Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora Pilihan

Sebaris Kisah Terdampak Pandemi Non-kesehatan

20 Mei 2020   00:17 Diperbarui: 20 Mei 2020   00:49 61 8
Namanya Hendi (bukan nama sebenarnya), lelaki umur 40 tahun dengan satu anak itu hanya merenung di depan masjid kampungnya.

Sudah 4 bulan sejak Corona merebak, ia tak bisa usaha apa-apa. Tinggal di rumah mertua bersama istri dan anaknya, dan membantu pekerjaan di sawah adalah hal yang ia bisa lakukan.

Sebelumnya Hendi bekerja sebagai penjaga sound system milik seorang pengusaha di Bandungan. Kalau sedang ramai order, ia bahkan tak pulang selama beberpa hari. Apalagi kalau sedang musim hajatan, peralatannya tidak pulang ke rumah sampai semua benar-benar selesai.

Kondisi ini cukup bisa dimaklumi oleh anggota keluarganya, karena pekerjaan inilah yang ditekuni Hendi selama sepuluh tahun terakhir sejak ia menikah.

Kepiawaiannya menyetel peralatan sound system sehingga menjadi alat pengeras suara yang enak didengarkan membuat warga masyarakat sekitar mempercayakan urusan musik, mic, speaker, serta salon kepada Hendi.

Terkadang ia juga dipercaya menyediakan sound sistem untuk berbagai pertunjukan. Semisal solo orgen atau pentas reog. Bahkan pengajian Akbar di Bandungan sering menggunakan sound system yang dikelola oleh Hendi.

Kalau soal gaji, Hendi tak mau menyebutnya secara pasti. Tapi yang jelas, pekerjaan ini telah memberinya kehidupan yang baik. Terbukti ia bisa membeli sebuah sepeda motor dari pekerjaan yang ia tekuni.

Sejak 4 bulan yang lalu sampai sekarang, virus corona merebak di seluruh wilayah Indonesia. Sehingga semua daerah harus ekstra ketat mengontrol kegiatan masyarakat. larangan berkerumun dan menghindari kerumunan memaksa semua orang untuk tidak mengadakan acara yang dihadiri banyak orang.

Hendi adalah pekerja hiburan. Ia mendapatkan pekerjaan karena ada kerumunan orang. Baik dalam hajatan orang-orang di sekitar maupun dalam pentas seni.

Sehingga otomatis Hendi kehilangan pendapatan tanpa bisa berharap sampai kapan akan berakhir.

Hendi bercerita bahwa saat ini ia benar-benar hanya menggantungkan hidup pada mertuanya. Di desa soal makan tak terlalu menjadi masalah. Sebab mertuanya memiliki sawah beberapa petak yang ditanami padi, sehingga masih cukup untuk persediaan pangan selama pandemi.

Tapi untuk keperluan lain yang harus dibeli ia terpaksa meminta bantuan pada  saudara-saudara  kandungnya untuk membantunya.

Di Kampungnya, memang ada bantuan sembako beberapa waktu yang lalu. Tapi itu pun hanya sekali.

Saat ini Hendi memang tidak menganggur, karena ia punya pekerjaan di sawah. Akan tetapi ia tak punya pendapatan sama sekali .

"Nol", kata Hendi.

Selain Hendi kawan-kawan seprofesinya juga mengalami nasib yang sama. Para penyanyi yang biasa ia iringi misalnya. Termasuk player solo orgen yang menjadi team saat ia manggung di kampung.

Memang secara umum pergerakan ekonomi kota wisata Bandungan memang nyaris terhenti. Semua kegiatan wisata seperti tak nampak sama sekali. Apalagi dengan ditutupnya lokasi wisata hampir di seluruh wilayah Jawa Tengah termasuk Bandungan. Sehingga hotel-hotel jarang yang menerima tamu untuk liburan atau disewa untuk acara konferensi atau acara pelatihan. Padahal job Hendi termasuk dari hotel-hotel itu.

Hari ini apapun kondisinya kita tetap harus bersyukur karena diberi kesehatan. Dan masih bisa makan walaupun dengan lauk apa adanya.

Sebab di luar sana, lebih banyak lagi orang yang kurang beruntung. Mereka bahkan tak bisa memenuhi hasrat hidup walau sekedar makan. Bahkan kabar yang lebih miris lagi terdengar dari orang-orang yang tak dapat mudik karena ada larangan pemerintah.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun