Mengecup kuncup tubuhmu yang ranum
Adalah pilihan mencumbui pipi yang candu
Mengetuk kata dari kata dari petikan jemari
Lantas mengendap dalam logika tanpa adopsi
Engkau terbang lalu hinggap di dahan rindu
Mengecup urat-urat bisu yang membakar
Mengelus dada selayak batu pualam
Dari sungai yang mengemas makna kehidupan
Sampai pada sepasang gunung mengatup getaran
Doa-doa singgah menjelma bibir yang getir
Menilik harap dan desah yang basah
Resah yang terjerat dalam pelukan
Sepanjang malam ibu memeras air susu
Untuk menghidupi anak-anak yang lahir dari mimpi
Mendekam bisik-bisik mawar dan angin liar
Membawa kabar hati yang jarang tersiar
Meletup-letup senyum yang sumringah
Aku mencecap rasa dari bibirmu
Manis dan cukup untuk menumbuhkan mawarku
Sebelum teriakan memecah sumyi di ranjang malam
Persis sebelum tangan serakah menghujam
Lalu mencakar surga atas kecerdasan
Agar kebijaksanan terjaga dalam pikiran
Kau basuh tubuh mungil dengan doa kedua
Perselingkuhan masih terus bergelayut
Aku masih mencintai sebagai jiwa kepada raga
Melingkar isi dada dan kepala dalam kesetiaan
Bersetubuh melilitkan hasrat untuk anak-anak kata
Sebelum ia tewas dalam perjalanan hari
Mengendap dalam prasasti penderitaan
Selain luka dan sejarah yang mendarah
Meneteskan kisah dari pena keabadian
Terkaparlah dalam sajak atas dosa
Menerpa jarak dalam lintang hari
Tumbuh seirama mekar bagi hati
Yang mendekap peduli untuk hidup dari puisi
Maria Wona