Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Cerpen: Secangkir Kopi di Hari Minggu

27 Juli 2024   13:28 Diperbarui: 27 Juli 2024   14:18 55 0
Secangkir Kopi di Hari Minggu

Di sebuah kafe kecil di sudut jalan, setiap Minggu pagi, Dimas duduk di meja yang sama, menikmati secangkir kopi hitam sambil membaca buku favoritnya. Kafe ini adalah tempat pelariannya dari hiruk pikuk kota, tempat di mana ia merasa damai.

Pagi itu, hujan turun dengan lembut, menambah suasana sendu namun hangat di dalam kafe. Dimas sedang asyik membaca ketika seorang wanita muda masuk dengan tergesa-gesa. Ia tampak basah kuyup, mencari tempat duduk sambil mengibaskan payungnya yang penuh air. Melihat meja-meja lain sudah penuh, wanita itu mendekati Dimas.

"Maaf, boleh saya duduk di sini?" tanyanya sambil tersenyum canggung.

Dimas mengangguk dan tersenyum kembali. "Tentu saja, silakan."

Wanita itu duduk dan memesan secangkir teh hangat. Sambil menunggu pesanannya, ia mencoba mengeringkan rambutnya dengan tisu. Dimas kembali tenggelam dalam bacaannya, tapi sesekali melirik ke arah wanita itu, merasa ada sesuatu yang menarik dari dirinya.

"Apa yang sedang Anda baca?" tanya wanita itu tiba-tiba, mencoba memecah keheningan.

"Oh, ini buku tentang filsafat," jawab Dimas, menunjukkan sampul bukunya. "Judulnya 'The Art of Thinking Clearly'."

Wanita itu mengangguk dengan minat. "Kedengarannya menarik. Saya suka membaca buku-buku seperti itu juga."

Percakapan mereka pun mengalir dengan alami. Dimas mengetahui bahwa nama wanita itu adalah Aisha, seorang penulis lepas yang sedang mencari inspirasi untuk novel barunya. Aisha menceritakan betapa ia menyukai suasana kafe ini yang tenang dan nyaman, sangat cocok untuk menulis.

Hari itu, mereka berbicara panjang lebar tentang banyak hal: buku, musik, film, dan impian-impian mereka. Tanpa terasa, waktu berlalu begitu cepat. Hujan di luar telah reda dan matahari mulai mengintip dari balik awan.

"Terima kasih untuk pagi yang menyenangkan, Dimas," kata Aisha sambil beranjak dari kursinya. "Mungkin kita bisa bertemu lagi minggu depan?"

Dimas tersenyum lebar. "Tentu, saya akan senang sekali."

Minggu-minggu berikutnya, mereka terus bertemu di kafe itu. Setiap pertemuan membawa cerita baru, tawa, dan kedekatan yang semakin terjalin erat. Dimas menemukan bahwa Aisha adalah sosok yang cerdas, penuh semangat, dan menginspirasi. Aisha merasa nyaman dan terbuka kepada Dimas, seorang pendengar yang baik dan bijaksana.

Suatu hari, ketika mereka sedang duduk di meja favorit mereka, Aisha menunjukkan beberapa halaman draft novel yang sedang ia tulis. "Ini cerita tentang pertemuan kita," katanya sambil tersenyum malu.

Dimas membaca dengan seksama, terharu melihat bagaimana Aisha menggambarkan pertemuan mereka dengan indah. "Ini luar biasa, Aisha. Aku merasa sangat terhormat."

Aisha menggenggam tangan Dimas dengan lembut. "Kamu telah menjadi bagian penting dalam hidupku, Dimas. Terima kasih sudah ada di sini."

Di hari Minggu yang cerah itu, di kafe kecil di sudut jalan, Dimas dan Aisha menyadari bahwa pertemuan mereka adalah awal dari sesuatu yang indah. Mereka tahu bahwa secangkir kopi di hari Minggu telah membawa mereka pada kisah cinta yang sederhana namun begitu berarti.

Dan setiap Minggu pagi, kafe kecil itu menjadi saksi bisu dari cerita mereka yang terus berkembang, seperti aroma kopi yang menghangatkan hati.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun