Gaya menyetirnya pun tidak berubah ketika tiba-tiba dia menghentikan kendaraannya di depan tukang duku Palembang. Setengah kilo duku dia beli malam itu. Dengan intonasi yang tulus dan sopan, kami berdua ditawarinya. Tentu dengan halus pula kami menolaknya.. Qlihat dia melahap duku itu dengan semangat.. Ah... jangan-jangan itulah makan malamnya..
Sejurus kemudian perempatan Cililitan sudah tampak di depan mata. Antrian panjang kendaraan di lampu merah yang disebabkan oleh badan jalan yang dipakai berjualan makanan membuat kami harus rela menempuh jarak yang tinggal sedepa menjadi lama. Sebelah kanan kami jalur Trans Jakarta tampak lengang, dan itulah yang menggoda Sang Sopir untuk melaluinya. Hanya perlu waktu sekian detik untuk mencapai perempatan tersebut. Lampu merah sedang berwarna merah pula.... dan hanya perlu waktu sekian detik pula bagi Polisi di balik pos jaganya untuk menilang angkot kami. Sang Sopir hanya sempat menggerutu, "Ah Bapak... kan sudah malam, masak ditilang juga...?"
Sembari turun mengakhiri perjalananku tak bisa qtahan senyum getir ini...