Tubuhnya bak kapas, melayang mengikuti arah angin
, sorot matanya sayu, seakan menyampaikan bahwa ia lelah. Hari berganti bulan berganti tahun ia habiskan dengan lamunan, diamnya kini menjadi kekhawatiran bagiku, sebab tubuhnya dimakan perlahan oleh pikirannya yang berisik. Kala sore menjelang, dia selalu duduk di teras rumah, menatap nanar sinar matahari yang perlahan meredup, dengan bangku kosong di sebelahnya, tempat duduk almarhum. Kadang ku dapati dirinya bergumam sendiri entah apa itu, kadang pula ku dapati dirinya tengah menangis sembari memanggil-manggil nama kekasihnya.Â
KEMBALI KE ARTIKEL