Mohon tunggu...
KOMENTAR
Healthy Pilihan

Alasan Mengapa Kita Malas Berolahraga

3 Mei 2021   15:22 Diperbarui: 3 Mei 2021   15:32 346 5
Salah satu resolusi tahun baru abadi saya adalah berolahraga lebih sering. Saya sebut resolusi abadi sebab dari tahun ke tahun resolusinya itu lagi itu lagi alias tidak pernah terwujud. Biasanya resolusi ini gugur di pertengahan minggu ketiga bulan Januari.

Terlepas dari strategi penyusunan resolusi tahun baru yang kurang canggih, saya yakin saya tidak sendirian. Ngaku saja deh, kamu juga menulis "lebih sering berolahraga" sebagai resolusi tahun ini kan? Atau berpikir, "kayanya gue harus olahraga lebih sering nih," namun kemudian menunggu hari Senin depan (biar makin afdol)?

Ya, sebegitu susahnya untuk mulai berolahraga. Bahkan pengetahuan tentang pentingnya olahraga untuk menjaga kesehatan, memelihara kebugaran, vitalitas dan semangat, (bonus nggak cepat tua) pun tidak membuat kita semua berlomba-lomba ke pusat kebugaran.

Lihat saja Amerika Serikat. Tidak kurang buku dan video tentang olahraga (dan diet) yang terbit di negara itu tiap tahunnya, namun toh mereka menempati tempat tertinggi prevalensi kegemukan di dunia dengan 40% orang dewasa dan 18,5% anak-anak mengalami obesitas. Di Indonesia sendiri, prevalensi obesitas meningkat dari 11,7% di tahun 2010 menjadi 15,4% hanya dalam waktu tiga tahun saja.

Jadi, apa yang salah? Jawabannya adalah karena manusia, sama seperti para hewan, mengikuti the principle of least effort atau dalam bahasa Indonesia: prinsip usaha minimal. Prinsip ini mengatakan bahwa manusia dan juga hewan, akan memilih usaha minimal untuk melakukan sesuatu.  Misalnya kita ingin naik ke lantai 4 di sebuah gedung, normalnya orang akan memilih naik lewat elevator dibandingkan tangga. Jadi orang-orang yang memilih lewat tangga padahal ada elevator itu abnormal eh, hebat.

Prinsip inilah yang membuat cheetah, binatang darat tercepat, tidak berlari tanpa tujuan. Ia berlari cepat hanya untuk mengejar mangsa atau menghindari pemburu (manusia), selebihnya cheetah akan leyeh-leyeh untuk menghemat tenaga. Hewan-hewan lain juga melakukan hal yang sama. Kijang akan lari secepat kilat jika dikejar pemburu, kelinci yang terlihat jinak bisa tiba-tiba menghilang ketika ada ancaman, namun selebihnya mereka akan leyeh-leyeh seperti cheetah di saat santai.

Mungkin di mata para hewan, manusia yang sedang joging, lari 5 km, half maraton, dan maraton terlihat lucu sekali. "mereka lagi ngapain sih?"

Bukan tanpa alasan manusia dan hewan menerapkan prinsip usaha minimal ini. Di alam liar makanan tidak tersedia setiap saat. Manusia dan hewan harus menghemat tenaga yang diperoleh dari makanan yang sulit didapat. Karenanya leyeh-leyeh menjadi tren gaya hidup yang tidak terhindarkan.

"Daripada untuk lari-lari nggak jelas, mending tenaganya disimpan untuk berkembang biak cari makanan lagi Hyung!"

Penerapan prinsip usaha minimal inilah yang menyebabkan peradaban kita berkembang. Contohnya saat ini orang tidak perlu berjalan kaki jika ingin pergi ke Semarang dari Bandung. Sudah ada berbagai macam kendaraan yang bisa dipilih, mulai dari sepeda, mobil, kereta api sampai pesawat terbang. Yah, meskipun naik sepeda dari Bandung ke Semarang tetap capek, tapi kan nggak secapek jalan kaki.

Untuk masalah makan pun kita sangat dipermudah. tidak perlu menengok jauh ke masa lalu di saat manusia masih berburu dan meramu, dibandingkan masa kecil orang tua kita saja urusan makan ini sudah sangat berbeda. Ibu saya harus memasak setiap hari untuk memenuhi kebutuhan makanan kami. Sedangkan saat ini, saya bisa mengklik beberapa kali di telepon pintar dan makanan siap santap pun datang diantar gofood dan grabfood.

Ketika makanan datang tanpa perlu diburu namun prinsip leyeh-leyeh tetap mendarah-daging, di situlah masalah muncul: obesitas dan teman-temannya sesama sindroma metabolik.

Eh, kok malah jadi melantur. Kita kan sedang membahas tentang alasan mengapa kita malas berolahraga. Jadi kira-kira kita malas berolahraga karena otak kita memang diprogram untuk sebisa mungkin menghemat tenaga. Sudah dari sononya.

Lalu bagaimana? Ya kembali ke diri kita sendiri. Meskipun malas berolahraga sudah merupakan settingan default manusia, kita bisa memanfaatkan kemampuan prefrontal cortex untuk membuat keputusan yang baik untuk diri kita sendiri (dan orang lain). Prefrontal cortex adalah bagian otak tempat kita melakukan fungsi luhur seperti berpikir dan menganalisa.

Mari kita merenungkan lebih baik mana letak bermalas-malasan dan berisiko mengalami kegemukan serta penyakit metabolik atau bangun dan bergerak. Saya sendiri, sebagai manusia yang ngakunya bijaksana, memilih untuk melawan rasa malas itu dan mulai berolahraga secara teratur. Tapi mulai Senin minggu depan.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun