Oktober – November boleh dibilang sebagai bulan demo bagi para buruh atau pekerja. Maklum saja, antara akhir bulan Oktober dan awal bulan November merupakan waktu perumusan hingga penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) se Indonesia. Oleh karena itu, tak heran apabila sepanjang waktu itu kita sering menyaksikan suguhan berita adanya demo oleh buruh/pekerja baik secara langsung maupun melalui pemberitaan media cetak dan elektronik.
Akhir bulan Oktober hingga awal bulan November juga menjadi waktu yang sangat menyita tenaga dan pikiran bagi kepala-kepala daerah di seluruh Indonesia. Semua kepala daerah diuji kemampuan mengambil kebijakan dan sikapnya atas tekanan dua kelompok, yaitu pengusaha dan buruh. Masing-masing kelompok tentu memiliki kekuatan yang berbeda dalam menekan kepala daerah. Pengusaha dengan kekuatan finansialnya tentu berupaya menekan bupati, walikota, atau gubernur dalam rangka meminimalkan kenaikan UMK. Kekuatan finansial yang saya maksud bukanlah menyediakan sejumlah uang untuk menyogok para kepala daerah, melainkan menghitung nilai investasi yang dapat memengaruhi penurunan pemasukan daerah. Sementara di sisi buruh, menurunkan massa dapat dipastikan menjadi satu-satunya kekuatan dan cara untuk menekan kepala daerah.