Tepatnya di pertigaan arah pasar Pondok Gede yang acap kali menjadi 'tempat nyaman' mereka bersantai menunggu penumpang. Permasalahan muncul ketika angkutan umum dengan jurusan serupa hadir mengobok-obok daerah kekuasaan yang sama. Hasilnya? Barisan angkutan K 02 menghalangi kendaraan pribadi yang hendak berbelok menuju arah pasar Pondok Gede.
Kalian mau marah? Silakan. Penghuni kebun binatang akan segera membanjiri telinga Anda. Pasalnya, para pengemudi angkutan umum merasa sudah membayar biaya retribusi yang setiap harinya dipungut oleh pihak yang menyebut dirinya DLLAJ atau Dinas Lontang Lantung di Jalanan. Anda? Bukan siapa-siapa, hanya pengguna jalan gratis yang sudah bagus diijinkan melewati jalan sekitaran Pondok Gede.
Itu belum seberapa. Jalanan semakin diperparah dengan serbuan 'pasar tumpah' yang secara spontan meluber hingga ke jalanan. Secara teori, air mengalir dari dataran yang tinggi ke dataran yang lebih rendah. Dalam kasus ini, siapa yang mengalirkan para pedagang pasar Pondok Gede hingga tumpah ke jalanan? Badan jalan hampir ludes dipakai oleh para pedagang berjualan. Baik bagian kanan maupun kiri lumpuh dengan aktivitas pasar yang semakin semerawut. Hanya disisakan dua jalur untuk pengendara berlalu lalang. Sisa kapasitas jalanan tersebut rasanya kurang wajar mengingat banyak kendaraan yang tumpah ruah pada jam 7 hingga 10 pagi.
Di luar batas kesabaran, pasar jadi-jadian ini telah menguapkan waktu perjalanan hingga 1 jam lamanya untuk berhasil keluar dari jebakan para pihak tidak bertanggung jawab. Kabarnya, pasar ini memang diperbolehkan untuk aktif di jam-jam tertentu. Dini hari hingga menjelang subuh dimana tak banyak kendaraan yang berseliweran di jam kosong tersebut. Namun kenyataan di lapangan, hal tersebut seolah diabaikan oleh para pedagang.
Belum lagi keadaan di depan Pondok Gede Plaza yang lagi lagi didominasi oleh angkutan umum. KR, KC, 40, M18, CH, dan 04 semua kompak berkumpul berebut penumpang. Dua bahkan tiga jalur habis dipakai 'sang empunya jalan' untuk bercengkarama cantik menggoda para pengguna jasa angkutan umum. Kendaraan pribadi? Cukup disisakan satu jalur.
Angkutan umum bermental bobrok, para pedagang yang egois, hanya menjadi momok bagi para pengendara pribadi. Dimana sikap tegas pemerintah yang jelas-jelas berwenang dalam menertibkan para pedagang dan supir angkutan ini? Apakah cukup dengan berpangku tangan tanpa mencari solusi yang tepat untuk 232.110 jiwa yang bergantung kepada Anda, Dear Bapak Rahmat Effendi?
http://sesameseedeyes.blogspot.com/