Menjadi anggota legislative di Senayan bukan berati tanpa ujian. Banyak kasus korupsi akhirnya membuat malu seluruh anggota keluarga dirumah para Member of Parliement tersebut. Masih kita ingat bagaimana seorang legislative dari salah satu Parpol bernama Hamka Yandhu akhirnya membeberkan aliran dana haram Bank Indonesia sebesar Rp 24 Milyar kepada 52 anggota Komisi IX DPR RI periode 1999-2004 sebelum saya masuk Senayan. Sebaran kasus korupsi melanda hampir disetiap linipemerintahan dari ketiga sisi Trias Politika – eksekutif, legislatif, yudikatif. Menurut TI (Transparancy International) 2006-2007 dikataka bahwa parlemen merupakan salah satu lembaga Negara terkorup selain Polri dan Peradilan Indonesia.
Melembaganya Korupsi
Beberapa penjelasan dapat menjadi latar belakang terkait dengan melembaganya korupsi di DPR RI, yaitu: (1) struktur kekuasaan; (2) pengalihan locus fungsi legislasi; (3) pengangkatan pejabat publik melalui fit and proper test; (4) mengusulkan nama-nama yang akan di Keppres-kan; juga (5) pemerintah yang membiarkan terbangunnya relasi yang bersifat politik transactional dengan DPR RI ketimbang melalui cara yang lebih bersifat insititusional; termasuk (6) transaksi tertutup saat Presiden dan DPR RI bersepakat melalui rapat–rapat konsultasi diantara merrka sampai dengan dapat meredam usul hak interplasi atau hak angket dewan. Saya sebagai saksi anggota fraksi ketika memperjuangkan Hak Angket Impor Beras yang kandas ketika pemerintah melakukan lobi setengah kamar di Hotel Dharmawangsa dengan beberapa pentolan fraksi. Walau diluar rakyat berteriak menolak impor beras tersebut, ketok palu tetap berjalan dan impor beras tetap berlangsung.
Panitia Anggaran adalah ranah ‘mata air’ bagi anggota legislatif ini dimana terkadang secara ‘blatant’ para anggota terkait ketika berhadapan dengan pejabat Eselon 1/sekjen/sektama saat bernegosiasi alokasi budget permata-anggaran masing-masing departemen dalam struktur APBN terjadi transaksi sakla kecil yang berlangsung dicafe atau lobi-lobi hotel berbintang di Jakarta. Antara anggota legisltif dengan pejabat daerah didalam meng-goal-kan antara lain: (1) DAU (dana alokasi umum); (2) DAK (dana alokasi khusus); (3) dana bagi hasil; bahkan sering juga dengan Komisi 2 yang membawahi bidang pemerintahan dalam negeri (4) berbagi ‘dana sosialisasi’ terkait dengan pemekaran daerah.
Kultur Dagang Kekuasaan
Satu kejadian terkait dengan pengalaman sebagai data primer hanyalah satu dari sekian puncak gunung es yang tampak oleh media dan dirasakan publik. Dalam format komposisi anggota parlemen seperti sekarang ini dapat dibayangkan seperti apa kejadian pemulusan setiap kebijakan yang dikhawatirkan tidak berpihak pada masyarakat luas Indonesia dan melawan cita-cita para founding fathers NKRI – Soekarno-Hatta. Paradoks demokrasi diramalkan akan menjadi makanan tontonan sehari-hari sampai dengan 5 tahun kedepannya. Semoga kesabaran rakyat masih banyak tersisa sehingga tidak perlu menjadi sebuah gerakan parlemen jalanan yang chaotic dan tidak memberikan jalan keluar. Diperlukan kebeningan hati yang lebih lagi dari pemimpin negeri ini sebagai Kepala Negara yang sekaligus sebagai Kepala Pemerintah dengan leadership tinggi dan bijak. Biarlah sejarah yan akan mencatatnya, itu juga dengan catatan bila dikemudian hari tidak dimanipulir oleh pihak yang berkepentingan terhadapnya.