Kadang, saya juga bingung untuk menentukan sikap, apalagi kalau warga tidak bisa satu komando, ingin ikut serta berbuat untuk yang terakhir kali kepada si mayit sehingga mengabaikan orang lain yang punya kepentingan lain, selain melayat.
Kita tidak pernah mempersoalkan masalah penguburannya. Mau pakai bunga atau tidak, pakai nisan atau tidak, jenasah mau dipikul atau mau menggunakan mobil jenasah, semua terserah pada shahibul musibah. Dan orang-orang di sekitarnya siap melayani dengan penuh kerelaan.
Yang sering menjadi masalah adalah lamanya seremonial waktu pemberangkatan. Karena banyaknya orang yang memberi sambutan. Sehingga terkadang keikhlasan terhalang karena waktu menunggu dari jenasah dkkeluarkan dari rumah sampai waktu berangkat menjadi sangat lama.
Suatu ketika saya pernah mengalami seorang warga harus dipapah ke rumah sakit saat memikul keranda. Saat itu tidak banyak kaum laki yang hadir. Saya sudah mencoba memberikan solusi agar jenasah tidak dipikul saat upacara pemberangkatan. Karena disamping jenasah yang berat karena gemuk, jumlah orang yang bersedia memikul juga sangat terbatas. Tapi seorang pemimpin warga memaksa agar dipikul, dengan alasan ini adalah penghormatan terakhir bagi almarhum.
Akhirnya saya mengalah dan mempersilahkan warga untuk memikul.
Sambutan pertama dari kantor tempat almarhum bekerja, menyampaikan kesan dan pesan selama beliau hidup. Sambutan terasa sangat lama karena hampir 30 menit. Beberapa orang terpaksa harus bergantian memikul agar keranda tetap tegak saat upacara pemberngkatan.
Sambutan kedua lebih lama lagi, para pelayat mulai resah tapi tak enak hati untuk meninggalkan lokasi karena acara belum selesai. Beberapa orang mulai menggeser kursi agar bisa duduk kembali.
Sambutan ketiga dari tokoh lingkungan. Ini juga sangat lama, kaki saya mulai kesemutan, para pemikul keranda juga mulai resah. Dan saat doa yang sangat panjang dibacakan oleh seorang tokoh agama, tiba-tiba orang yang memikul keranda jatuh terhuyung, sehingga keranda miring, untung tidak tidak jatuh. Sebagian mengambil kursi untuk meletakkan keranda dan sebagian lagi mengurus orang yang pingsan untuk dibawa ke rumah sakit.
Untung setelah setelah doa jenasah segera diberangkatkan setelah didholatkan di mushola terdekat.
Setelah sampai di makam, jenasah langsung dimasukkan ke dalam liang lahat dan kembali ditutup tanah.
Tapi seremonial yang sangat panjang kembali terjadi. Orang-orang yang tadinya sangat khusuk sambil jongkok kembali gelisah, karena talqin dan doa tak kunjung berhenti. Terlihat beberapa orang terjengkang mungkin kakinya kesemutan karena jongkok terlalu lama.
Meskipun akhirnya proses pemakaman selesai, para pelayat tak berhenti menggerutu karena menikmati waktu yang sangat lama saat prosesi pemakaman.
Sesungguhnya upacara pemakaman adalah untuk orang yang hidup. Bukan untuk si mayit. Karena orang yang meninggal tidak akan protes ia akan dikubur dengan cara apapun.