Siang itu, sekitar seminggu setelah tes, tiba-tiba ada salah satu adik kelasku datang ke rumah dengan menggunakan sepeda pancal sambil mengayuh secara tergesa-gesa. Imron nama dia. Dia diutus pak haji untuk memanggil saya ke sekolah karena ada hal penting yang akan disampaikan. “Mas, dipanggil kepala sekolah. Sampeyan ditunggu pak haji sekarang juga,” teriaknya setelah menemui saya dengan logat khas orang desa. Karena aku harus segera menghadap, sementara saat itu aku baru saja dari sawah selesai membantu orang tuaku memanen Lombok.