Alasannya adalah mungkin sebagian orang sudah sangat gerah, terutama yang aktif memantau berita nasional. Sepanjang hari-hari menjelang pilpres, beritanya selalu saja itu-itu. Seolah tak ada permasalahan lain. Mau menghindari, tapi yang ada ya itu terus. Kalau gak baca berita juga tidak enak, gak update.
Apalagi jika beritanya berisi salah satu capres atau tim suksesnya menjelek-jelekkan pihak lain. Seolah dirinya yang paling baik dan menyindir calon lain. Opini terus berkembang hingga muncul anggapan bahwa calon ini baik, yang itu jahat. Yang milih itu salah, maka harus milih yang ini. Mentalitas ini terus tertanam kuat di benak tiap pendukung masing-masing calon. Bahkan kalangan akademisi macam Anies Baswedan-pun ikut terlarut dalam suasana ini. Lawan yang dihadapi Anies juga bukan orang sembarangan, Mahfud MD. Keduanya terlibat adu argumen di sebuah acara TV lantaran membela jagoan masing-masing dan berusaha menjatuhkan pihak lain.
Padahal di luar sana ada petani yang menjerit karena pupuk langka. Ada pelajar-pelajar yang bingung mencari sekolah. Namun masih ditambahai dengan cekcok beda pilihan yang membuat sebagian mengernyitkan dahi, politik oh politik. Politik adalah cara untuk meraih kekuasaan, bukan cara untuk menyelesaikan permasalahan, atau malah menambah permasalahan.