Bekerja sebagai salah satu pimpinan sebuah kantor pemerintah di Semarang. Dan mengajar di sebuah perguruan tinggi swasta, seperti menambah aroma kewibawaan pak Arsyad.
Sangat aktif dan supel. Di lingkungan kami pak Arsyad bisa dikatakan sebagai penggerak kegiatan warga. Mulai kerja bakti, kegiatan sosial maupun sebagai pimpinan jamaah pengajian malam Jum'at.
Bahkan meskipun ia orang kantoran dan memiliki kedudukan tapi saat berada di lingkungan jiwanya benar-benar lebur dengan warga. Bahkan kami sering bermain kartu sampai tengah malam bila malam liburan.
Istri pak Arsyad ada di luar kota Semarang, jadi itulah yang membuatnya harus bolak-balik seminggu sekali.
Hingga suatu hari sebuah kesalahan besar dibuat pak Arsyad. Warga terlihat sangat syok. Seakan tak percaya orang yang selama ini sangat dihormati telah berbuat nista. Mengotori lingkungan dengan perbuatan melanggar hukum dan tata krama.
Selama ini ia memang menyembunyikan seorang perempuan yang bukan istrinya. Tapi tak ada warga yang mengetahuinya. Karena tidak ada jejak apapun.
Tapi kali ini sepertinya sandungan besar mengakhiri karisma pak Arsyad di lingkungan kami.
Awalnya, sebuah sepatu wanita dilihat oleh seorang warga berada di luar pintu pak Arsyad. Bahkan sudah beberapa hari sepatu wanita itu tidak bergerak dari semula dilihat. Sementara pak Arsyad masih beraktifitas seperti biasa seperti biasa, bermain kartu.
Tapi sebelumnya warga sudah berkoordinasi menangkap basah kelakuan pak Arsyad yang sudah di luar kendali. Di pos ronda salah seorang tokoh yang dituakan bertanya pada pak Arsyad.
"Kok di luar ada sepatu perempuan itu milik siapa?", Tanya seorang warga.
Pak Arsyad menjawab itu adalah sepatu istrinya yang ketinggalan tempo hari.
Istri pak Arsyad adalah wanita yang gemuk, padahal sepatu yang ada di rumah itu kecil.
Jadi milik siapa?
Saat terjadi interogasi sempat terjadi ketegangan. Lalu tiba-tiba ibu-ibu yang sepertinya sudah saling berkoordinasi, datang begitu saja. Mereka memaksa masuk ke rumah pak Arsyad. Awalnya tidak diijinkan oleh pak Arsyad, tapi ibu-ibu tetap memaksa. Suara teriakan mulai tak enak di dengar.
Lalu dengan sangat terpaksa pintu dibuka dan orang-orang merangsek masuk. Sebuah kamar yang ternyata dikunci dari dalam diketok oleh ibu-ibu dengan paksa. Dan di dalam kamar bersembunyi seorang perempuan muda yang katanya teman kuliah S3 pak Arsyad. Warga lebih geram lagi saat di tempat sampah ditemukan beberapa bungkus alat kontrasepsi. Dan salah satunya sudah berisi cairan.
Warga tidak diterima. Istri pak Arsyad pun dihubungi lewat telpon seluler, dan menjawab dengan diperdengarkan oleh semua warga. Suara tangisan terdengar di telpon.
Pak RW sangat geram. Ia bahkan sama sekali tidak menggubris saat pak Arsyad hendak melakukan negoisasi.
"Sudahlah pak Arsyad, tak ada yang perlu dibicarakan". Kata pak RW.
Malam itu juga. Si perempuan disuruh pulang dengan dipanggilkan taksi. Sementara pak Arsyad juga diusir dengan teriakan gaduh warga perumahan.
Memang warga tidak lapor polisi atau menghukumnya. Tapi sejak itu tak ada seorang pun warga yang mau berbicara dengan pak Arsyad. Bahkan kalau biasanya setelah dari kampung ia langsung ke pos ronda dengan bapak-bapak, sekarang sudah tidak lagi. Pak Arsyad dikucilkan oleh warga.
Bahkan saat ada acara apapun di lingkungan, pak Arsyad tidak pernah diikutkan. Ia ada di rumahnya, tapi tidak pernah dikabari.
Warga hanya menyesalkan, mengapa orang yang dipandang memiliki ilmu agama yang baik, mampu menggerakkan warga untuk rajin ibadah, mengajari ngaji, berbuat sosial, musti berbuat nista.
Bahkan Mbah Karmo salah seorang warga yang dituakan di tempat kami sempat nyeletuk, "Mbok ya dibawa ke hotel saja, wong sewanya juga murah, kenapa musti dibawa ke rumah?"
Sanksi sosial memang berat bung ..!