Ketika dikondisikan untuk mempimpin sebuah tim seperti sekarang ini, walau bukanlah tim besar menjadi teringat kala dulu pernah mempimpin sebuah tim yang berskala lumayan besar. Setidaknya dalam masa berputarnya sejarah hidupku menjadi ketua pimpinan cabang sebuah organisasi kepemudaan tingkat kecamatan merupakan pencapaian terbesarku selama karir keorganisasian.
Membawahi beberapa individu, elemen dan bidang membuat setiap saat harus disibukkan dengan banyaknya tuntutan tugas, visi dan misi yang harus diimplementasikan dalam kegiatan yang berkaitan dengan organisasi tersebut. Bahkan dengan bertambahnya keanggotaan membuat kegiatan pengkaderan menjaid begitu semarak dan yang pasti membutuhkan kehadiran fisik yang lebih rutin.
Tak disangka melalui pemilihan secara adil dan sesuatu draft peraturan yang ditentukan namaku menyembul dipermukaan sebagai kandidat yang layak di persiangkan sebagai ketua yang baru menggantikan ketua lama yang segera berakhir masa tugasnya. Menyaingi 2 kandidat yang lebih senior bukanlah cita-cita ku masuk ke keanggotaan organisasi ini, diri ini terlalu pandir untuk faham tehnik menggulingkan, menyikut dan menghimpun kekuatan suara. Namun rangkulan persahabatan, wejangan dan kerendahan diri membuat setiap mata melihat bahwa simpati tidak hanya bisa diraih dari hebatnya sosok individu atau cerdasnya sebuah pemikiran akan masa depan dan kelihaian dalam bermanuver menyusun strategi perang.
Dalam budaya sosialisasi adat ketimuran persahabatan, kekeluargaan, merangkul yang lemah dan membantu yang kekurangan adalah modal berharga untuk memulai sebuah dukungan. Menjadi public figure dalam hal menanamkan kebersamaan, kekompakan dan rasa keterbukaan adalah bagaimana anda membuat setiap orang mengkuti anda tanpa sebuah pamrih.
Menjadi pemimpin itu bukanlah saat seseorang mengenakan baju kebesaran, berjalan dengan keangkuhan dan berbicara untuk selalu dituruti. Setidaknya 1 tahun pertama ketika saya