Berkaitan dengan tulisan Koran Tempo, hari Senin, 11 November 2013 hal 7 yang berjudul “KPK belum sentuh Kasus Gedung DPR” yang menyebutkan Marzuki Alie diduga menerima suap sebesar Rp 250 juta dan tulisan Majalah Tempo Edisi 11-17 November 2013 hal 31 dalam rubrik Opini “Suap Proyek Gedung DPR” yang menyebutkan Marzuki Alie diduga menerima suap sebesar Rp 250 juta. Dengan ini saya menyatakan bahwa pemberitaan tersebut sangat menohok dan membunuh karakter saya baik secara pribadi maupun selaku Ketua Lembaga Negara, apalagi tidak memuat berita yang berimbang setelah klarifikasi oleh wartawan tempo yang mengejar saya sejak saya di Cirebon sampai di Bandung di tengah malam.
Sehubungan dengan itu, saya minta kepada Koran / Majalah Tempo untuk memuat hak jawab saya secara lengkap sebagai berikut :
Sebagai Ketua Lembaga Negara, saya ingin memberi keteladanan yang baik kepada semua jajaran di DPR, oleh karenanya saat pertama memegang jabatan sebagai Ketua DPR, saya mengumpulkan semua eselon I dan II di ruang kerja saya, meminta mereka untuk kerja baik, jangan sampai ada yang disekolahkan oleh KPK. Saya tekankan, tidak ada satupun proyek di DPR yang mengatasnamakan Marzuki Alie, kalau ada yang mengaku saudara atau apa saja tidak usah ragu untuk ditolak. Itulah komitmen saya.
Proyek Gedung DPR dengan nilai Rp.1,8 Triliun, pada dasarnya tinggal ditender saja, karena anggarannya sudah ada termasuk gambar dan rencana konstruksinya, dan itu kewenangan sepenuhnya Sekretaris Jenderal DPR sebagai Pengguna Anggaran.
Sebagai Ketua DPR, walaupun itu kewenangan Sekjen DPR, saya mencari tahu tentang kewajaran nilai Gedung tersebut dengan posisi saya merangkap sebagai Ketua BURT yang berwenang untuk mengawasi Proyek Proyek DPR. Akhirnya saya meyakini bahwa nilai gedung itu sangat tidak pantas dan tidak wajar.
Kemudian saya memanggil Sekjen DPR, Ibu Nining dengan Ka.Biro Harbangin sdr.Mardian, saya minta agar dievaluasi kembali dan diturunkan nilainya semaksimal mungkin. Kemudian dilaporkan, turun menjadi Rp.1,5 Triliun. Harga inipun saya hitung masih terlalu mahal, tapi sdr Mardian tidak bisa menjelaskan kenapa.
Saya minta data ke Sekjen, Curriculum Vitae sdr Mardian, ternyata ybs lulusan administrasi Negara, wajar saja tidak mengerti apa-apa. Saya minta ke Sekjen agar ybs dipindahkan dan ditempatkan pada posisi yang sesuai dengan pendidikannya. Karena tidak ada yang kompeten dari internal untuk mengisi Jabatan Biro Harbangin, maka saya hubungi Menteri PU Joko Kirmanto agar membantu DPR dengan mengirimkan staf teknisnya setingkat eselon II, punya idealisme dan mau kerja baik. Pak Joko Kirmanto mengirim staf bernama Sumirat. Saat menghadap saya didampingi Sekjen, saya minta agar sdr Sumirat bekerja baik, tidak neko neko sebagai orang yang dipercaya Menteri PU. Selanjutnya saya minta sdr Sumirat menghitung kembali remcana biaya bangunan gedung tersebut, dilaporkan bisa turun menjadi Rp.1,1 Triliun
Saat rapat BURT, saya meminta agar proyek Gedung DPR ini ditunda dan disosialisasikan lagi ke publik. Wakil Ketua BURT komplain dengan saya, bahwa mereka sudah rapat berkali kali, saya tidak bisa seenaknya memutuskan untuk menunda, BURT itu kolektif kolegial bukan otoritas Ketua BURT. Saya jawab, silahkan saja ke Sekjen, tapi saya perintahkan Sekjen tetap sosialisasi. Saat sosialisasi itulah respons publik yang marah dan itu menjadi alasan untuk menunda pelaksanaan tender.
Saya lupa waktunya, saat tender proyek itu tertunda, datang salah satu Fraksi ke saya memprovokasi kesempatan bagi saya selaku Ketua DPR apabila Gedung DPR selesai dibangun, maka tandatangan Marzuki Alie akan terpampang sepanjang sejarah di gedung DPR baru itu. Saya mengerti maksud fraksi tersebut dan saya senyum senyum saja.
Selanjutnya datang lagi satu Fraksi lainnya dengan membawa USD 50 ribu dalam map (saya tidak melihatnya), protes mereka terima terlalu kecil padahal mereka akan hajatan nasional, infonya atas perintah saya. Saya tanya info itu dari mana. Disebutkan dari salah satu wakil Ketua BURT.
Saya panggil wakil Ketua BURT itu, saya maki maki dan saya minta diclearkan bahwa saya tidak ada kaitan apapun dengan itu, Kalau mau nyolong jangan bawa2 nama orang lain. Kalau tidak saya akan buka, walaupun saya tidak memegang buktinya, karena USD 50 ribu itu dibawa kembali fraksi tersebut.
Sebelumnya saya juga mengumpulkan semua BUMN karya yang sudah mendaftar menjadi peserta tender, di ruangan saya di DPR, termasuk sdr Bagus dari Adhikarya. Saya menasihati untuk kerja baik, tidak mark-up, karena BUMN Karya milik Pemerintah dan yang dikerjakan proyek Pemerintah. Dari nuansa pertemuan tersebut, saya berkesimpulan sdh ada schenario untuk memenangkan BUMN tertentu,
Dengan data itu semua, saya telpon Menteri BUMN Mustafa Abubakar, untuk memecat Direksi BUMN yang bagi bagi duit tersebut, tapi Menteri BUMN justru menugaskan Direksi tersebut dengan didampingi Deputi Konstruksi Kementerian BUMN untuk bertemu saya. Karena saya tidak ada kepentingannya, maka saya tidak pernah mau ketemu dengan utusan Menteri BUMN tersebut.
Saya juga Lupa waktunya, pernah datang mengenalkan diri sebagai sahabat dekat AU sdr.Machfud Suroso, terakhir saat kasus Hambalang saya baru mengetahui sebagai Dirut PT.Dutasari, tapi pertemuan tersebut tidak membicarakan Gedung DPR, hanya menceritakan kedekatannya dengan AU, lebih dekat dari Nazaruddin.
Pertemuan dengan BUMN karya tersebut hanya satu kali saja di Ruang rapat saya, tidak ada pertemuan khusus di luar itu, apalagi ketemu khusus dengan Adhikarya, seperti berita majalah Tempo.
Setelah Menteri BUMN digantikan Dachlan Iskan, saya ingkatkan Dachlan Iskan tentang sdr Bagus yang sebelumnya Kepala Divisi yang diangkat menjadi Direktur, bahwa orang tersebut bermasalah. agar orang tersebut dipecat, alhamdulillah Akhirnya ybs menjadi tersangka kasus Hambalang.
Laporan sdr Sumirat terakhir, biaya proyek bisa ditekan lagi di bawah Rp.1 Triliun. untuk itu kemudian kami BURT memanggil Menteri PU Joko Kirmanto, mempertanyakan tanggung jawab staf Tehnis yang diperbantukan di perencanaan Proyek tersebut, bagaimana mungkin proyek Rp.1,8 Triliun bisa turun sampai di bawah Rp.1 Triliun.
itulah kronologisnya, saya pasang badan berhadapan dengan beberapa teman BURT, digebuki rakyat karena dianggap ngotot mau bangun Gedung Baru, padahal saya memerlukan dukungan penolakan tersebut untuk menunda dan menekan biaya proyek Gedung DPR, saat ini dihadapan dengan berita Tempo yang sangat menyakitkan. Saya yakin, catatan nama saya menerima Rp.250 juta itu tidak salah, tapi siapa yang menjual nama saya itu yang harus diungkap. Dari cerita di atas saja, jelas ada yang menjual nama saya. Saya melakukan ini semua, demi idealisme yang diajarkan Bapak saya untuk menjaga martabat keluarga, tapi harus berani walaupun kita berkorban untuk itu, itulah nama Ali yang ditambahkan di nama Marzuki.
Akhirnya, saya melaporkan semua kejadian ini di Rapim dan sepakat proyek ini dibatalkan.
Semoga Allah menguatkan mental saya menghadapi suasana yang tidak sehat saat ini, kepada yang mefitnah diampuni dosanya.
Mohon Koran / Majalah Tempo untuk menuliskan tulisan ini sebagai bentuk tanggung jawab media membangun Bangsa ini.
NOTES : Hak Jawab ini tidak dimuat secara lengkap oleh Koran dan Majalah Tempo, makanya saya muat di Kompasiana, agar masyarakat luas memahami situasi sebenarnya dan busa menilai kualitas tempo dalam membuat berita.
Terkait adanya desakan untuk membuka nama fraksi dan sebagainya serta melaporkan kepada KPK, saya ingin menyampaikan bahwa KPK sudah mempunyai semua data tersebut dan sedang dalam proses penyidikan. Tks MA Indonesia Bermartabat.