Aku memikirkan banyak hal akhir-akhir ini. Aku kembali ke mode semula: diam, tak banyak bicara, merenung, dan sesekali ingin melepas diri dari jeratan rindu! Aku mematung di beranda rumahku.
"Apa kubilang, cinta itu kutukan!" suara temanku lagi-lagi membuatku jengkel
"Bisakah kau menghiburku tanpa menyudutkanku?" kataku lirih, tapi tatapanku tajam padanya.
"Putri, apa kau mencintainya?"
Aku mengangguk. Bayangan Putri tiba-tiba muncul. Ada kerinduan saat mengenangnya. Sisanya kebencian: kenapa juga ia sudah beranak?
"Ayah dari bayinya tak jelas," kata temanku.
Satu pukulan telak mengenai wajah temanku. Aku tak mau ia merendahkan Putri.
"Putri, bukan wanita rendahan," kataku lantang.
Aku tak mau temanku merendahkan Putri. Aku tahu, ia memiliki bayi tanpa sosok ayah. Bukan berarti ia bukan wanita baik-baik.
"Mas," suara itu lembut menyapaku.
Aku terkejut, Putri di hadapanku. Senyumnya manis seperti sebelumnya. Aku runtuh di hadapannya. Kebencianku berubah bahagia. Aku juga bingung, dalam sekejap perasaanku berubah.
"Maafkan aku, Mas," katanya.
"Aku terima kekuranganmu," jawabku.
Putri tersenyum padaku. Ia memelukku mesra.
"Apa kamu yakin menerimaku?"
Aku terdiam. Pertanyaan itu belum sanggup kujawab. Ada beberapa pertimbangan yang belum sepenuhnya matang.
"Aku tahu. Tapi, aku mohon bantuan, Mas. Tolong jagain bayiku, aku harus ke kampus," katanya.
Ia lagi-lagi tersenyum padaku dan menyodorkan kunci kosnya.
12 Maret 2024