Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Ketika Warga Venezia Van Java Kreatif Menyindir

10 Desember 2012   02:49 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:55 1738 8

Punakawan dalam pagelaran wayang menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia  kaya budaya sindiran. Sedangkan ditataran televisi nasional ada banyak acara bermuatan sindiran. Salah satunya adalah acara Sentilan Sentilun yang diperankan Slamet Raharjo dan Butet Kartarejasa yang sering melontarkan sindirin bermakna kritik pedas bagi ketidak adilan yang tengah berlangsung.

Tanpa sadar budaya sindiran mewarnai perilaku kita sehari-hari. Ketika hujan deras mengguyur Kota Bandung  dan dengan sekejap jalan Dago dibanjiri air cileuncang (air dari selokan ) yang melimpah hingga mirip bah.  Danial, penggiat Forum Hijau Bandung yang sempat mengabadikan kejadian tersebut menamai fotonya “Cidago”. Awalan “ci” yang berarti air biasanya digunakan untuk menamakan sungai seperti : Sungai Ciliwung, sungai Citarum, sungai Cidurian dan Sungai Cikapundung yang membelah Kota Bandung.

Kebetulan beberapa hari yang lalu penulis juga terperangkap dalam “sungai Cidago”, dan diantara derasnya hujan sempat mengabadikan beberapa foto, salah satunya:

Ketika jalan Dago yang prestisius dan  terletak di Bandung Utara bernasib naas demikian, bagaimana dengan Bandung Selatan? Penulis menerima kiriman foto jalan Pagarsih dari Los Ninos dengan narasi sebagai berikut:

Ini bukan hasil badai Katrina di Amerika, bukan banjir di Soreang, jg bukan dimana-mana melainkan di Jl. Pagarsih, Kotamadya Bandung, di wilayah selatan tepatnya... HARI INI Rabu 28 November 2012”

Sebetulnya jalan Pagarsih tidak terletak jauh di Selatan, lokasinya lebih dekat dengan pusat kota Bandung dan termasuk kawasan padat penduduk. Drainase di kawasan seperti itu biasanya rentan dizalimi oleh sampah dan penataan yang kurang tepat cenderung sembrono ketika proyek penggalian demi penggalian berlangsung.

Kesal karena tidak ada perhatian dari pemerintah maka beberapa hari kemudian Gangga Saputra mengolah digital foto tersebut dan membagikannya melalui jaringan facebook. Foto tersebut diberi narasi oleh T. Bachtiar Geo, pemerhati lingkungan Bandung sebagai berikut:

“Sistem drainasi kota yg salah urus, merupakan kunci utamanya. Bukankah dalam SKPD Kota Bandung itu ada yang mengurus jalan dan tata airnya? Masih adakah otoritas negara yang mengelola kotanya? Ayo, begitu hujan turun, mari "kukuyaan" di Jl Dago, di Jl Merdeka, di Jl Asia Afrika, di Jl Peta, di Jl Kopo, Jl. Dr. Setiabudy, dll, semoga menjadi momentum untuk kembali menyadarkan pengelola kota untuk mengelola kotanya”

Yang dimaksud kukuyaan oleh T. Bachtiar adalah permainan di sungai Cikapundung menggunakan ban dalam bekas kendaraan roda empat dan dipopulerkan oleh komunitas Sungai Cikapundung Bersih bersama Walikota dan Wakil Walikota Bandung.

Sepuluh koma tiga milyar rupiah didapat pemerintah Kota Bandung dari (The Economic and Social Commission for Asia and the Pacific atau UNESCAP) dan Kementerian Pekerjaan Umum untuk menuju Sungai Cikapundung bersih tetapi dilain pihak, pemerintah kota Bandung enggan memperhatikan drainase perkotaan.

Tidak hanya drainase, jalan di tengah kotapun dibiarkan menganga. Khususnya jalan yang tidak terlihat pejabat pemerintah kota Bandung walau berada di sisi selatan Pasar Baru yang notabene terletak di tengah kota , dibanjiri wisatawan dari mancanegara dan yang terpenting penyumbang PAD cukup besar.

Warga kota memang sudah capek. Karena itu tepat apa yang dikatakan Pidi Baiq, dosen FSRD ITB dan juga pendiri Band The Panas Dalam “Daripada marah-marah tidak jelas, lebih baik menyalurkan kritikan dalam bentuk sindiran”. Pakar gambar inipun membuat plesetan logo kota Bandung yang disebarkan lewat akun twitternya untuk menyindir.

Sindiran menjadi pelepas  ketika amarah warga sudah dititik jenuh. Toh kritik pedas tak pernah digubris pihak yang berwenang. Seolah mengabaikan peristiwa 15 Desember 2011 silam ketika jalan Dr Junjunan yang merupakan teras depan kota Bandung menenggelamkan puluhan kendaraan roda empat dan kendaraan roda dua. Tidak ada perbaikan, tidak ada perubahan.

Apa yang sebetulnya terjadi? Bukankah pemerintah kota Bandung cukup mempunyai anggaran untuk membenahi kotanya?

"Kita melihat dokumen kerja terkait permasalahan banjir Pemkot Bandung belum fokus pada edukasi masyarakat. Pemerintah lebih berorientasi pada proyek pembangunan sarana prasarana tanpa melihat pemberdayaan dan upaya menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk tidak membuang sampah,"ucap Dadan Ramdan, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi)

Pembangunan fisik memang perlu tetapi tanpa kesadaran warga masyarakat maka semua agar berujung kesia-siaan. Warga masyarakat bukan tidak menyadari bahwa salah satu penyebab  banjir adalah sampah, tetapi toh tetap membuang sampah sembarangan atau bahkan ke aliran air selokan/sungai.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun