mahal disini adalah mengeluarkan biaya yang mahal dan tidak sedikti.
tidak hanya ongkos dalam rupiah tetapi juga ongkos sosial yang harus ditanggung/dikeluarkan. itulah realita demokrasi.
jika ingin menerapkan prinsip2 demokrasi maka harga yang mahal itu sudah ada di depan mata. lalu apakah dengan alasan biaya yang mahal maka demokrasi gak mau diterapkan?
jikalau memang gak mampu membiayai demokrasi,
kenapa gak ditolak saja demokrasinya cuy..
ganti aja jadi yang mudah dan murah.
tunjuk langsung.
ga perlu banyak berbicara ttg demokrasi lah..
toh biayanya mahal bukan?
============
KOMPAS.com - Setelah lama menjadi wacana, akhirnya pemerintah memastikan mengusulkan klausul, pemilihan gubernur tak dilaksanakan oleh rakyat secara langsung, tetapi oleh DPRD provinsi. Ketentuan itu akan dimasukkan dalam Rancangan Undang-Undang tentang Pemilihan Umum Kepala Daerah. RUU itu berada di urutan ke-42 daftar Program Legislasi Nasional Prioritas tahun 2011.
Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Djohermansyah Djohan menyebutkan, gubernur dipertimbangkan tidak dipilih langsung. Otonomi luas di kabupaten/kota, sementara di provinsi terbatas (Kompas, 10/12/2010). Alasan lain adalah penghematan biaya dan energi sosial. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi pernah prihatin atas demokrasi berbiaya tinggi itu.
sumber: http://nasional.kompas.com/read/2010/12/17/08132542/Pilkada.yang.Mahal..Pangkal.Soal
=======================
sekali lagi.
kalau demokrasi mahal harganya, kenapa diambil?
kalau demokrasi mahal harganya, kenapa harus dipaksakan (contoh di jogja)
mirip2 dengan usulan satu putaran yang katanya lebih hemat itu ya...