Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen Pilihan

Saya, Husin dan Badrul

5 Mei 2014   05:38 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:52 42 0
Husin dan Badrul adalah temanku sejak kecil. Sampai tamat SMA, saya berteman akrab. Kami hidup bertetangga di kampung. Kondisi kehidupan kami tidak jauh berbeda, hampir sama. Setiap pagi pergi ke sekolah juga selalu bersama: tanpa uang jajan, tanpa buku cetak dan hanya berjalan kaki. Perjalanan lebih kurang 2 KM dari rumah ke sekolah dijalani tanpa kendaraan. Semua kami lakukan karena keterpaksaan, bukan pilihan. Ya, kami terpaksa pergi ke sekolah tanpa uang jajan dan tanpa kendaraan serta belajar tanpa buku pegangan.

Pekerjaan orang tua kami juga sama. Pagi hari menakik getah yang hanya cukup untuk belanja sehari-hari. Kemudian sore harinya bekerja di kebun menanam sayur untuk belanja keperluan lain dan sedikit simpanan. Simpanan untuk persiapan ketika datang musim penghujan. Karena saat musim penghujan, kerja menoreh getah tidak bisa dibuat, maka hasil kebun dan sedikit simpanan itulah yang digunakan untuk menopang belanja kebutuhan sehari-hari.

Liburan sekolah adalah saat yang sangat ditunggu. Karena ketika itulah kami bisa beristirahat dan bermain-main sepuasnya. Tetapi kami tidak hanya beristirahat dan bermain saja. Waktu libur sekolah, kami juga membantu orang tua masing-masing menakik getah di kebun karet pada pagi hari dan bekerja di kebun sayur pada sore hari. Dengan keikutsertaan kami, pekerjaan lebih cepat selesai. Kira-kira pukul 09.00 pagi, kami sudah pulang dari kebun getah. Sedangkan sore hari sekitar jam 16.30 kami sudah pulang ke rumah.

Setelah pulang dari membantu orangtua, barulah waktu akan kami habiskan dengan bermain. Beragam permainan kami lalui bersama dengan Husin dan Badrul. Diantara kegiatan bermain, yang sangat menyenangkan adalah pergi ke hutan. Di hutan kami biasanya mencari burung untuk ditangkap. Alat yang digunakan hanyalah jerat dan ketapel buatan sendiri. Di samping itu kami juga memancing dan menangkap ikan di sungai. Alat yang digunakan adalah pancing dan lukah buatan sendiri juga.

Apa yang kami lakukan sambil bermain di hutan dan di sungai, terkadang tidak mendapatkan hasil sesikitpun. Tetapi pernah juga kami mendapat hasil yang sangat banyak. Kalau hasil yang didapat banyak, kami bisa menjualnya di pasar. Di kota ada pasar burung yang membeli dan menjual segala jenis burung dan ada juga pasar ikan yang menjual dan membeli segala jenis ikan. Dari hasil penjualan burung dan ikan itulah kami dapat menikmati enaknya jajan di sekolah.

Barulah setelah menamatkan SMA, kami tidak lagi bersama. Saya tetap tinggal di kampung, melanjutkan kuliyah di sekolah tinggi di ibu kota kabupaten. Sedangkan Husin dan Badrul ingin merubah nasib dengan pergi ke luar negeri, menjadi TKI di negeri jiran Malaysia. Semenjak itu kami hanya bertemu setahun sekali, saat lebaran Idul Fitri.

Ketika keduanya pulang kampung untuk berhari raya, setelah setahun di Malaysia, suasana keduanya agak berbeda. Husin berhari raya dengan membeli sepeda motor baru dan perabotan rumah yang serba baru. Keberhasilannya bekerja selama setahun di negeri jiran terlihat sangat memuaskan. Sedangkan si Badrul tidak menampakkan perubahan, tetap biasa saja. Tanpa sepeda motor dan perabotan rumah sebagaimana Husin.

Semasa libur hari raya di kampung, Badrul menyibukkan diri untuk mengikuti kursus di Ibukota kabupaten. Sama sekali tidak menampakkan perubahan, apalagi kegembiraan. Semuanya masih seperti ketika ia meninggalkan kampung setahun yang lalu. Jangankan bersenang-senang seperti Husin, Badrul malahan disibukan belajar dari pagi sampai petang, bahkan malam.

Sementara saya yang hanya berdiam di kampung, tentulah tidak berubah seperti Husin dan Badrul. Dengan Husin sempatlah saya beberapa kali bertemu bual, kadang di rumahnya, kadang di rumah saya, dan kadang di kedai kopi cik Milah. Sedangkan dengan Badrul saya hanya sekali bertemu, yaitu ketika mengikuti rombongan hari raya bersama-sama juga dengan Husin.

Di pertengahan bulan syawal masa cuti pulang kampung sudah habis. Keduanya berangkat lagi ke Malaysia untuk bekerja mengais rezeki. Tentulah kami tidak dapat lagi bersama seperti dulu. Masing-masing kami sudah dibebani oleh berbagai kesibukan. Dan jarak yang telah memisahkan kami menjadi penyebab kebersamaan itu tidak dapat diulangi. Kebersamaan masa kanak-kanak telah menjadi masa lalu, hanya tinggal kenangan.

Saya mulai kembali aktif kuliyah seperti hari biasanya. Berbagai aktifitas di kampus membawa suasana menyenangkan dan terkadang juga membosankan. Begitulah hakikat kehidupan. Ada siang ada malam. Pergantian waktu itulah yang memperjalankan semua kehidupan, termasuk juga kehidupanku sebagai seorang mahasiswa. Seiring berjalannya waktu, maka sudah dua tahun saya menjalani hidup sebagai mahasiswa.

Ramadlan hampir sampai di penghujung, berarti lebaran tidak berapa hari lagi. Saya sudah mulai libur kuliyah. Begitupun Husin dan Badrul sudah pulang ke rumah di kampung untuk berhari raya setelah dua tahun bekerja di Malaysia.

Pada kepulangan kali kedua untuk berhari raya dari perantauan, antara dua sahabatku ini, Husin dan Badrul, terjadi perubahan yang sangat mencolok pada Badrul. Ketika itu dia pulang berhari raya dengan menyewa mobil selama sebulan. Hanya satu minggu di kampung, kemudian ia pergi ke ibukota propinsi selama tiga minggu. Sedangkan Husin seperti setahun sebelumnya juga: membeli sepeda motor baru dan menghabiskan waktu selama setengah bulan di kampung.

Ketika itu kami tidak sempat berbincang berlama-lama. Karena Badrul menghabiskan waktunya di ibu kota propinsi. Sedangkan Husin sudah memiliki makwa (sebutan untuk calon isteri di kampungku). Keduanya sibuk dengan urusan mereka dan akupun juga tidak jauh berbeda. Karena harus mempersiapkan kuliyah kerja lapangan atau magang dan dilanjutkan Kuliyah Kerja Nyata.

Sehabis masa libur lebaran, keduanya berangkat kembali ke Malaysia. Saya menyibukkan diri pula di bangku kuliyah di tahun ketiga, diawali dengan magang dan KKN.

=========

Setelah menjalani Kegiatan magang, kuliyah terasa ringan dan waktu tiga tahun terasa sangat sebentar. Sambil magang dan KKN, saya berangsur-angsur mempersiapkan bahan untuk menulis skripsi. Target: semester tujuh aku sudah dapat ujian munaqsah. Artinya dengan waktu tiga setengan tahun aku sudah selesai kuliyah dan menjadi sarjana.

Alhamdulillah semua yang direncanakan tidak meleset. Sayapun diwisuda sebagai sarjana dan tidak lama setelah itu aku dapat bekerja sebagai tenaga honorer di sebuah instansi pemerintah. Semua ini memang telah menjadi cita-citaku sejak kecil. Begitu juga harapan keluarga di kampung. Ada kebahagiaan sendiri atas pencapaian yang telah kuraih.

===========

Tibalah saatnya kembali berhari raya. Semua teman dan sahabat yang di rantauan semua pulang ke kampung halaman. Saat ini aku akan dapat kembali berkumpul dengan teman sepermainan. Siapa lagi kalau bukan Husin dan Badrul. Ada kesombongan yang ingin kusampaikan. Aku sudah sarjana dan bekerja di sebuah Instansi Pemerintah sebagai tenaga honorer. Walaupun tidak seberapa besar gaji yang aku terima, tetapi aku telah mendapatkan gaji secara rutin setiap awal bulan. Kepastian gaji inilah yang sangat tinggi nilainya bagiku dan tentunya kebanyakan orang Indonesia. Terbukti dengan banyaknya pelamar pegawai setiap tahunnya.

Saat yang dinantikan telah tiba. Hari raya yang ditunggu telah menjelma. Dalam gegap gempita suara takbir di tahun ini aku sudah dapat menikmati lebaran dengan sempurna sesuai harapanku. Pakaian serba baru dan sepeda motor baru. Semua kudapatkan dengan menggadaikan SK di Bank, sebagai jaminan hutang.

Di malam takbir, aku berjalan ke kota untuk menyaksilan takbir keliling dan melihat-lihat lampu colok yang di pasang sepanjang jalan. Indah singguh terasa lebaran di tahun ini.

Setelah cukup berkeliling kampung dan kota di malam takbir, kusempatkan berkunjung ke rumah Husin. Ternyata ia tidak pulang lebaran. Katanya ia baru pulang setelah lebaran Haji nanti. Di syawal ini dia bekerja lebih keras untuk mendapatkan lebih banyak uang guna persiapan perkawinannya yang akan dilaksanakan setelah hari raya Haji. Begitulah cerita kedua orang tuanya saat aku berkunjung ke rumahnya. Ya, begitulah cita-cita Husin. Ia ingin menikahi gadis yang sudah dipinangnya setahun yang lalu dan akan dinikahi tahun ini.

Karena Husin tidak ada, aku melanjutkan menyambangi rumah Badrul. Kondisinya sama, ia juga belum pulang. Kedua orang tuanya menceritakan yang Badrul tidak lagi bekerja di Malaysia, melainkan di Singapore. Di perusahaannya tempat bekerja tidak memberi cuti lebaran. Dan kemungkinan hanya tahun ini saja dia bekerja di luar negeri. Sehabis kontraknya selama setahun dia akan pulang ke kampung dan tidak lagi bekerja di sana. Kemunkinan pulangnya juga setelah hari raya Haji nanti.

Tidak lama setelah lebaran Idul Fitri, pemerintah mengadakan test penerimaan calon pegawai negeri sipil di lingkungan Pemerintah Daerah. Saya salah seorang yang mengikuti test tersebut. Dan, Alhamdulillah harapan untuk menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) terwujud dengan dikeluarkan pengumuman kelulusan yang mencantumkan nomor pendaftaranku. Sudah sempurnalah semua harapan dan cita citaku, juga ayah dan ibuku.

Pada hari raya haji saya sudah menyandang status PNS, bukan lagi tenaga honorer. Saya merasa sangat beruntung dan ingatanku kepada Husin dan Badrul, teman sepermainan ketika kecil semakin menggunung. Ingin kumeriahkan keberhasilanku bersama kedua sahabat karibku yang sudah lama tidak bertemu.

===========

Saat yang dinantikanpun tiba. Setelah hari raya Haji Husin dan Badrul pulang ke kampung. Saya, Husin dan Badrul dapat berkumpul bersenda gurau bersama. Kami berkumpul di rumah Husin, karena Ia sedang mempersiapkan hantar belanja untuk hari perkawinannya. Badrul sepertinya juga sudah berancang-ancang untuk mencari pendamping bagi hidupnya. Maka saya mulai juga berfikir untuk hal yang sama, menikah.

Dalam pertemuan kembali setelah sekian lama tidak bertemu. Ada sesuatu yang sangat berbeda di antara kami bertiga. Saya dan Husin tidak jauh berbeda. Yang membedakan hanyalah tempat kerja: Husin di negeri jiran Malaysia, sedangkan aku hanya di kampung saja. Gaya hidup kami berdua sama: sepeda motor. Yang paling berbeda adalah Badrul. Ia datang mengendarai kendaraan roda empat keluaran terbaru. Sebagai seorang sahabat karib, Badrul mempersiapkan mobil barunya untuk menghantarkan perlengkapan belanja Husin dan menghantar pengantin ketika hari pernikahan Husin.

Kebersamaan kembali kami setelah tiga tahun lebih, benar-benar menggembirakan dan mengharukan. Kegembiraan karena kebersamaan. Sedangkan keharuan karena perbedaan. Saya dan Husin jauh tertinggal. Badrul sudah jauh melangkah di hadapan kami berdua. Mobil baru yang dikendarainya tidak mungkin dapat kumiliki seumur hidupku sebagai PNS. Husin juga menyampaikan pendapat yang sama, katanya, "berfikir untuk itupun tidak mampu, apalagi memilikinya."

Kamipun bertanya kepada Badrul perihal keberhasilannya. Dengan senang hati iapun bercerita. bahwa ketika pulang di tahun pertama kerja di Malaysia, dia mengambil kursus singkat bahasa inggris dan akutansi. Kebetulan pula setelah kembali ke perusahaan, majikannya mendapat tamu orang kulit putih yang ingin bekerjasama dengan perusahaan. Majikan kurang berkemampuan untuk berbahasa inggris, maka dimintalah karyawan yang bisa bercakap dengan orang putih untuk menghadap. Semenjak itu sayapun selalu diajak oleh majikan untuk mendampinginya pergi.

Tidak lama setelah itu, perusahaan terus berkembang pesat. Konsekwensi dari itu dbutuhkan pula tenaga keuangan yang dapat membuat laporan pembukuan. Karena ia juga memiliki kemampuan di bidang itu, maka ia menawarkan diri untuk mengisi jabatan yang ada. "Majikan memberi saya kesempatan percobaan selama sebulan." kata Badrul. "Ketika itu saya katakan, "selama dua bulan saya siap tidak digaji, seandainya pekerjaan saya tidak benar."" Badrul menegaskan akan kemampuannya. "Majikan setuju. Sayapun membuktikan kemampuan saya di bidang keuangan."

Cerita Badrul selanjutnya:

"Setelah satu tahun bekerja di bidang keuangan, saya mendapatkan cuti hari raya untuk pulang kampung. Kepulangan kedua setelah dua tahun di Malaysia. Ketika itu saya menyempatkan diri untuk kursus management bisnis dan leadership di ibukota Provinsi. Itulah sebabnya saya tidak lama di rumah ketika itu. Kebetulan pula perusahaan mendapat investor baru yang siap mengembangkan perusahaan itu ke luar negeri, yakni Singapore. Ketika perusahaan membutuhkan pimpinan untuk memanage usahanya di Singapore tersebut, maka saya kembali menawarkan diri dan siap tidak dibayar selama tiga bulan seandainya perusahaan yang saya pimpin itu tidak berhasil. Alhamdulillah, baru dua bulan berjalan, perusahaan dapat berkembang dengan baik dan memperoleh profit melebihi target. Itulah perjalanan hidup saya selama bekerja di negeri jiran tersebut." Badrul mengakhiri cerita perjalanan suksesnya.

Saya dan Husin termenung mendengar cerita Badrul. Dalam hati saya berjanji, "Saya harus belajar lagi untuk mendapatkan kesuksesan yang lebih tinggi." Belajar tidak harus di bangku kuliyah. Badrul tidak pernah duduk di bangku kuliyah, tetapi dia sangat sukses karena mahu terus belajar.

Husin yang satu perjuangan ketika berangkat ke Malaysia untuk mendapatkan penghidupan lebih baik akhirnya juga berjanji di hadapan kami, "Mulai sekarang ini saya akan belajar dengan Badrul dan ikut bekerja dengan badrul. Karena untuk menjadi orang sukses kita harus meniru gaya orang sukses. Di antara kita bertiga Badrul paling sukses, maka dialah yang harus kita ikuti."

Saya hanya diam membenarkan ucapan Husin. Tetapi saya tidak berani untuk itu. PNS adalah jalan yang sudah kupilih dan akan kuteruskan. Walaupun saya tidak mungkin berkelimpahan seperti Badrul, tetapi tidaklah akan kekurangan. Kalau saya mahu mengisi hidup ini dengan terus belajar, pastilah terjadi perubahan ke arah yang lebih baik.

Di rumah Husin ini, kami kembali menemukan keakraban seperti masa kanak-kanak dahulu. Walaupun masa itu tinggal kenangan, tetapi semangat kebersamaan tidak pernah pudar.

Bengkalis, 2 Mei 2014

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun