Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Email Komisi VIII DPR

10 Mei 2011   03:35 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:53 372 0
Di saat mahasiswa di dalam negeri tenang-tenang saja menyikapi isu studi banding DPR, mahasiswa di luar negeri yang tergabung dalam Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) berusaha mengawal dan mengkritisi isu tersebut.

Memang, PPI yang menyoroti isu studi banding DPR ke luar negeri bukan kali ini saja. Sebelumnya, pada bulan Juli 2005, PPI Belanda menyikapi studi banding Komisi V DPR dengan membuntuti dan melakukan aksi paparazzi. Mereka berhasil mendapatkan foto-foto anggota DPR yang menenteng tas bermerek GUCCI dan BALLY di sebuah hotel di Belanda. Mereka pun menyiarkan foto-foto itu melalui Internet dan diliput media, meski tak semeriah sekarang.

Bulan Oktober 2008, ketika penulis menjabat sebagai Sekretaris Jenderal PPI Belanda, menyerukan untuk menolak dan memboikot kunjungan anggota DPR ke Belanda karena DPR tidak memiliki sense of crisis di tengah kemiskinan dan hutang Indonesia yang masih banyak, sehingga seharusnya keuangan negara digunakan secara hemat, tepat guna dan berdaya guna. Meski berkali-kali dikritik, ritual studi banding DPR ini tetap berjalan, hingga kini. Seperti kata pepatah: Anjing menggonggong, kafilah tetap berlalu!

Email Komisi VIII di Youtube

Tahun 2011, PPI Australia kembali merespon isu studi DPR dengan membuat pernyataan, menyampaikan evaluasi dan rekomendasi, serta berdialog dengan Komisi VIII yang sedang melakukan studi ke sana. Menariknya, pasca dialog di KJRI Melbourne, muncul video sindiran di Youtube yang mencuatkan isu tentang email fiktif komisi8@yahoo.com.

Di situ digambarkan, menjelang akhir dialog, seorang mahasiswa menanyakan alamat email Komisi VIII DPR untuk menyampaikan pertanyaan atau komentar yang belum bisa disampaikan karena keterbatasan waktu. Namun, tak seorang pun anggota DPR dari Komisi VIII yang tahu. Akhirnya, seorang staf menyebutkan alamat email ‘komisi delapan at yahoo dot com’, yang ternyata palsu. Video ini cepat menyebar dan menjadi bahan olok-olok di sejumlah situs jejaring social disorot oleh media nasional. Media online dan televisi berita mengangkat isu ini dalam liputan dan acara talkshow.

Dari peristiwa ini kita melihat bagaimana Internet, khususnya Youtube, begitu kuat pengaruhnya. Dengan alat perekam sederhana, seorang mahasiswa Indonesia di Melbourne, mampu menunjukkan kepada dunia bagaimana ‘kualitas’ anggota DPR. Setiap orang bisa dengan mudah menyebarluaskannya, hingga hidung jurnalis pun mampu mengendusnya. Kolaborasi antara jurnalis warga yang mengunggah ke Youtube dan media mainstream menjadikan kasus ini menjadi headline dan menjadi agenda nasional.

Video di Youtube tersebut cukup kuat pengaruhnya, hingga membuat Komisi VIII tak berkutik dan jadi bulan-bulanan masyarakat. Youtube bahkan dianggap sebagai ‘aplikasi pembunuh’ (killer app) (Cornfield and Rainie, 2006). Youtube dianggap ‘mematikan’ dan mampu menggembosi kekuatan elit politik.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun