Kejadian kedua terjadi pada saat saya duduk di bangku kuliah tingkat 2. Saya naik bis antar kota dari Bandung menuju Jakarta. Biasanya saya turun di Pulogadung, tetapi kali itu saya memutuskan untuk turun di Lebak Bulus. Kemudian menuju blok M dengan naik metromini. Di metromini saya duduk di depan di samping pak supir yang kebetulan sedang kosong. Dengan memangku tas ransel saya, saya duduk di sana. Sampai di jalan Barito, naik sekelompok remaja berpakaian SMA, saya pikir itu adalah penumpang biasa, sama seperti saya. Tak lama dari situ seseorang diantaranya duduk disamping saya, sambil menodongkan pisau dan berkata, "Kamu anak Blok A ya?" Ditanya seperti itu saya jawab, "Bukan, saya dari Bandung." Dia tetap keukeuh menuduh saya sebagai anak Blok A. Ujung-ujungnya dia minta saya melepaskan jam tangan saya. Waktu itu saya sempat berpikir, kalau saya melawan, bisa jadi saya jadi korban, dan kejadian ini akan masuk di koran pada hari berikutnya. Saya sempat menawarkan dia uang saku saya. Dia tetap memaksa, akhirnya tidak ada pilihan lain, menghindari resiko terburuk akhirnya saya menyerahkan jam tangan saya. Kejadian sore itu benar-benar membuat saya terkejut. Saya sempat trauma naik kendaraan umum (bis kota, metromini atau mikrolet) di Jakarta pasca kejadian itu. Namun syukur alhamdulillah saya masih diberi keselamatan.
Berkaca dari dua peristiwa traumatis tersebut, saya belajar sesuatu agar lebih waspada terhadap tindak kriminal di lingkungan sekitar.
1. Selalu berdoa sebelum melakukan sesuatu.
2. Hindari menggunakan asesoris yang mencolok ketika bepergian dengan kendaraan umum.
3. Berdzikir di sepanjang perjalanan.
4. Bawa uang tunai secukupnya, dan simpan ATM dan kartu identitas diri di tempat yang terpisah.
5. Berusaha tenang segenting apapun situasi yang kita hadapi.
Menjadi korban dalam peristiwa kejahatan bukan sesuatu yang diinginkan oleh siapapun, oleh karena itu kita harus membekali diri agar bisa 'survive' ketika diberi kesempatan untuk mengalaminya.
Salam!