Suaraku parau menyeru namanya. Rindu membuncah dan mengganggu. Aku sejenak terjaga. Aku teringat syair sederhana sang pujangga, W. S. Rendra.
Kau tak akan mengerti bagaimana kesepianku
menghadapi kemerdekaan tanpa cinta
...
Membayangkan wajahmu adalah siksa
(Kutipan Puisi "Rindu" W.S. Rendra)
Aku membolak-balikan album tua. Terlihat wajahnya yang bahagia. Hati pun bergelora hendak berjumpa.Apa boleh dikata, situasi tak bisa diterka. Mirna begitu saja meninggalkanku dalam kerinduan yang menggempa.
"Mirna, apa kabar?" gumamku lirih.
Aku masih tak habis pikir. Bisa-bisanya ia minggat hanya karena masalah sepele.
"Suapin," katanya seraya memberikan sepiring bubur.
Aku masih asyik hp-an, nonton berita viral.
"Suapin, tuh lapar," katanya sambil menunjuk Virgo, anak sulung kami usia 1,5 tahun.
Aku masih sibuk nonton tik-tok. Aku cengengesan menonton vidio lucu. Mirna mendekat dan berbisik,"Aku pergi," katanya.
Aku masih menatap layar hp. Aku mengangguk ketika ia pamit.
"Titip beli rokok, Yang," kataku tanpa menoleh.
Aku tesadar kemudian. Rumah lengang. Aku menemukan secarik kertas di meja depan.
Nikahin itu hp-mu!
Aku kembali membuka album tua itu. Menatap wajahnya dalam sendu. Aku tak bisa tanpanya. Aku rindu!
Suara pintu diketuk terdengar. Aku sejenak menatapnya.
"Kamu kembali, Mir?"
Ia menatapku tajam, lalu tersenyum.
"Aku tak bisa tanpamu," katanya.
Aku memeluknya,"Ke depannya, prioritaskan anakmu, bukan ponselmu," bisiknya.
24 Nov 2023