Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Bapak Rumah Tangga

25 Oktober 2009   02:38 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:32 824 0
[caption id="" align="alignleft" width="200" caption="Illustrasi"][/caption] ENAK banget? Tidak bertanggungjawabkah? Tidak punya rasa malu? Tidak gengsi? Malu-maluin pria saja? Apakah memang begitu? Kondisi ekonomi morat-marit sekarang ini banyak membuat seorang suami "terpaksa" tidak bekerja dan tinggal di rumah. Apalagi nyari pekerjaan sussaaahhhhnya minta ampun!!! Lagi pula, harus diakui kalau perempuan lebih mudah mendapat pekerjaan dibandingkan dengan pria. Yah, kalau memangnya malas lain ceritanya, ya!!! Banyak juga yang sudah usaha ke sana ke mari tapi belum juga mendapat pekerjaan. Terus harus gimana lagi? Cari kerja terus lanjut, tapi untuk sementara, salah nggak, sih, jadi bapak rumah tangga? Seorang teman semasa sekolah SMP dulu bercerita bahwa sekarang dia adalah seorang Bapak Rumah Tangga. Hari-harinya dihabiskan dengan mengurus anak dan rumah. Mulai dari menyiapkan makanan, mengantar jemput anak dan istri, sampai mencuci dan menyetrika baju. Pembantu ada, tapi kebanyakan dia lakukan sendiri. "Malu sebetulnya, mah!" Kunaon malu? "Kalau orang yang ngerti, mah, nggak apa-apa, tapi kebanyakan, kan, nggak ngerti." Iya, sih! "Padahal, siapa, sih, yang mau nganggur kayak begini?" Pasti nggak ada. "Saya sudah ngelamar ke sana ke sini. Tapi, kumaha atuh?" Ya, gimana? Bingung juga!!! "Keluarga juga ngeliatnya, beda, Mar!" Begitulah. "Saya, teh, dianggap nggak bertanggung jawab sama keluarga." He-eh. "Padahal dulu waktu saya kerja dan masih punya uang, apa saya pernah mikirin uang itu habis untuk apa?!" Masa dihitung, sih?! "Kok, mereka nggak pernah bisa menghargai usaha saya, ya?!" Susah juga! "Dan sekarang saya begini juga demi istri dan anak-anak." Hmmm... "Istri kariernya lagi bagus sementara anak-anak lagi butuh perhatian." Baik hati sekali!!! Kebanyakan dari kita cenderung melihat yang namanya hasil. Jarang, tuh, ada yang melirik prosesnya. Padahal keberhasilan itu sangat tergantung dari prosesnya. Lagi pula, keberhasilan tidak bisa dinilai secara materi saja. Banyak faktor lain yang harus diperhitungkan. Seperti kebahagiaan, contohnya. Konsep tanggung jawab juga kebanyakan dinilai hanya dari sisi materi. Pria dianggap bertanggung jawab bila membawa uang ke rumah. Sisi lain seperti membesarkan dan mengasuh anak, seringkali diabaikan. Pokoknya suami tugasnya nyari uang!!! Titik!!! Nggak usah yang nggak kerja, deh, ya! Suami yang bekerja dan berhasil pun seringkali masih sering mendapat citra buruk bila pekerjaan itu misalnya didapat dari sang istri. Atau istri yang memegang peranan sehingga suaminya mendapatkan proyek. Padahal, istri bisa mendapatkan proyek, pelaksanaannya belum tentu bisa!!! Suaminyalah yang berperan dalam kesuksesan pelaksanaan proyek itu sehingga kemudian mendapat nama baik dan mendapat proyek-proyek yang lain. Kalau menurut saya, sih, kita tidak bisa berpikiran sepicik itu. Sebaiknya kita melihat masalahnya secara lebih dalam lagi dan mencoba melihatnya dari sisi mereka, bukan hanya dari sisi pandang kita saja. Saya justru melihat teman saya itu sungguh luar biasa. Dia melepaskan egonya sebagai seorang pria dan sebagai seorang suami, bapak, dan kepala keluarga, demi kebahagiaan orang-orang tercintanya itu. Berapa banyak pria di luar sana yang pura-pura bekerja, asal masuk kantor, entah kantor siapa, dan apa, yang penting kelihatan bekerja. Pura-pura sukses pula!!! Padahal ternyata justru menjerumuskan dengan terbelit hutang dan tindak kriminal lainnya? Kerjasama antara suami dan istri juga sangatlah memegang peranan di sini. Bagi saya sendiri, yang namanya mencari uang, mengasuh, dan mendidik anak-anak, bukan tugas suami atau istri saja. Ini tugas dan tanggung jawab bersama!!! Namanya juga keluarga!!! Peranan bisa tergantung dari kesepakatan kedua belah pihak. Selama kesepakatan itu ada dan sama-sama mau melakukannya dengan penuh ketulusan serta keikhlasan, kenapa tidak? Ini semua, toh, demi masa depan bersama juga. Masa depan keluarga dan anak-anak. Ya, kan? Istri juga sebaiknya bisa lebih mengerti dan lebih mendukung suami bila sampai terjadi situasi seperti ini. Janganlah kita merendahkan atau meremehkan suami. Biar bagaimanapun juga, mereka adalah suami yang harus kita hormati. Semakin buruk perlakuan kita kepada mereka, semakin terpuruk juga mereka nantinya. Yang rugi siapa? Kita juga, kan? Dunia ini terus berputar. Kita tidak pernah tahu kapan kita di atas, kapan di bawah. Kesiapan menghadapi berbagai situasi sangatlah penting. Yakinlah bahwa semua ini adalah yang terbaik yang diberikan oleh-Nya. Semua pasti ada hikmah dan manfaatnya. Semoga bisa menambah harmonis hubungan keluarga, ya!!! Amin!!!(asa) Salam Kompasiana, MARISKA LUBIS. Kunjungi Kami di: www.mariskalubis.com

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun