Saya katakan sebagian besar karena ada juga yang sedih di tengah bahagia datangnya malam iedul fitri. Mereka adalah pada auliya dan sholihin karena ditinggal oleh hari-hari penuh rahmat, berkah, dan magfiroh dari Allah. Kebanyakan dari mereka selain senang memuji kebesaran Allah dengan takbir dan tahmid, juga bercucuran air mata dengan harap-harap cemas agar dapat bertemu dengan ramadan yang akan datang.
Rasulullah SAW bersabda yang maksudnya, andai saja ummatku tahu apa kelebihan dan keutamaan yang terdapat di dalam bulan ramadan, niscaya mereka akan meminta semua bulan itu menjadi bulan ramadan. Subhanallah, begitu besar dan begitu dahsyatnya bulan ini sampai bagi orang yang mengerti akan meminta semua bulan menjadi ramadan meskipun dengan risiko berpuasa, bangun malam dan kurang tidur.
Namun kemurahan Allah sudah datang, iedul fitri di depan mata. Kita hanya mampu menyiapkan diri agar atsar atau pengaruh ramadan merasuki segenap relung jiwa dan hati kita sehingga perangai orang-orang yang bertakwa menjadi identitas kita. Karena dengan cara itulah kita akan mendapat manfaat dari tarbiyah penyucian jiwa kolosal selama sebulan penuh. Itulah yang bisa kita lakukan selain ihtisaban atas semua yang telah kita lakukan selama bulan suci ramadan.
Setelah bulan sabit dan hilal itu muncul sebagai tanda bulan syawal telah tiba, kita hanya bisa berusaha untuk terus melakukan dan menjalani apa yang kita jalankan di bulan ramadan sampai bertemu ramadan yang akan datang. Bagi yang suka berpuasa, lanjutkan puasa 6 hari dari bulan syawal karena ganjarannya sangat luar biasa seperti puasa sepanjang masa. Setelah itu, berpuasa sunnahlah sebagaimana rasulullah, puasa senin-kamis dan puasa sunnah lainnya.
Bagi yang suka qiyamul lail, membaca alqur'an, tadabbur, dikr, rajin bersodaqoh, dan suka menolong orang lain serta amalan ibadah lainnya selama bulan ramadan, inilah saatnya konsistensi dan keistikomahan kita diuji. Apakah ramadan kita masih berbekas di bulan syawal-syakban atau ramadan hanya tinggal kenangan? semoga Allah jadikan kita orang-orang yang tak hanya bersedih ditinggal ramadan tetapi menjadikan bulan-bulan lain itu seperti ramadan, amin.
Setelah Azan magrib berkumandang, kami pun berbuka di rumah masing-masing. Namun hasrat bertakbir bersama sudah begitu mengelora di hati kami. Tepat setelah azan isya mendayu-dayu dari masjid Al Gazali, Hydra, kami pun bergegas ke masjid untuk salat isya berjamaah. Aku berfikir saat itu, suasana iedul fitri di Aljazair sama seperti di Indonesia. Namun apa yang aku dapati, setelah salat isya berjemaah usai, yang kalau di bulan ramadan dilanjutkan dengan salat taraweh, saat mala iedul fitri ini malah tak ada kegiatan.
Aku tunggu beberapa saat pun tak ada tanda takbir dan tahmid akan berkumandang. Ku datangi imam masjid untuk bertanya apakah ada takbiran sebagaimana di Indonesia? sang imam menjawab ada, tapi besok pagi setelah salat subuh dan menjelang salat iedul fitri. Saya jelaskan tradisi di Indonesia jika malam iedul fitri datang, kami seolah berlomba untuk salingĀ bertakbir mengagungkan nama Allah, bahkan ada yang sampai berkeliling kota sambil bertakbir.
Mendapat penjelasan saya itu, dia hanya bisa terkagum dan berdoa kapan bisa meniru Indonesia. Sebab di Aljazair memang tak umum bertakbir seperti di negeri kita, dimana antar masjid dan musalla seolah berlomba memuji dan mengagungkan asma Allah guna mendapat juara di hadapan ilahi rabbi. Satu pengalaman yang berharga memahami tradisi dan budaya orang lain. Setelah kupastikan tak ada kegitana, kugegaskan langkah ke wisma duta KBRI Alger.
Kami telah persiapkan bersama beberapa kegiatan untuk menyambut iedul fitri dengan serangkaian kegiatan mulai takbir bersama WNI sampai salat iedul fitri dan open hause serta makan lontong bersama. Ketika saya datang, beberapa teman dan sahabat saya baik pegawai KBRI Alger maupun beberapa pekerja dari Wika dan perusaan lain di Alger sudah bertakbir. Aku pun bertakbir bersama mereka. Mengenang saat-saat kami takbiran di musalla ponpes wali songo, pojok kota lumajang saat kami masih kecil.
Acara takbir bersama ini kami gelar sampai pagi hari, meskipun aku harus pamit setelah tausiyah tentang bagaimana kita berpisah dengan ramadan oleh Kiai Masrur. Aku pun pulang duluan bersama istri dan anak-anak malam itu untuk menyiapkan salat ied besok pagi dimana aku mendapat jatah mendampingi pak dubes salat ied di masjid agung bersama presiden Aljazair Abdelazis Bouteflika dan para pejabat negara. Terkelebatlah malam itu bayangku saat mengikuti salat ied bersama Presiden RI di Masjid Istiqlal Jakarta.
Esok paginya, tepat pukul 5.30 waktu setempat, ku dapati saudara-saudaraku para pekerja di proyek yang ikut salat ied di wisma duta sedang melanjutkan takbir dari semalam suntuk. Itulah takbiran semalam di negeri orang yang tidak melakukan takbir secara resmi di masjid-masjidnya. aku pun memimpin takbir pagi itu sebelum kami berangkat ke masjid agung bersama Pak Dubes Niam Salim. Subhanallah, suasana pagi yang sejuk dan cuaca cerah membuat takbir yang kami kumandangkan pagi itu benar-benar indah.
Tepat pukul setengah 7 pagi, kami berangkat ke masjid agung di tengah kota, dan sekitar 15 menit kami menembus jalanan lengang yang dikawal polisi dengan mobil CMD 1 24 berbendera merah putih, kami tiba di depan masjid dan langsung disambut metal detector untuk masuk ke masjid agung. Kulihat 2 dubes dari Afrika sudah datang lebih dulu sebelum kami. Kami pun langsung di persilahkan di depan sebelah kanan mimbar bersama para dubes yang sudah datang lebih dulu itu. Tak selang lama, para dubes negara lain pun mulai berdatangan silih berganti setelah kami.
Setelah kami datang, tak selang beberapa detik, para jamaah pun mulai mengumandangkan takbir, tahmid, tahlil dan tasbih. Namun takbir mereka tak seperti yang aku pikir selama ini, seperti di Indonesia lagi. Dengan lagu khas Aljazair, takbir mereka di awali dengan Allahu Akbar 3 X, La ilaha Illallah, subhanallah, walhamdulillah, walahaula walaquwwata illa billah, kembali ke Allahu Akbar, demikian seterusnya. Terasa aneh dan asing memang, tetapi Alhamdulillah itulah pengalaman lain dari Aljazair.
Setelah kami pelajari sesaat, aku pun mulai menikmati juga melantunkan takbiran ala Aljazair bersama para jamaah. Sementara aku tengok kanan kiri dan belakang kami untuk mengetahui bagaimana pengamana presiden jika salat bersama rakyatnya. Ternyata beda banget dengan di negeriku. Jika di Indonesia tak ada garis pembatas antara presiden dan rombongan dengan masyarakat saat solat, di Aljazair ada setidanya 3 shaf dikosongkan untuk pengamanan sambil beri garis pembatas.
Kami pun maklum soal ketatnya pengamanan presiden karena memang negeri ini negeri yang baru selesai dari konflik panjang tak berkesudahan. Ditambah lagi sejarah kelam soal kudeta yang sering terjadi di negeri kaya dan potensial di Afrika utara ini. Kami pun bertakbir sampai sekitar pukul 8 sampai presiden datang dan tak selang lama setelah itu, kami langsung mengelar salat ied dan dilanjutkan khutbah salat ied oleh imam besar masjid agung Aljazair.
Pengalaman baru pun kami dapati lagi. Saat kami bertakbir, kalau di Indonesia, yang mayoritas menganut mazhab Imam Syafii juga mengangkat tangan sebagaimana takbiratul ihram, di sini yang menganut mazhab imam Malik cukup hanya bertakbir. Ini pengalaman baru lagi, meskipun aku sudah maklum di sini banyak yang setelah takbir tak sendakep seperti di Indonesia dalam salatnya. Seperti yang aku dapati ketika salat jumat atau salat jamaah yaumiyah.
Setelah khutbah usai, kami pun berjajar untuk mengucapkan selamat iedul fitri kepada presiden yang diawali para menteri. Kami pun mendapat giliran ketiga setelah dubes dari daerah Afrika, ku pandang Bouteflika lalu kucium pipi kanan dan kirinya seperti orang Aljazair mengucakan salam sambil ku bisikkan 'iedun mubarak, taqobbalallahu minna waminkum, kullu aamin wa antum bikher dan ghafarallahu lana walakum. Dia pun pandangi saya lalu mengucapkan hal yang sama dalam pelukan kami beberapa detik itu.
Dengan pakaian batik dan peci khas indonesia sambil berkalung surban, aku langkahkan kaki meninggalkan sang presiden. Di tengah serbuan Jepretan kamera dan sorotan TV Algerie (satu-satunya TV resmi di Aljazair, semacam TVRI nya indonesia zaman orde baru) yang menguntit kami aku melangkah meninggalkan presiden untuk memberikan ucapan selamat yang sama kepada perdana menteri, Ou yahya, menteri senior Bilkhadem, dan para jajaran menteri kabinet serta pimpinan Senat dan Parlemen Aljazair.
Di luar masjid sambil menunggu mobil, aku pun bergumam, 'berapa detik lalu aku begitu dekat dengan orang yang sangat susah ditemui di negeri Afrika Utara ini. Aku bahkan berpelukan bagai anak dan bapak. Sebelumnya aku juga sudah bertemu Presiden Bouteflika saat penyerahan credencial Pak Dubes Niam Salim, namun kami hanya bersalaman biasa. Namun hari ini lain dan sepertinya sang presiden juga menikmati momen-momen indah ini.
Anganku semakin panjang, kepada Presiden Gus Dur, aku hanya bisa bersalaman dan cium tangan, kepada Presiden SBY juga hanya demikian, berjabat tangan. Kepada Presiden Habibi dan Presiden Megawati sama halnya, kepada Presiden Soeharto hanya bisa melihat dan menungguinya saat di rawat di RS Pertamina dan kepada Presiden Soekarno hanya bisa menziarahi di Blitar. Tapi di Aljazair, aku bisa merasakan degup jantungnya dan saling berucap doa.
Seusai acara resmi di Masjid Agung, kami pun langsung meluncur ke wisma duta, dimana telah menunggu WNI yang salat ied di sana dan tentu anak dan istri yang sudah miscal beberapa kali. Dan akhirnya, pagi itu kami melebur setiap salah ucap dan tingkah menjadi komitmen persaudaraan baru di negeri rantau. Kami berjajar untuk memberi ucapan selamat lebaran kepada pak dubes dan semua teman-teman staf di KBRI dan WNI di Aljazair. kami haturkan segala salah dan khilaf sembari iringan doa:
'ja'alanallahu waiyyakum minal aidin walfaizin, taqobbalallahu minna waminkum, kullu aamin waantum bikhoir dan ghafarallahu lana walakum, tentu tak lupa, kami ucapkan selamat khas Indonesia, selamat hari raya ya, mohon maaf lahir dan batin, kosong-kosong ya ... demikian kami isi lebaran tahun 2012 ini yang merupakan lebaran pertama nun jauh dari orang tua dan orang-orang tercinta kami di tanah air.
Semoga berkah ramadan dan iedul fitri bisa kita raih dan kita pertahankan sampai kita bertemu ramadan dan iedul fitri tahun depan. Hanya doa dan harapan semoga yang jauh di tanah air juga mendapat perlindungan dan pertolongan Allah, diberi kesehatan, keselamatan dan kelancaran usaha dan rizkinya serta selalu dalam rahmat, bimbingan, hidayah dan ridlo Allah swt. Dan kepada teman-teman semua, handai taulan dan keluarga, kami atas nama pribadi dan keluarga, mengucapkan :
Selamat Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1433 H/2012 M, Minal Aidin Wal Faizin Mohon Maaf Lahir dan Batin atas segala salah dan khilaf selama ini. (Alger, 20 Agustus 2012)