Hannah Blyth sepintas hanyalah remaja tanggung berusia 18 tahun dari Cardiff (Inggris) yang sama dengan anak-anak muda seusianya : ceria, jerawatan, gemar berdandan, hafal mantra-mantra sihirnya Harry Potter dan turut menggilai Justin Bieber. Yang sedikit membedakannya, Hannah demikian jatuh cinta kepada dunia langit, kepada bintang-bintang dan titik-titik cahaya yang gemerlap di atas sana. Pergumulannya bahkan tak tanggung-tanggung, di musim panas ini ia mengajukan permohonan untuk bergabung dengan tim astronom amatir Remanzacco. Jangan salah, meski bertajuk astronom amatir, didalamnya ada kampiun seperti Giovanni Sostero dan Ernesto Guido, yang amat besar sumbangannya terhadap perkembangan pengetahuan kontemporer khususnya astronomi asteroid dan komet.
Meski tinggal di Eropa, tim Remanzacco berkesempatan memanfaatkan berbagai instrumen astronomi modern yang berpangkalan di darat pada berbagai penjuru, salah satunya teleskop robotik Haleakala-Faulkes North yang berada di Hawaii (AS). Tugas pengamatan dengan teleskop ini dibebankan kepada Hannah, yang memilih untuk mengamati komet periodik van Ness. Komet van Ness, atau lengkapnya adalah komet 213/P van Ness, ditemukan oleh M.E. van Ness dalam pengamatan di observatorium Lowell, Arizona (AS). Komet ini mengorbit Matahari sekali dalam 6,34 tahun dengan perihelion 2,1 SA dan aphelion 4,7 SA serta inklinasi orbit 10,24 derajat. Dengan kata lain, komet ini beredar di antara orbit Mars dan Jupiter tanpa bersinggungan sama sekali dengan orbit kedua planet tersebut.