Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

kesetiaan dalam secangkir kopi

22 November 2012   08:38 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:51 150 1
kecuali saat ibuku sakit dan bulan puasa, setiap pagi ibuku selalu menghidangkan secangkir kopi pahit pada bapakku. kopi yang dihidanngkan memang spesial. bagaimana tidak, kopi itu di buat dari air yang direbus sendiri oleh ibuku. mendidih oleh api dari kayu bakar yang diikat sendiri dengan telaten oleh ibuku. kemudian kopinya di sangrai lalu digiling sendiri oleh ibuku dari peralatan sederhana (dari penggorengan tanah dan alu - alat penumbuk dari kayu). lalu diracik dengan takaran yang hanya ibuku yang tahu pasnya. terakhir, secangkir kopi dari gelas kaca disajikan ketika matahari baru terbit ditemani ibuku yang sibuk memberi makan peliharaan unggasnya.

dan selama ibuku sehat, bapakku enggan dibikinkan kopi oleh orang lain. minum mungkin dia minum tapi seperti dia minum kopi buatan ibuku. aku masih ingat bagaimana bapak meminumnya dengan perlahan sambil diam sampai habis. dan ibuku selalu bahagia melakukannya. dia selalu bersemangat dan tidak pernah terlambat membuatnya. mulai dari merebus air sampai kapan dia menyajikannya dihadapan bapak. waktunya selalu sama.

ibuku melakukannya selama bertahun-tahun sampai akhirnya bapak meninggal delapan tahun yang lalu. kesedihan mendalam aku rasakan setiap pagi saat melihat ibuku yang kehilangan alasan untuk semangat di pagi hari. kata ibuku, aku tidak punya urusan apa-apa lagi setelah solat subuh, tidak ada secangkir kopi maupun teriakan minta sarapan lagi. bukannya lega malah ibuku sangat merindukannya.

sekarang beliau setiap pagi secara rutin kecuali saat hujan datang ke kuburan bapak yang letaknya tidak jauh dari rumah untuk membacakan surat yasin. kata ibuku satu kali surat yasin rasanya sudah sepadan membayar kerinduanku membuatkan bapakmu kopi. dan ibuku menemukan semangat paginya kembali.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun