Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora Pilihan

Menerjemahkan Hubungan Pertemanan Lawan Jenis dengan Sewajarnya

2 Maret 2020   00:18 Diperbarui: 2 Maret 2020   00:20 289 9
Hubungan laki-laki dan perempuan sebelum dan setelah menikah itu jelas berbeda.  Berbeda dalam pelayanan dan sikap secara pribadi.  Sebab disamping sudah ada perempuan yang  tak lain istri sendiri.

Akrab boleh,  dekat juga boleh.  Tapi kedekatan dan keakraban dengan teman perempuan lain tetap harus dibatasi.  Sebatas teman atau rekanan bisnis.

Sebab ada batas pertemanan yang  harus  ditaati  dan sama sekali tak boleh dilanggar.

Sebelum menikah,  kita mungkin dekat dengan seorang perempuan.  Bisa apa-apa bareng.  Makan bareng,  jalan-jalan bareng,  bahkan melakukan kegiatan bareng,  bahkan tanpa batas waktu.  

Tapi setelah menikah kegiatan bersama seperti itu tetap harus menghormati norma yang berlaku.  Kita tak boleh lagi bermesraan  dengan perempuan lain dengan alasan sudah akrab.

Bukannya kita anti keakraban semacam itu,  tapi hubungan pertemanan yang kebablasan bisa mengakibatkan cideranya sebuah hubungan perkawinan.

Selain teman kantor,  kita juga punya teman-teman di masa lalu. Dari teman SMP,  SMA,  teman kuliah maupun teman yang  kita dapat saat magang.

Seringkali orang-orang  ingin menyatukan kembali hubungan masa lalu dalan sebuah group percakapan.  Dan hal ini membuat sebuah pertemanan menjadi semacam kenangan yang  terus dibangun seperti ingin diulang.

Apalagi kalau dalam anggota group ada mantan kekasih yang  ikut nongkrong meramaikan percakapan. Jadi seru kan?

Akan tetapi yang  perlu diingat bahwa jangan sampai keseruan dalam ruang  cheating  ini menjadi sumber petaka perkawinan.  

Saya pernah menghadiri sebuah  acara temu alumni SMA,  dilaksanakan setelah 30 tahun sejak kelulusan.  Ada yang  masih tetap jomblo meskipun sudah ubanan.  Ada yang  sudah punya cucu karena tamat SMA langsung dinikahkan.  Ada pula yang berbagai cerita tentang kehidupan. Bahagia dan mengalami masa depan suram.

Saya tak terlalu konsen melihat meriahnya acara, apalagi usia tua yang  tak lagi bertenaga.  Melihat berbagai bentuk tubuh yang  waktu SMA sangat segar dan menggelora terlihat gemuk bahkan layu setelah 30 tahun tak bersua.

Yang membuat saya miris,  teman-teman memang ada yang  pacaran semasa SMA,  bertemu saat usia sudah tua bahkan sudah berkeluarga seakan menjadi dorongan semangat mereka untuk kembali merenda cinta.  Bahkan sepakat booking hotel untuk menginap bersama sebelum berpisah pulang ke rumah masing-masing.

Saya juga punya teman yang harus rela kehilangan istri pasca temu alumni SMA. Bertemu dengan kekasih lama,  lalu tega meninggalkan keluarga dengan menggugat cerai suami di pengadilan agama.

Fenomena seperti  itu memang sering terjadi.  Ketemu teman sekolah seperti amnesia. Lupa kalau sudah berkeluarga. Sehingga nekad melakukan jalan pintas sebagai cara untuk membangun cinta.

Yang perlu disadari adalah buatlah pertemanan dengan batas yang  wajar. Sebab masa lalu  terkadang menggelincirkan  manusia-manusia yang  lemah iman.  Mereka selalu berharap ada kesempatan untuk melampiaskan nafsu setan.

Kalau saya pribadi tetap  memilih keluarga daripada teman,  apalagi kekasih di masa lalu.  Sebab membangun keluarga penuh perjuangan agar bertahan sampai sekarang.

Apalagi menjaga keutuhan rumah tangga seperti membawa barang berharga yang  mudah pecah.  Tergelincir sedikit saja akan membuat keluarga bubrah.  

Biarlah kita dijauhi teman lama  asal tak dicampakkan oleh keluarga,  sebab komunikasi rumah tangga sangat diperlukan  agar keluarga tetap langgeng sejahtera.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun