Madura adalah suku bangsa yang memposisikan kiai sebagai panutan hidup sebagaimana nabi, karena kiai menempati posisi sebagai penerus para nabi. Kiai diposisikan sebagai patron hidup, lebih dari sekedar pemimpin formal sekelas bupati. Nilai-nilai kebaikan dan kepatutan di Madura, standarisasinya mengacu kepada yang diekspresikan kiai. Menjadi menarik saat kiai terjun dalam politik praktis. Baik berposisi sebagai juru kampanye sebagaimana pernah terjadi saat Orde Baru maupun terjun langsung sebagai politisi sebagaimana kini. Kepemimpinan eksekutif di Madura kini, tiga di antaranya kiai. Hanya Bupati Pamekasan; Achmad Syafii, yang tidak bergelar kiai. Tapi prosesnya saat mau menjadi Bupati, di-back up penuh  oleh barisan para kiai. Utamanya dari Pondok Pesantren Banyuanyar yang kesohor itu. Bupati Bangkalan; Makmun ibn Fuad yang tak lain adalah putra dari Fuad Amin Imron adalah kiai yang memiliki ketersambungan darah dengan Kiai Muhammad Kholil (1820-1925) yang sampai kini maqbaroh-nya diziarahi banyak orang karena diposisikan sebagai panutan umat. Bupati Sampang; Fannan Hasib, dan Bupati Sumenep; A. Busro Kariem semuanya bergelar kiai. Tapi saat para kiai ini menjadi Bupati, bukan prestasi yang dituai, malah sebagian dari mereka terindikasi melakukan tindak pidana korupsi. Mantan Bupati Bangkalan; Fuad Amin Imron, kini telah menjadi pesakitan di ruang tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena dugaan tindak pidana korupsi. Kini sidang pembuktiannya di lembaga peradilan lagi sedang berlangsung.