Bekerja sambil belajar di ‘Negeri Kincir Angin’ ini mungkin tak semudah di negara lain seperti Australia, misalnya. Pihak imigrasi negeri ini dengan tegas membatasi seorang ber-visa pelajar untuk bekerja sambilan. Lebih jauh, para pelajar yang ingin ‘nyambi’ bekerja harus menempuh jalur yang lumayan rumit untuk memperoleh ijin bekerja, itupun waktu kerja dibatasi yaitu hanya 10 jam per minggu.
Dalam konteks ini, bekerja illegal bukanlah melakukan pekerjaan yang bersinggungan dengan dunia kriminal, namun illegal disini dimaknai sebagai bekerja tanpa dokumen yang syah yang dikenal sebagai zwarte werken (black work). Para pekerja illegal menjadi fenomena yang merebak di negeri ini. Pasalnya, walaupun illegal, banyak penduduk negeri ini membutuhkan para pekerja ini untuk bekerja di sektor domestik (bersih-bersih rumah, gardening, babysitting dan bekerja serabutan) yang akan sangat mahal jika menggunakan pekerja resmi (legal). Oleh karena itulah para pelajar yang ingin mendapatkan penghasilan tambahan dengan bekerja lebih dari 10 jam per-minggunya kadang menggunakan kesempatan untuk bekerja sebagai pekerja illegal.
Selain itu para pendatang dari berbagai Negara lain (Turki, Maroko, Negara2 arab dan Afrika) juga sering memanfaatkan kesempatan untuk bekerja secara illegal. Bekerja secara illegal beresiko, namun disisi lain mereka para pekerja ini membutuhkan uang untuk biaya hidup dan didukung juga akan adanya kesempatan dari para penduduk pribumi yang membutuhkan untuk membayar pekerjaan itu dengan biaya yang murah. Terjadilah simbiosis mutualisme antar keduanya.
Tak dapat dipungkiri bahwa banyak juga penduduk Indonesia disini yang bekerja sebagai pekerja illegal. Biasanya mereka datang ke negeri ini untuk liburan,mengisi acara / festival dan juga banyak para pelajar yang sudah lulus namun tidak ingin kembali ke Indonesia. Karena tidak adanya dokumen resmi, mereka biasanya bekerja di sektor domestik.
Sebenarnya sejak tahun 2002, para pekerja illegal ini sudah diakui oleh Federatie Nederlandse Vakbeweging / FNV yaitu serikat buruh terbesar di Negeri ini. Sejalan dengan FNV, para pekerja illegal ini memperjuangkan hak-hak mereka yaitu diakui secara sah dan legal oleh pemerintah negeri ini, diberikan hak memiliki tempat tinggal, kesehatan, pendidikan anak dan sebagainya. Gerakan ini dimulai oleh para pekerja dari Philipina, Afrika dan negara Amerika latin. Kelompok ini berkumpul dan kemudian membentuk grup dan mulai memperjuangkan hak mereka. Kelompok ini berani mengambil resiko yaitu dengan melanggar aturan imigrasi negeri ini. Namun disisi lain para penduduk negeri ini membutuhkan mereka untuk bekerja di sektor domestik. Sehingga sekali lagi yang terjadi adalah simbiosis mutalisme.
Kelompok ini kabarnya beberapa waktu yang lalu melakukan silaturahmi antar anggotanya. Hal ini tentunya merupakan angin segar bagi para pekerja yang lain untuk bergabung menyatukan kekuatan dan juga visi misi mereka. Acara tersebut juga digunakan untuk mendengarkan penjelasan lebih lanjut dari organisasi paying mereka yaitu FNV. Selain itu kabarnya organisasi buruh internasional / ILO juga akan mengakui keberadaan para pekerja domestik ini mulai tahun depan. Bagi yang mempunyai informasi lebih lanjut mungkin bisa mengabarkan kepada rekan lain bagaimana hasil pertemuan kelompok ini yang juga sejalan dengan agenda FNV.
Sedikit menyinggung keadaan tanah air tercinta dimana hak hak para pekerja legal saja banyak yang terabaikan (hak mendapat hidup layak, hak libur, hak melahirkan,hak UMR yang layak dsb), kapan negara tercinta kita bisa mengadopsi sitem seperti ini yang notabene bisa melindungi hak hak pekerjanya secara menyeluruh? Kapan ya negara kita bisa seperti ini? Meminjam istilah rekan kompasianers lain yaitu kalau sudah ada lebaran kucing, nah kapan lebaran kucing itu? Setelah lebaran monyet katanya… Semoga…
Nijmegen, November 2010
Mas Pink
*) Tulisan ini menyambung email dari rekan milist yang menginginkan tersebarnya informasi ini sebagai kampanye pekerja illegal. Semoga bermanfaat bagi rekan yang memerlukan dan sarana untuk introspeksi bagi para stakeholders di negara tercinta. Amien.
Gambar: www.collets.co.uk