222121049 HKI 4B
Â
Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta, Indonesia
Abstrak:
Buku "Hukum Perceraian untuk Wanita Islam" secara cermat dan komprehensif menguraikan aspek-aspek pokok perceraian dan hukum keluarga dalam konteks agama Islam. Rangkuman ini memberikan gambaran umum tentang proses perceraian, dan akibat perceraian. Tinjauan pernikahan memberikan gambaran menyeluruh tentang prinsip-prinsip dasar yang mengatur hubungan antara pria dan wanita dalam Islam.
 Hukum perceraian bagi wanita Muslim merupakan isu yang kompleks dan sensitif dalam hukum Islam. Buku  ini membahas berbagai aspek yang terkait dengan perceraian, termasuk hak-hak dan kewajiban wanita dalam proses perceraian, prosedur yang harus diikuti, serta faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan perceraian. Penekanan juga diberikan pada konsep kesetaraan gender dalam hukum perkawinan Islam dan upaya-upaya untuk melindungi hak-hak wanita dalam proses ini.
Selain itu, dilema sosial dan psikologis yang sering kali dialami oleh wanita Muslim yang menghadapi perceraian juga dibahas, bersama dengan peran masyarakat dan lembaga keagamaan dalam memberikan dukungan dan perlindungan kepada mereka. Melalui wawasan yang komprehensif, artikel ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang lebih baik tentang hukum perceraian bagi wanita Muslim dan upaya untuk meningkatkan perlindungan dan kesejahteraan mereka dalam konteks ini.
Temuan utama menyoroti bahwa dalam hukum Islam, proses perceraian bagi wanita seringkali lebih rumit daripada bagi pria. Hal ini disebabkan oleh interpretasi yang beragam terhadap hukum keluarga Islam dan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Al-Quran dan hadis. Selain itu, faktor budaya dan sosial juga berperan penting dalam menentukan pengalaman perceraian seorang wanita.
Penelitian ini juga menyoroti perubahan yang terjadi dalam interpretasi dan implementasi hukum perceraian Islam di berbagai konteks geografis dan budaya. Meskipun demikian, masih terdapat tantangan besar dalam memberikan perlindungan yang adil dan setara bagi perempuan dalam proses perceraian.
Kesimpulannya, penelitian ini menekankan perlunya pendekatan yang holistik dan inklusif dalam mengatasi isu perceraian bagi wanita Islam. Langkah-langkah reformasi hukum, pendidikan, dan perubahan budaya menjadi penting untuk mencapai kesetaraan dan keadilan dalam sistem pernikahan Islam.
Kata Kunci: Hukum Keluarga, Pernikahan, Perceraian
 Â
Pendahuluan
Hukum perceraian bagi wanita Muslim merupakan salah satu aspek yang penting dalam hukum Islam yang mempengaruhi kehidupan perempuan Muslim secara signifikan. Dalam konteks ini, perceraian tidak hanya menjadi sebuah proses hukum, tetapi juga mencerminkan aspek sosial, ekonomi, dan psikologis yang mendalam bagi perempuan Muslim.
Dalam Islam, proses perceraian memiliki landasan hukum yang jelas, yang diatur dalam Al-Qur'an dan hadis, serta dilengkapi dengan interpretasi dan penerapan hukum yang beragam oleh ulama dan ahli hukum Islam. Meskipun Islam menganggap pernikahan sebagai institusi yang suci dan dianjurkan untuk dipertahankan, namun ada pengakuan bahwa perceraian dapat menjadi solusi dalam kasus-kasus di mana keutuhan rumah tangga terganggu atau kebahagiaan individu tidak terpenuhi.
Perlu dicatat bahwa dalam hukum Islam, proses perceraian memiliki persyaratan dan prosedur yang ketat, yang dimaksudkan untuk menjamin keadilan dan keberlangsungan keluarga. Bagi wanita Muslim, proses perceraian sering kali melibatkan perjuangan dan tantangan yang unik, terutama dalam hal hak-hak mereka terhadap nafkah, hak asuh anak, dan hak-hak properti.
Selain itu, di berbagai masyarakat Muslim, stigma sosial terhadap perceraian sering kali menimbulkan tekanan tambahan bagi wanita yang mempertimbangkan atau mengalami perceraian. Hal ini dapat menciptakan situasi di mana wanita merasa terjebak dalam hubungan yang tidak sehat atau tidak bahagia karena takut akan konsekuensi sosial dan ekonomi yang mungkin mereka hadapi setelah perceraian.
Oleh karena itu, memahami hukum perceraian bagi wanita Muslim bukan hanya tentang pemahaman terhadap aspek hukumnya saja, tetapi juga tentang pengakuan akan kompleksitas situasi sosial, ekonomi, dan psikologis yang sering kali menyertainya. Dengan pemahaman yang mendalam tentang hal ini, kita dapat memastikan bahwa perempuan Muslim mendapatkan perlindungan hukum dan dukungan yang layak dalam menghadapi proses perceraian, serta mendorong pembaharuan dalam pandangan sosial terhadap perceraian dalam masyarakat Muslim.
Perceraian dalam Ruang Lingkup Islam
Jika seorang suami mengucapkan kata "cerai terhadap istrinya, maka sebenarnya itu sudah termasuk dalam proses bercerai menurut Islam. Dan untuk dapat kembali berhubungan badan haruslah ada proses rujuk. Dan dalam Islam, talak atau cerai yang diperbolehkan untuk rujuk hanya dua kali. Proses perceraian dalam Islam itu diperbolehkan ketika memang pernikahan yang ada sudah tidak lagi barakah, bukan perceraian yang dilandaskan dengan nafsu dan ego diri. Contoh perceraian yang tidak pada tempatnya yaitu, seorang suami yang menceraikan istri hanya karena ingin menikah lagi. Atau seorang istri minta cerai kepada suami karena ada gosip suaminya itu berselingkuh tanpa ada pengusutan yang lebih lanjut. Fenomena tersebut sedikit banyak akan dapat mempengaruhi kita sebagai orang yang belum menikah. Salah satu pengaruh yang negatif itu ialah munculnya ketakutan untuk menikah. Kita akan takut jika nantinya pernikahan kita akan menjadi seperti itu. Pengaruh yang negatif lainnya yaitu justru dapat memungkinkan kita tidak terlalu serius dalam menjalani ikatan pernikahan. Sedangkan pengaruh yang positif yang mungkin kita dapatkan yaitu kita merasa terpancing untuk mempelajari berbagai penyebab orang yang bercerai. Terlepas dan pengaruh-pengaruh tersebut, fenomena nikah cerai secara pasti akan mengundang komentar dari masyarakat mengenai tentang pribadi kita. Pada dasarnya, perceraian merupakan satu hal yang halal namun sebisa mungkin kita harus hindari. Karena pasti itu tidak akan menjadi tujuan dari pernikahan kita.
Mempersempit Lingkup Perceraian
Islam telah meletakkan sejumlah kaidah (prinsip-prinsip) dan ajaran-ajaran, Di antara prinsip-prinsip tersebut yaitu:
1.Memilih calon suami yang memiliki agama dan akhlak yang baik, dengan hal tersebut la diharapkan agar dapat melaksanakan kewajiban secara sempurna dalam membina keluarga, menunaikan hak istri, mendidik anak, serta mempunyai tanggung jawab dalam menjaga kehormatan keluarga.
2.Melihat calon suami sebelum terlaksana aqad, agar dapat memperoleh kemantapan dan kepuasan hati.
3.Memilih calon suami yang bukan dari golongan orang fasiq, yaitu orang yang rusak agama dan akhlaknya, suka berbuat dosa, dan lain-lain.
4.Disyaratkan bagi pihak pria harus ridha untuk menikah dengan calon istrinya.
5.Mendapat ridha (memperoleh persetujuan) dari kedua belah pihak keluarga, baik yang wajib atau sunnah.
6.Bermusyawarah dengan ibu dari calon pengantin putri.
7.Diwajibkannya untuk mempergauli (bergaul) dengan baik dan melaksanakan hak-hak dan kewajiban antara suami istri.
8.Mendorong suami agar hidup secara realistis.
9.Mengajak para suami untuk berfikir dengan menggunakan akal dan kemaslahatan.
10.Memerintahkan kepada suami untuk menghibur dan menasehati istrinya yang sedang nusyuz dengan bijaksana.
Mengapa Islam Memperbolehkan Talak (cerai).
Tidak setiap perceraian itu dibolehkan dalam Islam, karena ada talak yang dimakruhkan, bahkan diharamkan. Karena dalam hal tersebut dapat merobohkan bangunan rumah tangga yang sangat ditekankan oleh Islam agar kita membina dan membangunnya.
Alasan Hak Cerai di Tangan Lelaki.
"Bahwa sesungguhnya lelaki merupakan sebagian kepala rumah tangga. Pertama kali harus bertanggung jawab dan yang memikul beban di dalam rumah tangganya. Diallah yang harus memberikan mahar dan memberikan kewajiban-kewajiban lain setelahnya. Sehingga dia bisa membangun rumah tangga di atas tanggung jawabnya. Pada umumnya laki-laki lebih mengetahui tentang akibatnya dan lebih banyak bertahan, serta lebih sedikit terpengaruh dibandingkan dengan wanita, sehingga lebih baik jika wewenang itu berada di tangannya.
Hukum Talak Tanpa Sebab.
Pada dasarnya talak merupakan perbuatan yang dihalalkan. Namun, perbuatan tersebut disenangi iblis, karena perceraian dapat memberikan dampak besar yang buruk bagi kehidupan manusia. Terutama yang terkait dengan anak dan keturunan. Oleh karena itu, salah satu diantara dampak yang negatif sihir, Allah SWT telah disebutkan dalam Al Qur'an yaitu memisahkan antara suami dan istri.
Bilangan Talak.
Tiap-tiap orang yang merdeka berhak untuk menalak istrinya dari talak satu sampai talak tiga. Talak satu atau dua masih boleh rujuk (kembali) sebelum habis iddahnya, dan boleh menikah kembali sesudah iddah.
Talak (Perceraian) dalam Islam
Talak (perceraian) menurut perspektif Islam merupakan pekerjaan yang sangat jelek dan buruk dimana sebisa mungkin dijauhkan karena Arsy Allah bergoncang. Untuk mencegah perceraian maka faktor-faktornya sangat diperangi yang sebagian dan itu akan dijelaskan:
1.Salah satu faktor talak yaitu kekecewaan sorang suami terhadap istrinya yang sah dan mencintai serta mengharapkan perempuan asing.
2.Faktor kedua talak (perceraian) merupakan kekecewaan istri dan suami.
3.Faktor ketiga yaitu perilaku dan akhlak yang jelek, pertentangan, dalih, percekcokan dan keras kepala seorang istri atau suami.
4.Faktor yang lain dalam Islam untuk menyelesaikan suatu perbedaan- perbedaan istri dan suami dalam mencegah talak (perceraian) yang diperkirakan yang merupakan topik dalam pembentukan badan pencegah yang terbentuk dari dua orang.
5.Faktor kelima yang dapat mencegah terjadinya perceraian atau menghambatnya yaitu pembayaran mahar.
6.Salah satu faktor lainnya yaitu perlindungan dan penjagaan anak- anak serta penyediaan biaya mereka yang merupakan tanggung jawab suami.
7.Faktor lainnya yaitu hadirnya dua orang saksi yang adil.
8.Setelah talak dengan semua syarat-syarat dan jenjang-jenjang yang dilewati terlaksana, lagi-lagi Islam tidak mengklaim tentang pernikahan sudah berakhir tetapi menentukan masa yang disebut masa 'Iddah.
Hukum dan Macam-macam Talak (Cerai)
*Pengertian Talak (cerai)
Talak yang berasal dari kata ithlak yang berarti melepaskan atau meninggalkan. Dalam istilah agama talak yang berarti melepaskan ikatan pernikahan atau berakhirnya suatu hubungan pernikahan.
*Syarat-syarat Talak
1.Orang yang menjatuhkan talak itu sudah mukallaf, baligh dan berakal sehat. Tidak sah jika talaknya anak kecil, orang gila dan orang-orang yang sedang tidur.
2.Talak itu sebaiknya dilakukan atas kemauan diri sendiri.
3.Talak itu dijatuhkan setelah nikah yang sah, tidaklah ada artinya perempuan yang belum dinikahi diceraikan.
Macam-Macam Talak
1.Talak Raj'i
Talak raj'i adalah talak yang dijatuhkan kepada seorang istri oleh suaminya (talak 1 dan 2) yang belum habis masa iddahnya. Dalam hal ini seorang istri boleh untuk rujuk kepada suaminya kapan saja selama masa iddah istri belum habis.
2.Talak ba'in adalah talak yang dijatuhkan oleh seorang suami kepada istrinya yang telah habis masa iddahnya.
Hukum Talak
Hukum tentang cerai tersebut ulama fiqih berbeda pendapat. Pendapat yang paling benar diantara semua itu adalah yang mengatakan "terlarang" kecuali karena alasan yang benar. Mereka yang berpendapat seperti ini yaitu golongan hanbali dan hanafi. Talak itu ada kalanya wajib, haram, mubah, makruh, dan ada kalanya sunnah.
1.Talak yang hukumnya wajib adalah bagi seorang suami yang meng-ila' istrinya (bersumpah tidak akan menggauli istrinya lebih dari empat bulan) setelah masa penangguhannya selama empat bulan sudah habis, jika ia enggan kembali kepada istrinya. Hakim berwenang untuk memaksanya agar mentalak istrinya pada keadaan ini atau hakim yang menjatuhkan talak tersebut.
2.Talak haram adalah talak tanpa adanya alasan. Talak ini diharamkan karena dapat merugikan suami istri.
3.Talak hukumnya mubah (boleh) adalah ketika suami (berhajat) atau mempunyai alasan untuk menalak istrinya. Seperti karena suami tidak mencintai istrinya, atau karena akhlak dan kelakuan buruk yang ada pada istri sementara suami tidak sanggup untuk bersabak kemudian menceraikannya. Tetapi bersabar lebih baik.
4.Talak sunnah adalah karena istri mengabaikan kewajibannya kepada Allah SWT seperti melaksanakan shalat dan sebagainya.
5.Talak yang hukumnya makruh adalah ketika suami menjatuhkan talak tanpa ada hajat (alasan) yang menuntut terjadinya suatu perceraian. Sedangkan keadaan rumah tangganya berjalan dengan baik.
Hukum Talak (Cerai) saat Hamil dan Nifas
1.Talak saat Hamil, Sebagian orang awam yang beranggapan bahwa talak untuk istri yang sedang hamil itu, tidak sah. Keterangan dari para ulama bahwa talak untuk istri yang sedang hamil yaitu sah.
2.Talak saat Nifas, Para ulama fiqih semua sepakat bahwa ketika diceraikan, perempuan itu harus suci dari haid dan nifas. Dalam hal ini tidak ada perbedaan pendapat. Selama wanita sedang masa haid atau nifas maka ia tidak boleh untuk diceraikan oleh seorang suami yang muslim.
Filosofi Syariat Talak
Dalam syarat-syarat seperti ini, meskipun Islam membenci talak, menganggapnya jalan keluar paling baik dan memperbolehkannya. Pensyariatan hukum talak untuk kasus-kasus seperti ini. Permasalahan lain yaitu tidak adanya keharmonisan akhlak moral. Jika istri dan suami tidak memiliki keserasian moral, mempunyai pemikiran ganda, keduanya angkuh dan keras kepala, siang malam selalu ada percekcokan, pertengkaran, keduanya tidak mendengarkan nasehat dan petunjuk orang. Tidak siap sama sekali untuk memperbaiki dan membetulkan diri mereka. Kehidupan dalam rumah tangga seperti ini sangat sulit dan menyakitkan. Melanjutkan rumah tangga seperti ini tidak menguntungkan istri ataupun suami.Dalam kasus seperti ini, talak merupakan jalan keluar terbaik. Dan Islam memperbolehkannya. Oleh karena itu, talak dalam sebagian kasus merupakan suatu keharusan sosial dan jalan yang terbaik dan tidak dapat dicegah.
Syarat Perceraian dalam Islam
*Pengertian Gugatan Cerai
Gugatan cerai, dalam bahasa Arab disebut dengan Al Khulu Kata Al Khulu' dengan didhammahkan huruf kha'nya dan disukunkan huruf Lam-nya, yang berasal dari kata khulu' al-saubi. Maknanya melepas pakaian. Lalu digunakan untuk istilah wanita yang meminta kepada suaminya untuk melepaskan dirinya dari ikatan sebuah pernikahan yang telah dijelaskan oleh Allah SWT sebagai pakaian. Sedangkan menurut dari pengertian syari'at, para ulama mengatakan dalam banyak defenisi, yang semuanya kembali kepada pengertian, bahwasanya Al Khulu' yaitu terjadinya perpisahan (perceraian) antara sepasang suami istri dengan keridhaan dari keduanya dan dengan pembayaran yang diserahkan oleh istri kepada suaminya. Adapaun Syaikh Al Bassam yang berpendapat, Al Khulu merupakan perceraian suami istri dengan pembayaran yang diambil oleh suami dari istrinya, atau selainnya dengan lafazh yang khusus.
*Syarat Perceraian
1.Nafkah 3 bulan, Suami tidak mampu untuk memberikan nafkah selama tiga bulan secara terus-menerus. Namun yang perlu diingat yaitu bukan besarnya nafkah yang diberikan, tetapi yang lebih diutamakan kepada besarnya tanggung jawab yang harus dilaksanakan.
2.Perselingkuhan, Perselingkuhan yang dilakukan oleh seorang istri atau suami, sehingga dapat menyakiti batin salah satu pasangan. Menyakiti batin atau jasmaniah adalah salah satu syarat sah pengajuan perceraian.
3.Anak, Seorang suami yang melakukan pelantaran terhadap anaknya walaupun sudah diberikan nafkah yang cukup oleh suaminya Pelantaran anak ini bisa mencakup tidak diberikannya makan, minum, pakaian sampai membiarkan anak tumbuh besar tanpa adanya kasih sayang.
4.Membiarkan istri 6 bulan, Membiarkan istri selama 6 bulan lamanya tanpa memberikan nafkah batin atau perhatian walaupun telah diberikan nafkah yang cukup.
5.Meninggalkan istri 2 tahun, Meninggalkan istri selama dua tahun tanpa ada kejelasan nasib dan tanpa ada kabar berita apapun.
6.Kekerasan, Terjadinya kekerasan fisik dalam rumah tangga yang mengakibatkan kelainan ataupun cacat pada istri.
Syarat Berkaitan dengan Orang yang Akan Mentalak (Menceraikan).
1.Pertama : Yang Mentalak yaitu benar-benar suami yang sah.
2.Kedua : Yang mengucapkan talak telah baligh.
3.Ketiga : Yang melakukan talak yaitu berakal.
*Gugat Cerai tanpa Kerelaan Suami.
Gugat cerai pada dasarnya harus dilakukan atas sepengetahuan dan kerelaan suami. Karena pihak yang memberikan kata cerai dalah khulu tidak bisa terjadi. Namun demikian, dalam situasi tertentu hakim di Pengadilan Agama bisa meluluskan gugat cerai tanpa adanya persetujuan atau bahkan tanpa kehadiran suami jika berdasarkan pertimbangan tertentu Hakim menganggap bahwa perceraian itu lebih baik bagi pihak penggugat adalah istri. Contohnya, karena terjadinya konflik yang tidak bisa didamaikan, atau suami tidak bertanggung jawab, terjadi KDRT yang membahayakan istri dan lain sebagainya. Dalam konteks ini, maka hakim bisa menceraikan keduanya bukan dalam akad khulu' tetapi talak biasa.
*Hukum Istri Meminta Khulu' (Gugatan Cerai)
Dari hadits Ibnu 'Abbas yang menunjukkan bahwa istri Tsabit bin Qais meminta khulu' karena membenci fisik suaminya yang jelek sehingga khawatir untuk durhaka terhadap suaminya karena tidak sanggup untuk hidup bersamanya. Oleh karena itu, boleh seorang istri untuk meminta khulu dari suaminya jika ia membenci akhlak, agama (amalan), atau fisik suaminya, serta khawatir tidak mampu untuk menegakkan hak-hak suaminya yang wajib ditunaikannya ketika hidup bersamanya. Al Qadhi membawa nash ucapan al Imam Ahmad ini kepada hukum mustahab (sunnah), karena al Imam Ahmad telah membolehkan khulu' pada beberapa tempat. Yang artinya, boleh meminta khulu', namun harus bersabar lebih baik (utama).
Faktor Penyebab Terjadinya Perceraian
*Sebab-Sebab terjadinya Perceraian.
1.Tidak mengenal keadaan agama, akhlak atau fisik satu dengan yang lain sebelumnya. Sebab terjadinya perceraian yaitu sebagai sepasang suami istri sebelum menikah tidak mengetahui keadaan agama, akhlak dan fisik setiap masing-masing pasangannya.
2.Terkena sihir, Pada sebagian kasus perceraian yang terjadi karena hal ini (sihir), orang yang terkena sihir, sang istri contohnya merasa sempit dadanya jika melihat suaminya, atau melihat suaminya seakan-akan dalam bentuk yang buruk sehingga sang istri menjauhinya sehingga terjadilah ketegangan, kebencian dan kemudian berakhir pada berujung perceraain.
3.Sebagian dari suami tidak menunaikan tanggung jawabnya sebagai seorang suami atau menunaikan hak-hak atas istrinya. Karena merasa ditelantarkan, maka tidak terpenuhi hak-haknya yang mendorong sang istri untuk menuntut cerai dan pada akhirnya tidak sedikit yang berujung pada perceraian.
4.Turut campurnya kedua orang tua, kerabat pada permasalahan-permasalahan yang terjadi di dalam rumah tangga sehingga bisa merusak kehidupan rumah tangganya, baik karena terdorong dari niat yang baik atau niatnya yang buruk.
5.Seorang istri yang membebani atau menuntut suaminya dengan melebihi apa yang disanggupi oleh seorang suami.
*Penyebab Lain Terjadinya Perceraian Suami Istri.
1.Orang ketiga, Terjadinya perselingkuhan dalam pernikahan bisa menghancurkan segalanya, tidak bisa dipungkiri bahwa point tersebut menjadi hal yang paling sering terjadinya perceraian, yaitu karena kehadiran orang ketiga.
2.Penganiayaan, Kekerasan fisik (KDRT atau Kekerasan Dalam Rumah Tangga) adalah hal yang paling sering dijadikan sebagai alasan seseorang untuk mengajukan gugatan perceraian.
3.Tidak memiliki keturunan, Mempunyai anak merupakan dambaan bagi setiap suami istri dalam hidup rumah tangga. Jika salah satu pihak di ketahui tidak dapat memberikan keturunan contohnya si suami atau istri yang mandul dapat memicu salah satu pasangannya dapat mengakhiri dan meninggalkan pasangannya.
4.Masalah Bersenggama, Hasrat untuk berjima' yang tidak terpenuhi dari pasangannya dapat menjadikan penyebab hubungan suami istri tidak harmonis. Selalu menolak untuk berjima karena lelah, tidak bergairah dapat menjadi alasan untuk mencari kepuasan di luar, pada akhirnya berselingkuh, ketahuan, bubar dan bercerai.
5.Kurang Komunikasi, Kesalahpahaman akan menjadi kunci utama terjadinya pertengkaran yang bisa berakibat buruk dalam rumah tangga. Masalah kurangnya komunikasi yang rentan terjadi pada kasus pernikahan campur (dengan warga asing), pernikahan yang beda agama, pernikahan beda kultur.
6.Merasa di Abaikan, Perhatian yang tidak didapatkan dari setiap pasangan dapat membuat jurang pemisah yang semakin lebar, hal inilah yang ditengarai menjadi salah satu faktor yang penting terhadap terjadinya suatu kegagalan dalam hubungan.
7.Perkataan Kasar (intimidasi), Perkataan yang kasar atau tabiat yang kasar saat berbicara yang sering dilontarkan kepada pasangan, sering membuat merasa tidak dihargai oleh pasangannya.
8.Saling curiga, Rasa saling curiga biasanya hadir ketika tidak adanya suatu jalinan komunikasi yang baik antar kedua pasangan, buruknya suatu komunikasi akan dapat memicu berbagai permasalahan di masa yang akan datang.
9.Masalah finansial, jika terjadi ketimpangan pendapatan ekonomi antara suami dan istri, misalnya pendapatan yang diperoleh oleh istri lebih besar, hal ini dapat memicu terjadinya suatu konflik yang berujung pada perceraian.
10.Tidak lagi saling tertarik dengan pasangan, Rasa bosan yang sebenarnya adalah hal yang wajar, tetapi tidak sepantasnya menggunakan alasan seperti itu sebagai pembenaran jika dia telah mengikat janji setia dengan pasangannya. Agar pasangan selalu tertarik, setiap pasangan harus selalu menjaga komunikasi dengan baik, saling memahami.
11.Krisis moral dan akhlak, dapat melalaikan tanggung jawab baik oleh suami ataupun istri, poligami yang tidak sehat, penganiayaan, pelecehan dan keburukan perilaku lainnya yang dilakukan baik oleh suami ataupun istri, misalnya mabuk, berzinah, terlibat tindak kriminal, dan bahkan utang piutang.
12.Pernikahan tanpa cinta, Untuk mengatasi kesulitan akibat dari sebuah pernikahan tanpa cinta, pasangan harus merefleksi diri untuk dapat memahami masalah yang sebenarnya, harus berusaha untuk mencoba menciptakan sebuah kerjasama untuk menghasilkan keputusan yang terbaik.
13.Istri tidak taat lagi kepada suaminya dalam hal-hal yang baik, Diantara kewajiban seorang istri atas suaminya yaitu, sebaiknya seorang istri benar-benar harus menjaga amanah dari suaminya di rumah, baik harta suami dan rahasia-rahasianya.
14.Hubungan yang kurang baik antara seorang istri dengan orang tua suaminya (mertua sang istri).
15.Kondisi rumah tangga yang jauh dari kondisi yang religius serta taat kepada Allah SWT, apalagi jika di dalam rumah itu terdapat berbagai macam sarana yang dapat merusak.
Pengertian dan Hukum Li'an dalam Islam
*Pengertian Li'an.
Kata li'an menurut bahasa berarti alla'nu bainatsnaini fa sha'idan (saling melaknat apa yang terjadi di antara dua orang atau lebih). Sedangkan, menurut istilah syar'i, li'an adalah sumpah dengan redaksi tertentu yang diucapkan oleh seorang suami bahwa istrinya telah berzina atau ia menolak bayi yang lahir dari isterinya sebagai anak kandungnya, dan kemudian sang istri pun bersumpah bahwa tuduhan suaminya yang dituduhkan kepada dirinya itu bohong, diantara definisi yang representatif.
*Kekuatan Hukum Li'an.
Jika suami istri melakukan mula'anah atau li'an, maka berlakukan pada keduanya hukum-hukum sebagai berikut ini:
1.Keduanya harus diceraikan.
2.Keduanya haram ruju' untuk selama-lamanya.
3.Wanita yang bermula'anah memiliki mahar.
4.Anak yang lahir dari istri yang bermula'anah, harus diserahkan kepada sang istri(ibunya)
5.Istri yang bermula'anah berhak menjadi ahli waris anaknya dan begitu sebaliknya.
*Hukum dan Dasar Hokum Li'an.
Dari penjelasan ayat-ayat yang disebutkan diatas bisa disimpulkan bahwa hukum li'an bagi suami yakin atau berat dugaannya akan kebenaran tuduhannya merupakan mubah atau boleh. Tetapi jika suami tidak kuat dugannya atas kebenaran tuduhannya itu, maka hukum li'an itu baginnya ialah haram.
*Tujuan dan Hikmah Hokum.
Adapun tujuan diperbolehkannya li'an tersebut yaitu untuk memberikan kemudahan kepada suami yang yakin akan kebenaran tuduhan zina yang dilakukannya, sedangkan dia secara hukum formal tidak bisa berbuat apa-apa dalam membuktikan kebenarannya. Hikmahnya yaitu melepaskan ancaman dari suami yang yakin akan kebenarannya, hukum formal tidak bisa membantunya.
*Akibat Li'an.
1.Suami yang mengucapkan li'an bebas dari ancaman had qazaf dalam arti tuduhan yang dilemparkan itu dinyatakan benar.
2.Perzinaan yang dituduhkan oleh suami berarti benar terjadi atau ternyata secara hukum istri telah berzina.
3.Hubungan nasab antara suami yang men-li'an dengan anak yang dikandung istrinya itu terputus dan untuk selanjutnya nasab anak dihubungkan kepada ibunya.
4.Istri yang di-lian bebas ancaman had zina, dengan begitu secara hukum dia tidak benar berbuat zina.
5.Perkawinan di antara keduanya putus untuk selamanya.
Alasan-Alasan yang Membolehkan Wanita Cerai
*Alasan-alasan Syar'i Yang Membolehkan Seorang Istri Minta Cerai (Khulu') Dari Suaminya.
1.Suami yang murtad (keluar dari agama Islam dan masuk ke agama lain).
2.Suami yang berbuat kekufuran atau kemusyrikan kepada Allah SWT dengan berbagai macam dan bentuknya.
3.Suami melarang dan menghalangi istri untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban agama.
4.Suami yang memerintahkan dan memaksa istri untuk berbuat dosa dan maksiat kepada Allah SWT.
5.Suami berakidah dan bermanhaj sesat dan menyesatkan dari agama Allah SWT yang lurus dan haq.
6.Suami bersikap kasar dan keras, serta tidak sayang kepada istri, dan akhlaknya buruk.
7.Suami menolak dan berpaling dari agama Islam, tidak mau mempelajarinya, dan tidak taat dan tunduk terhadap aturan- aturannya.
8.Suami tidak mampu memberikan nafkah wajib bagi istri, baik nafkah lahir maupun batin.
9.Istri merasa benci dan sudah tidak nyaman untuk hidup bersama dengan suaminya, bukan karena agama dan akhlak suami yang baik, namun karena khawatir tidak dapat memenuhi hak-haknya.
10.Dan alasan-alasan Lainnya yang syar'i.
*Alasan Kuat yang Membolehkan Wanita Minta Cerai.
Syaikh Ibmu Jibrin menjelaskan beberapa perkara yang membolehkan seorang wanita mengajukan Khulu:
1.Jika seorang wanita membenci karakter akhlak suaminya seperti kasar, temperamen, mudah tersinggung, sering marah- marah, terlalu saklek, kurang bisa menerima kekurangan maka ia boleh untuk mengajukan khulu'.
2.Jika tidak suka dengan tampangnya seperti mempunyai cacat, buruk rupa, kurang pada panca inderanya, maka ia dibolehkan untuk meminta khulu'.
3.Jika ada cacat dalam agamanya seperti suka meninggalkan shalat, meremehkan shalat Jama'ah, tidak puasa Ramadhan tanpa udzur syar'i, atau melakukan perbuatan yang haram seperti zina, mabuk-mabukan, suka nongkrong, maka dibolehkan baginya untuk menuntut khulu'.
4.Jika suami tidak memberikan haknya seperti memberikan nafkah, pakaian, dan kebutuhan pokoknya padahal ia mampu untuk memberikannya, maka istri tersebut boleh untuk mengajukan khulu'.
5.Jika suami tidak dapat menunaikan kewajiban nafkah batin karena mempunyai penyakit kelamin atau tidak adil dalam pembagian jatah giliran. Maka ia boleh untuk mengajukan Khulu.
*Hukum Asal Wanita Meminta Cerai.
"Wanita mana saja yang meminta kepada suaminya untuk dicerai tanpa dalam kondisi yang mendesak maka haram baginya untuk mencium wangi surga."
Dalam hadits ini menunjukkan suatu ancaman yang sangat keras bagi seorang wanita yang meminta perceraian tanpa adanya sebab yang syar'i dan kuat yang membolehkannya untuk meminta cerai adalah haram.
Wanita yang Meminta Cerai tanpa Alasan
Jika ada seorang suami tidak melakukan kewajibannya, atau istri yang sangat membenci kepada suaminya sehingga tidak mungkin lagi untuk membangun rumah tangga bersamanya lagi maka pada saat itu diperbolehkan untuk melakukan khulu Yaitu membatalkan prnikahan, dengan cara, istri yang meminta kepada suami untuk membatalkan pernikahan mereka, dan istri harus mengembalikan maharnya kepada suaminya. Tentunya dalam proses ini lebih baik ditempuh secara resmi, misalnya di KUA. Namun jika tidak ada alasan yang dibenarkan oleh syariat, kemudian seorang istri meminta untuk diceraikan maka tidak diperbolehkan dan bahkan hukumnya haram, seperti misalnya masalah-masalah yang bisa diselesaikan. Dalam hadits, Dari Tsauban la berkata:
"Wanita, siapapun dia, yang meminta untuk cerai dari suaminya tanpa ada sebab yang berat maka haram baginya untuk mencium bau surga".
Masa Iddah dalam Islam
*Pengertian masa Iddah.
Istilah masa 'Iddah yang diambil dari bahasa Arab yang bermakna yaitu perhitungan. Dinamakan demikian karena seseorang menghitung masa suci atau bulan secara umum dalam menentukan masa iddahnya selesai. Menurut istilah para ulama, masa iddah adalah sebutan atau nama dari suatu masa di mana seorang wanita menanti atau menangguhkan perkawinan setelah la ditinggal mati oleh suaminya atau setelah diceraikan baik dengan menunggu kelahiran sang bayinya, atau berakhirnya beberapa quru', atau berakhirnya beberapa bulan yang sudah ditentukan.
*Hikmah 'Iddah.
Para ulama memberikan sebuah keterangan tentang hikmah pensyariatan masa 'iddah, diantaranya yaitu:
1.Untuk memastikan apakah wanita tersebut sedang hamil atau tidak.
2.Syariat Islam telah mensyariatkan masa iddah untuk menghindari ketidakjelasan mengenai garis keturunan yang muncul jika seorang wanita ditekan untuk segera menikah.
3.Masa iddah disyari'atkan agar dapat menunjukkan betapa agung dan mulianya sebuah akad pernikahan.
4.Masa 'iddah disyari'atkan agar kaum pria dan wanita bisa berpikir ulang jika ingin memutuskan tali kekeluargaan, terutama dalam kasus sebuah perceraian.
5.Masa 'iddah disyari'atkan untuk menjaga hak janin yang berupa nafkah dan lainnya jika wanita yang dicerai sedang hamil.
*Aturan-Aturan dalam Iddah.
Masa iddah yang diwajibkan pada semua wanita yang berpisah dari suaminya dengan sebab talak, khulu' (gugat cerai), faskh (penggagalan akad pernikahan) atau ditinggal mati, dengan syarat sang suami telah melakukan hubungan suami istri dengannya atau telah diberikan kesempatan dan kemampuan yang cukup untuk melakukannya. masalah iddah ini bisa dirinci sebagai berikut:
1.Wanita Yang Ditinggal Mati Oleh Suaminya. Wanita yang ditinggal mati oleh suaminya mempunyai dua keadaan :
a.Wanita yang ditinggal mati oleh suaminya ketika sedang hamil. Wanita ini maka masa menunggunya ('iddah) berakhir setelah ia melahirkan bayinya.
b.Wanita tersebut tidak hamil. Jika tidak hamil, maka masa 'iddahnya yaitu empat bulan sepuluh hari.
2.Wanita Yang Diceraikan. Ada dua macam wanita yang di cerai dengan talak raj'i (talak yang dapat rujuk') dan wanita yang ditalak dengan talak b'in (talak tiga). Wanita yang dicerai dengan talak raj'i terbagi menjadi beberapa bagian yaitu:
a.Wanita yang masih haid. Masa iddah wanita seperti ini ialah tiga kali haid.
b.Wanita yang tidak haid, baik karena belum pernah haid atau sudah manopause. Bagi wanita yang seperti ini maka masa 'iddahnya yaitu tiga bulan.
c.Wanita Hamil, Wanita yang sedang hamil jika dicerai mempunyai masa iddah yang berakhir dengan melahirkan.
d.Wanita yang terkena darah istihadhah, Wanita yang terkena darah istihadhah mempunyai masa iddah sama dengan wanita haid.
e.Wanita yang ditalak tiga (talak baa'in), Wanita yang telah di talak sebanyak tiga hanya menunggu sekali haid saja untuk memastikan dia tidak sedang hamil.
3.Wanita Yang Melakukan Gugat Cerai (Khulu'), Wanita yang berpisah dengan sebab gugat cerai, masa 'iddahnya sekali haid.
Akibat Perceraian
Perceraian merupakan hal yang buruk tentunya harus dihindari dalam suatu rumah tangga, karena akibat dari perceraian tidak hanya untuk dirasakan oleh pasangan suami istri, tetapi oleh orang-orang yang ada di sekitar mereka. Dalam sebuah rumah tangga pasti pernah mengalami suatu pertengkaran dan perselisihan dengan pasangannya.
Perselisihan adalah hal yang biasa terjadi antara suami istri, namun pertengkaran dan perselisihan bukan merupakan alasan untuk bercerai. Karena dalam perceraian akan menimbulkan beberapa dampak yang baik terhadap suatu hubungan antara mantan suami istri, keluarga kedua belah pihak maupun terhadap anak-anak.
*Akibat Perceraian bagi Suami dan Istri.
1.Pasangan yang pernah hidup bersama kemudian berpisah, tentu akan menjadi merasa canggung saat bertemu kembali.
2.Kebanyakan pasangan yang bercerai umumnya diawali oleh perselisihan atau permusuhan. Jika hubungan rumah tangga terputus akibat dari permusuhan, dalam hal ini pada umumnya akan sangat merenggangkan silaturahmi di kemudian hari.
3.Tidak hanya diawali dengan permusuhan, pasangan yang awalnya ingin berpisah secara baik-baik bisa menjadi saling tidak suka akibat dari perceraian.
4.Perceraian suami istri yang terkadang dapat menimbulkan trauma bagi pasangan itu sendiri. Kegagalan dalam rumah tangga akan menjadi kenangan yang buruk dan kadang dapat menghambat seseorang untuk kembali menikah dengan orang lain.
5.Masalah dalam perceraian merupakan masalah yang sangat rumit. Dalam hal ini dapat membuat pasangan menjadi stres dan depresi Perasaan yang negatif seperti ini tentu sangat tidak menguntungkan, khususnya dalam hal pergaulan maupun pekerjaan.
*Akibat Perceraian bagi Anak.
1.Korban dari perceraian yang paling menderita yaitu anak. Jika suami istri yang bercerai saat anaknya sudah dewasa, mungkin akibat dari perceraian tidak akan terlalu berpengaruh terhadap si anak.
2.Anak bisa saja membenci orang tuanya, dan hal tersebut tidak jarang terjadi pada keluarga yang bercerai.
3.Kebencian seorang anak terhadap orang tuanya dapat menimbulkan akibat lain, salah satunya yaitu kelianan seksual.
4.Orang tua merupakan contoh bagi si anak. Jika orang tua bercerai, hal ini tentu bukan contoh yang baik. Tetapi, seorang anak bisa saja 'mencontoh' hal ini ketika sudah berumah tangga.
5.Akibat perceraian yang lain yaitu si anak dapat sangat tertekan, stres, atau depresi. Perasaan tertekan seperti ini dapat membuat si anak menjadi lebih pendiam, jarang bergaul, dan prestasi sekolahnya akan menurun.
6.Anak sebagai korban dari perceraian tidak selalu menjadi pendiam. Malah sebaliknya, seorang anak dapat menjadi pemberontak Jiwa labil seorang anak yang sedang depresi bisa menggiringnya ke dalam pergaulan yang salah.
7.Trauma perceraian tidak hanya menghinggapi perasaan suami istri yang baru saja berpisah, namun berimbas pada si anak. Trauma yang terjadi pada anak bisa berupa timbulnya ketakutan untuk menikah, atau takut menerima orang tua tiri yang baru.
Cara Terbaik Menghindari Perceraian
Dampak dari perceraian tidak dialami oleh pasangan suami- stri namun keluarga kedua belah pihak, dan bahkan yang lebih parah yaitu dampaknya terhadap psikologi anak-anak. Karena itu sebaiknya perceraian sebisa mungkin harus dihindari. Ada beberapa tips yang bisa kita pertimbangkan, saat rumah tangga kita sedang berada diambang perceraian. Berikut ini beberapa diantaranya yaitu:
1.Cari sumber masalahnya, Tidak ada asap jika tidak ada api. Begitu juga di dalam kehidupan rumah tangga Dalam mengambil keputusan untuk bercerai tentunya bukanlah tanpa adanya sebab. Oleh karena itu, carilah sumber permasalahan dari penyebab pengambilan keputusan tersebut.
2.Jangan membesarkan masalah, Jangan mencari masalah baru. Karena, ini justru akan memperkeruh keadaan. Jika telah menyadari kekurangan yang ada, tidak ada salahnya agar meminta maaf. Tidak perlu malu dan berusaha untuk menjadi istri yang baik seperti yang diharapkan oleh suami.
3.Saat berbeda pendapat, cobalah untuk beragumentasi dengan baik, jangan merendahkan pasangan.
4.Pisah sementara, Pisah untuk sementara waktu akan membantu suami-istri untuk menenteramkan diri sekaligus menilai, keputusan apa yang sebaiknya harus ditempuh.
5.Introspeksi, cobalah untuk berintrospeksi. Hal ini yang seringkali sulit untuk dilakukan. Karena, setiap masing-masing pasangan pasti akan merasa dirinyalah yang benar. Mereka tidak akan dapat menerima kenyataan bahwa merekalah pangkal dari sebab munculnya niat cerai.
6.Putar kembali kejadian-kejadian lucu saat pertama kali menikah, menceritakan kembali pengalaman-pengalaman tersebut akan dapat membuat kita kembali merasakan indahnya rasa jatuh cinta.
7.Kesampingkan ego pribadi, diri kita selalu benar dan selalu menyudutkan pasangan, begitu pula sebaliknya. Sadarilah bahwa apa yang terjadi saat ini merupakan kesalahan istri dan suami.
8.Jangan lupa tanyakan apa yang terjadi pada pasangan kita sepanjang hari ini.
9.Komunikasi, komunikasi adalah pondasi sebuah hubungan, termasuk dalam hubungan pernikahan. Tanpa ada komunikasi, hubungan tidak akan bisa bertahan. Jadi, seberat apapun situasi yang sedang dihadapi, sebaiknya tetap melakukan komunikasi dengan pasangan.
10.Libatkan keluarga, cobalah libatkan anggota keluarga yang memang dekat dengannya. Orang tua, kakak atau pamannya misalnya. Intinya, siapa saja yang anda rasa dapat anda ajak berbicara.
11.Jujur pada diri sendiri, Jujurlah pada diri sendiri, apakah anda sudah siap mental untuk berpisah selamanya dengan suami anda? Perceraian tidaklah semudah yang dibayangkan. Berpisah kemudian hidup tenang. Tidak selamanya perceraian dapat membuat kehidupan menjadi bahagia. Bisa jadi malah sebaliknya, lebih hancur.
12.Ingat anak, Anak biasanya menjadi senjata yang terampuh untuk meredam suatu konflik antara suami istri. Jadi, jika ternyata antara anda dan suami sama-sama menginginkan perceraian, cobalah ingat kepada anak-anak anda, buah cinta kasih anda dan suami.
Kesimpulan
Hukum perceraian bagi wanita Islam melibatkan proses yang kompleks dan beragam tergantung pada interpretasi hukum Islam yang diterapkan di berbagai negara dan mazhab Islam yang berbeda. Namun, ada beberapa kesimpulan umum yang dapat ditarik.
Biasanya, dalam hukum Islam, seorang wanita memiliki hak untuk mengajukan perceraian jika ada alasan yang diakui secara syariat, seperti kekerasan dalam rumah tangga, kesalahan suami, atau ketidakcocokan irreconcilable. Prosedur perceraian dapat bervariasi, tetapi biasanya melibatkan pengajuan permohonan perceraian ke pengadilan syariah atau otoritas yang kompeten. Kadang-kadang, mediasi atau arbitrase dilakukan untuk mencoba menyelesaikan perselisihan antara suami dan istri sebelum perceraian diucapkan. Setelah perceraian, wanita Islam biasanya memiliki hak atas nafkah (dukungan finansial), pemisahan harta bersama, dan hak asuh anak-anak, tergantung pada hukum yang berlaku di negara dan budaya tertentu.
 Masyarakat Islam diharapkan untuk memberikan dukungan moral dan sosial kepada wanita yang mengalami perceraian, termasuk membantu mereka mendapatkan kembali kehidupan mandiri dan mendukung mereka dalam hal-hal seperti penempatan kembali, pendidikan, dan pencarian pekerjaan. Meskipun hukum Islam memberikan beberapa hak perceraian kepada wanita, masih ada perbedaan yang signifikan dalam perlakuan terhadap pria dan wanita dalam beberapa mazhab atau negara yang menerapkan interpretasi konservatif atau patriarkal terhadap hukum Islam.
Kesimpulannya, hukum perceraian bagi wanita Islam mencerminkan campuran antara prinsip-prinsip agama, hukum, budaya, dan konteks sosial. Penting untuk memahami bahwa prakteknya bisa sangat berbeda dari satu tempat ke tempat lain, dan perubahan sosial dan interpretasi hukum terus berlangsung dalam upaya untuk mencapai keadilan gender dan hak asasi manusia secara lebih luas.