dan selama ibuku sehat, bapakku enggan dibikinkan kopi oleh orang lain. minum mungkin dia minum tapi seperti dia minum kopi buatan ibuku. aku masih ingat bagaimana bapak meminumnya dengan perlahan sambil diam sampai habis. dan ibuku selalu bahagia melakukannya. dia selalu bersemangat dan tidak pernah terlambat membuatnya. mulai dari merebus air sampai kapan dia menyajikannya dihadapan bapak. waktunya selalu sama.
ibuku melakukannya selama bertahun-tahun sampai akhirnya bapak meninggal delapan tahun yang lalu. kesedihan mendalam aku rasakan setiap pagi saat melihat ibuku yang kehilangan alasan untuk semangat di pagi hari. kata ibuku, aku tidak punya urusan apa-apa lagi setelah solat subuh, tidak ada secangkir kopi maupun teriakan minta sarapan lagi. bukannya lega malah ibuku sangat merindukannya.
sekarang beliau setiap pagi secara rutin kecuali saat hujan datang ke kuburan bapak yang letaknya tidak jauh dari rumah untuk membacakan surat yasin. kata ibuku satu kali surat yasin rasanya sudah sepadan membayar kerinduanku membuatkan bapakmu kopi. dan ibuku menemukan semangat paginya kembali.