Jadi, apakah mudik = pulang ? Jika menilik definisi mudik dan pulang di atas, maka menurut saya iya bisa diartikan mudik sama dengan pulang. Dan menjelang hari raya Lebaran, diksi mudik kian dan semakin kita dengar. Tidak hanya terdengar dari mulut ke mulut tetapi juga mengisi media massa; surat kabar, tv, radio, dan media online.
Melansir berita dari media online, Kementerian Perhubungan memprediksi jumlah pemudik tahun ini mencapai 30 juta orang. Dari jumlah itu, Otoritas Transportasi memperkirakan jumlah pemudik yang menggunakan angkutan umum saat menjelang dan setelah Lebaran tahun ini mencapai 17.393.016 pemudik, naik 4,5% dibandingkan tahun lalu yang hanya 16.643.732 orang.
Jumlah yang tidak sedikit bukan. Hal tersebut karena mudik Lebaran, sudah menjadi semacam tradisi di Indonesia.
Mengutip pelbagai sumber, tradisi mudik tidak hanya ada di Indonesia tetapi juga di sejumlah negara. Sebut saja; di China saat menjelang Imlek atau Tahun Baru China, di India saat menjelang Festival of Lights. Tradisi serupa, juga terjadi Malaysia,Bangladesh, dan Mesir saat menjelang Hari Raya Lebaran, yah seperti yang terjadi di Indonesia.
Begitu besarnya 'pergerakan' orang tentu berimplikasi pada ekonomi. Maka, seperti halnya saat menjelang waktu Pemilu yang dinilai sejumlah pengamat ekonomi dan diperkuat oleh data Badan Pusat Statistik, memberikan implikasi positif terhadap pertumbuhan, musim mudik Lebaran juga dinilai banyak kalangan ikut mendorong pertumbuhan ekonomi.
Terlepas dari dampak positif ke pertumbuhan, mudik pun memiliki dampak dari sisi filosofis. Mudik menyatukan keluarga yang biasanya 'tercerai berai' karena ada anggota keluarga yang merantau.
Di sisi lain saya melihat, mudik atawa pulang, dengan apapun caranya; naik mobil atau motor/travel/bus/kereta/kapal/pesawat, semestinya juga mendorong diri untuk berpulang ke relung diri= hati. Jadi, mari pulang :) pulang ke dalam hati selain tentunya, kembali ke tengah orang terkasih atawa keluarga.