Permainan Modern vs Permainan Tradisional
Zaman memang sudah berubah sangat cepat. Kehidupan permainan anak-anak pun tidak luput dari pengarung teknologi Era Digital masyarakat dunia saat ini. Semua serba praktis dan instan. Permainan atau istilah kerennya, game, pun semakin canggih dan dapat diakses dengan mudah. Anak-anak cukup membuka HP, Ipad, atau laptop yang mereka miliki, mengoneksikannya ke internet lalu duduk manis memainkannya di sudut ruangan. Permainan anak-anak modern tersebut beragam. Warna-warni dari gambar animasi dengan bentuk game yang casual hingga simulasi atau real time strategy tersebut dapat mengasah kecerdasan, kemampuan berpikir mereka hingga meningkatkan kreativitas. Namun, anak-anak tidak terlatih motorik dan kemampuan sosialisasinya. Permainan modern tersebut akan sangat membentuk mereka sebagai pribadi individualis dan mematikan aspek emosionalnya dalam mengekspresikan diri.
Hal ini berbeda dengan permainan tradisional. Permainan tradisional justru jauh lebih mengasah kemampuan motorik, mendidik dan belajar interaksi sosial. Mengapa?
1) Pada umumnya permainan tradisional dilakukan secara berkelompok sehingga anak-anak belajar tentang interaksi dan bekerja dalam tim.
2) Bentuk permainannya membutuhkan gerak tangan, kaki atau bahkan seluruh tubuh. Poin ini yang membuat anak-anak terlatih motoriknya.
3) Ada lirik yang dilagukan pada sebagian permainan tradisional yang membawa pesan tersendiri yang apabila anak-anak diberikan pemahaman tentang itu maka filosofi kehidupan nenek moyang dapat disampaikan pada mereka, generasi penerus, untuk dilestarikan.
Hemm, mari kita sejenak mengenang dan mengingat permainan tradisional yang begitu populer pada masa anak-anak nenek moyang kita hingga anak-anak yang besar dari lahir di tahun 1980-an hingga 1990-an! Saya akan membahas dua permainan tradisional yang mewakili permainan tradisional in door dan out door yang dimiliki negeri kita ini, yakni: bekel, dan gobak sodor. Dua permainan ini adalah dua permainan tradisional yang pernah saya mainkan ketika kecil dan besar di Jawa, Sumatra Utara dan Kalimantan Barat. Saya akan mencoba untuk membahas perbedaannya di tiga daerah tersebut agar kita semakin memahami keragaman permainan tradisional ini.
A.Bekel, Permainan Sederhana yang Akrabkan Anak-Anak Perempuan Indonesia
Bekel biasanya dimainkan oleh anak perempuan dengan jumlah minimal dua orang, biasanya dilakukan di dalam rumah. Permainan ini merupakan permainan dari pulau Jawa, tepatnya Jawa Tengah. Pada tahun 1990, ketika saya tinggal di Sumatra, teman-teman kecil saya di sana tidak mengenal permainan bekel ini. Saya pun mengajarkan padaya, dan dia justru mengajarkan saya permainan mirip bekel yang disebut orang Jawa dengan gathengan yang menggunakan guli (kelereng) atau kerikil. Istilah bekel sendiri merupakan istilah dari bahasa Belanda, bikkelen. Usut punya usut, permainan bekel ini ternyata telah dimainkan oleh anak-anak perempuan pada zama China Kuno lho. Ketika saya mengunjungi Museum Mainan Anak Kolong Tangga di Yogyakarta, ada selembar lukisan perempuan Cina kuno yang memainkan bekel ini. Permainan bekel termasuk permainan tradisional yang masih bisa dijumpai dengan mudah dibandingkan bentuk permainan tradisional out door seperti gobak sodor. Beberapa anggota JKT48 juga masih memainkan permainan ini ketika senggang mereka. Penjual mainan kaki lima juga masih menjualnya apalagi dengan adanya modifikasi bola bekel buatan Cina.
Lalu, bagaimana memainkannya?
Bahan Permainan :
1.Satu bola karet dengan diameter 2 cm atau 4 cm
Bola karet ini dibuat berwarna-warni. Modifikasi yang terjadi pada bola karet di Era Digital ini adalah adanya ikon kartun lucu dan lampu LED di dalam karet.
2.Biji bekel terbuat dari tembaga atau kuningan, berjumlah 4, 6 atau 10 biji.
Bentuk biji bekel ini meyerupai huruf S dengan dua sisi yang polos dan miliki dua titik di sisi lainnya.
Mekanisme Permainan :
Ada tiga sesi yang dilakukan secara berurutan dalam permainan bekel ini, yakni:
1.Sesi Mi
Sesi ini merupakan sesi awal. Pemain pertama diminta untuk mengambil satu persatu biji bekel yang telah disebarkan ketika bola karet dilempar (disebut Mi Satu). Lambungan bola ke dua diikuti dengan pengambilan satu biji bekel yang kemudian di simpan dalam genggaman tangan hingga biji bekel yang tersebar di lantai tersebut tersimpan semua dalam genggaman. Setelah itu dilanjutkan dengan Mi Dua yang dilakukan dengan mengambil dua biji bekel sekaligus.
2.Sesi Pit
Sesi ini merupakan sesi dimana pemain diminta untuk membalikan sisi biji bekel yang disebut Pit menghadap ke atas. Sisi Pit merupakan sisi yang memiliki tanda merah dilekukan huruf S. Satu per satu biji bekel yang telah disebar harus dibalik ke atas sisi Pit-nya tanpa perlu menyimpan biji dalam genggaman. Setelah semua sisi Pit menghadap ke atas, lambungan bola karet yang memantul dilanjutkan dengan mengambil satu per satu biji yang tersebut seperti pada sesi Mi Satu.
3.Sesi Roh
Roh merupakan sisi yang berlawanan dari sisi Pit. Sesi ini sama persis seperti sesi Pit namun sisi yang dihadapkan ke atas adalah sisi Roh.
Tiga sesi tersebut merupakan sesi standar yang biasa dilakukan. Pada beberapa permainan yang dilakukan bersama teman, kami biasa menambahkan sesi membalikan sisi lain, dengan membalikan sisi samping biji bekel, untuk memperpanjang permainan.
Pemain pertama yang tidak mampu menangkap bola karet ketika mengambil atau membalikan biji bekel harus menyerahkan giliran bermain bagi pemain kedua. Apabila pemain kedua mampu melakukan semua sesi maka dia akan keluar sebagai pemenang.
Aspek Positif Permainan:
1.Mengasah kemampuan konsentrasi
2.Melatih kemampuan motorik tangan dan kecepatan
B.Gobak Sodor, Permainan Out Door yang Melatih Kekompakan Tim
Nah, permainan Gobak Sodor berbeda dengan Bekel yang bisa dimainkan di dalam rumah. Gobak Sodor harus dimainkan di luar rumah dan di tanah lapang. Jika bermain bekel di Sumatra disamakan dengan gathengan ala Sumatra yang menggunakan guli (kelereng), maka Gobak Sodor lebih familiar bagi teman-teman saya di Sumatra dan Kalimantan. Namun, ada perbedaan istilah Gobak Sodor di kedua tempat tersebut. Teman-teman saya di Kalimantan menyebutnya dengan Galah Halang dan teman Sumatra Utara menyebutnya dengan Margala. Seperti apa permainannya?
Persiapan Permainan :
1.Tanah Lapang
2.Batang kayu atau kapur untuk membuat satu persegi panjang yang dibagi ke dalam 6 kotak di tanah lapang yang sudah ditentukan.
3.Pemain dengan jumlah 8-10 orang
Mekanisme Permainan :
1.Bagi pemain ke dalam dua kelompok dengan Hom pim pa dan Suit Jawa atau biasanya teman saya dari Kalimantan melakukan Suit ala Jepang yakni dengan Batu, Gunting, Kertas
2.Tentukan kelompok penjaga dan penerobos dengan Suit Jawa. Kelompok yang memenangkan Suit akan menjadi kelompok yang menerobos ‘pintu-pintu’ persegi panjang yang telah dibuat, sementara kelompok penjaga harus menjaga ‘pintu-pintu’ tersebut. Garis horisontal yang berjumlah tiga dijaga oleh tiga orang di masing-masing garis. Garis vertikal atau garis tengah dalam persegi panjang di lapangan tersebut bisa dijaga satu atau dua orang.
3.Kelompok pemenang atau penerobos semua berkumpul di titik yang menjadi start, biasanya berada di sisi lebar persegi panjang. Satu per satu dari mereka harus melewati satu ‘pintu’ dari garis horisontal yang dijaga oleh kelompok penjaga hingga ke titik finish.
Apabila sampai pada salah  satu kotak dari 6 kotak yang ada, anggota kelompok pemenang harus menghindari tangan dari salah anggota kelompok penjaga. Apabila tersentuh tangan penjaga, maka kelompok pemenang harus menjadi kelompok penjaga.
4.Apabila semua anggota dapat mencapai titik finish maka mereka adalah kelompok pemenang.
Aspek Positif Permainan:
1.Mengasah kemampuan kekompakan tim
2.Mengasah kemampuan strategi
3.Melatih gerak motorik seluruh tubuh
Dua permainan tradisional di atas merupakan contoh dari banyak permainan warisan nenek moyang yang harus dilestarikan. Walaupun permainan tradisional out door agak sulit untuk dilestarikan karena terkendala dengan semakin menyempitnya ruang bermain anak. Oleh karena itu, perlu kiranya pihak Kemenparekraf membantu melestarikan dengan menyelenggarakan dan mendukung festival permainan tradisional yang telah banyak dilakukan oleh Kemendikbud atau komunitas penggiat dan pelestari budaya. Berikut ini ada beberapa rekomendasi dan saran saya sebagai aktivis pendidikan anak-anak, yakni:
1.Kemenparekraf dapat bekerjasama dengan Kemendikbud menyelenggarakan program atau festival tahunan permainan tradisional Indonesia. Even ini dilakukan tidak hanya di Jakarta saja, seperti pada Festival Permainan Tradisional 2011 lalu, tapi berpindah di beberapa kota di Indonesia untuk mensosialisasikan permainan tradisional dan mengundang pihak sekolah daerah untuk berpartisipasi.
2.Kemenparekraf dapat memberikan dukungan pula pada pelaku usaha industri kreatif yang memproduksi kaos yang mengusung tema permainan tradisional atau pengrajin permainan tradisional dengan memberikan wadah promosi produk mereka di website Indonesia Travel.
3.Kemenparekraf juga dapat mendukung museum yang melestarikan dan mengoleksi permainan tradisional seluruh Indonesia dengan mempromosikannya pada wisatawan melalui website Indonesia Travel, contoh: Museum Mainan Anak Kolong Tangga Yogyakarta yang miliki ribuan koleksi mainan tradisional Indonesia.