubernur Soerjo kembali melanjutkan fungsinya sebagai Gubernur Jawa Timur. Hingga akhirnya pada bulan September 1948 beliau diundang Presiden Soekarno untuk datang ke Yogyakarta. Sepulang dari Yogyakarta, rombongan Gubernur Soerjo dihadang oleh gerombolan PKI (bagian dari pemberontakan PKI Madiun, pimpinan Muso) di hutan jati Kedunggalar, Ngawi. Beliau dan rombongan dibunuh disitu, 10 September 1948. Jenazahnya baru ditemukan tiga hari kemudian dan sekarang dimakamkan di pemakaman umum Sasono Mulyo, Jl. Salak, Sawahan, Kepolorejo, Magetan. Tepatnya di sebelah barat masjid dan panti asuhan Muhammadiyah.

Sebagai penghargaan atas jasa-jasanya, pemerintah Propinsi Jawa Timur mendirikan monumen Soerjo yang berdiri tegak di depan Gedung Grahadi, Surabaya. Selain itu jalan protokol di depannya yang dulu bernama Jl. Pemuda juga diganti menjadi Jl. Gubernur Suryo (menggunakan ejaan baru).

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun