Dimasa sulit yang sekarang dihadapi bangsa ini. Ketahanan pangan merupakan sesuatu yang perlu terus dibangun. Bahkan untuk negeri yang notabene negara agraris. Ternyata ketahanan pangannya masih rapuh. Meski mindset kebijakan pemerintah yang hobi impor turut berpengaruh pada rapuhnya ketahanan pangan. Namun rapuhnya juga jelas tak bisa dipisahkan dari manajemen ketahanan pangan itu sendiri.
Salah satu contoh upaya membangun ketahanan pangan terbaik, dan banyak dicontoh dari masa ke masa. Mungkin juga bisa dicontoh di masa depan adalah membangun ketahanan pangan ala nabi Yusuf.
Dalam Alquran dicontohkan bagaimana Nabi Yusuf  membangun ketahanan pangan.
"Yusuf, wahai orang yang sangat dipercaya! Terangkanlah kepada kami (takwil mimpi) tentang tujuh ekor sapi betina yang gemuk yang dimakan oleh tujuh (ekor sapi betina) yang kurus, tujuh tangkai (gandum) yang hijau dan (tujuh tangkai) lainnya yang kering agar aku kembali kepada orang-orang itu, agar mereka mengetahui." Â (QS. Yusuf : 46)
Menurut penulis tafsir at-Tahrir wa at-Tanwir, Ibn 'Asyur, manajemen katahanan pangan ala Nabi Yusuf As tersebut perlu diwujudkan dengan memahami simbol-simbol ketahanan pangan.
"Sapi yang gemuk merupakan simbol orientasi produksi pangan dengan mengoptimalkan produksi lahan pertanian. Tangkai gandum yang hijau adalah simbol tata pembenihan, penyuburan dan produksi pangan untuk mencukupi kebutuhan pokok setiap masa tanam. Sapi yang kurus melambangkan pentingnya mengantisipasi masa paceklik dan krisis pangan di masa mendatang."
Setidaknya ada lima prinsip pokok tentang ketahanan pangan yang digagas dan diterapkan oleh Nabi Yusuf AS yang pernah dijalankan di masa yang panjang dari peradaban Islam, yang tetap relevan hingga masa-masa mendatang.
Pertama, optimalisasi produksi, yaitu mengoptimalkan seluruh potensi lahan untuk melakukan usaha pertanian berkelanjutan yang dapat menghasilkan bahan pangan pokok. Di sinilah peran berbagai aplikasi sains dan teknologi, mulai dari mencari lahan yang optimal untuk benih tanaman tertentu, teknik irigasi, pemupukan, penanganan hama hingga pemanenan dan pengolahan pasca panen.
Kedua, adaptasi gaya hidup, agar masyarakat tidak berlebih-lebihan dalam konsumsi pangan. Â Konsumsi berlebihan justru berpotensi merusak kesehatan (wabah obesitas) dan juga meningkatan persoalan limbah. Â Nabi juga mengajarkan agar seorang mukmin baru "makan tatkala lapar, dan berhenti sebelum kekenyangan".
Ketiga, manajemen logistik, dimana masalah pangan beserta yang menyertainya (irigasi, pupuk, anti hama) sepenuhnya dikendalikan oleh pemerintah yaitu dengan memperbanyak cadangan saat produksi berlimpah dan mendistribusikannya secara selektif pada saat ketersediaan mulai berkurang. Â Di sini teknologi pasca panen menjadi penting.
Keempat, prediksi iklim, yaitu analisis kemungkinan terjadinya perubahan iklim dan cuaca ekstrim dengan mempelajari fenomena alam seperti curah hujan, kelembaban udara, penguapan air permukaan serta intesitas sinar matahari yang diterima bumi.
Kelima, mitigasi bencana kerawanan pangan, yaitu antisipasi terhadap kemungkinan kondisi rawan pangan yang disebabkan oleh perubahan drastis kondisi alam dan lingkungan. Â Mitigasi ini berikut tuntunan saling berbagi di masyarakat dalam kondisi sulit seperti itu.
Sebagian ilmuwan pertanian dalam sejarah Islam menuliskan semua prinsip ketahanan pangan itu nyaris dalam satu buku. Di dalamnya, dibahas soal jenis lahan pertanian dan pilihan tanah, pupuk kandang dan pupuk lain, alat pertanian dan karya budidaya, sumur, mata air, saluran irigasi, tanaman, pembibitan, penanaman, pemangkasan, dan pencangkokan buah. Mereka juga membahas soal budidaya serealia, kacang-kacangan, sayuran, bunga, umbi-umbian, dan tanaman untuk parfum. Pun, tentang tumbuhan dan hewan beracun serta pengawetan buah. Â Bahkan tentang fiqih pertanahan dan ahlaq petani.
Negara saat itu menerapkan Islam secara sempurna. Pengurusan urusan masyarakat adalah perkara utama dan penting, termasuk dalam masalah ketahanan pangan. Saat itu Negara mengembangkan iklim yang kondusif bagi penelitian dan pengembangan di bidang pertanian. Banyak laboratorium perpustakaan dan lahan-lahan percobaan dibangun. Para ilmuwan diberi berbagai dukungan yang diperlukan, termasuk dana penelitian, selain penghargaan atas karya mereka. Lalu lahirlah banyak sekali ilmuwan pelopor di bidang pertanian. Misalnya, Abu Zakaria Yahya bin Muhammad Ibn Al-Awwan, tinggal di Sevilla. Ia menulis buku Kitab al-Filahah yang menjelaskan rincian tentang hampir 600 jenis tanaman dan budidaya 50 jenis buah-buahan, hama dan penyakit serta penanggulanganya, teknik mengolah tanah, sifat-sifat tanah, karakteristik dan tanaman yang cocok, juga tentang kompos. Ada pula ahli pertanian dari Damaskus, Riyad ad-Din al-Ghazni al-Amiri (935/1529). Dia menulis sebuah buku tentang pertanian yang terperinci.
Maka ketahanan pangan ini tidak bisa berdiri sendiri. Sistem pemerintahan, politik, bahkan ekonomi turut berpengaruh membentuk ketahanan pangan. Sesungguhnya sistem ketahanan pangan terbaik muncul dari Islam. Hal tersebut dapat terwujud jika Islam diterapkan secara sempurna dalam kehidupan.
Referensi : Tulisan Prof. Dr. Fahmi Amhar (dimuat dalam Tabloid Mediaumat Edisi 223)