Mohon tunggu...
KOMENTAR
Nature

Pesta Rakyat Bantaran Sungai Cidurian

25 Desember 2011   11:56 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:46 693 1


"Ulah panitia" tersebut berkaitan dengan "Pesta Rakyat Bantaran Sungai Cidurian 2011" yang diadakan pada tanggal 24 Desember 2011 untuk mengawali perjalanan menuju Festival Seni Budaya dan Lingkungan Sungai Cidurian 2012. Sedangkan peresmian jembatan hanyalah simbolisasi dari awal perjalanan tersebut dan secara kebetulan fisik jembatan baru saja direnovasi.

Tidak semua orang pernah mendengar tentang Sungai Cidurian yang melintasi kota Bandung dan kabupaten Bandung. Umumnya orang hanya mengenal Sungai Cikapundung sebagai ikon kota Bandung. Padahal Sungai Cidurianpun mengalir di tengah kota Bandung. Bedanya debit air Sungai Cidurian tidak sederas Sungai Cikapundung sehingga bisa dibendung sementara sekedar untuk area memancing.

Persamaannya kedua sungai tersebut menjadi tempat sampah raksasa. Mungkin karena alternatif membuang sampah ke sungai sangatlah mudah, tinggal "plung", selesai! Tak peduli sampah tersebut akan nyangkut di tepian sungai atau akan terbawa aliran sungai menuju daerah yang lebih rendah dan menyebabkan penduduk daerah lebih rendah tersebut kebanjiran.

Daerah Bandung Selatan merupakan langganan banjir setiap tahunnya, khususnya di musim hujan. Bisa dibayangkan ketika hujan turun sepanjang tahun ini, daerah tersebut tidak pernah sepi dari banjir. Dan pemaknaan banjir bagi masyarakat Bandung Selatan adalah apabila air sudah mencapai ketinggian rumah, kurang lebih 3-4 meter. Sedangkan air sungai yang masuk rumah hanya hingga sebatas kaki, bukanlah banjir kata mereka karena : "Biasalah, daerah kami memang lebih rendah jadi biasa atuh kalau air masuk di waktu hujan". Begitu pasrahnya mereka!

Komunitas Engkang-engkang, suatu komunitas masyarakat yang tinggal di bantaran Sungai Cidurian, Kelurahan Cigadung Kecamatan Cibeunying Kaler Bandung menjadi pionir memerangi kebiasaan buruk tersebut. Mereka juga menyulap bantaran sungai yang semula gersang dan tempat parkir sampah menjadi area urban farming.

Setiap minggu anggota komunitas berkumpul untuk berkegiatan mengolah sampah seperti membuat media kotak takakura, membuat lubang resapan biopori, membuat kerajinan plastik dan kain. Khusus sebitan kain sisa mereka peroleh dari home industry yang banyak terdapat di kawasan tersebut.

Atas semua usaha melestarikan sungai dan mengelola sampah tersebut, mereka berhasil meraih juara 3 Bandung Green and Clean 2011. Suatu pencapaian yang luar biasa karena intensifitas kegiatan mereka baru dimulai pertengahan tahun ini.

Karena itulah mereka memerlukan target jangka panjang. Dan targetnya adalah menjadikan kawasan tempat tinggal mereka menjadi "Kampung Seni Budaya dan Lingkungan" , tempat siapapun bisa belajar berbagai macam seni tradisional dan berbagai macam metode pelestarian lingkungan. Tempat  memuliakan alam dengan berbagai caranya.

Peresmian Komunitas Engkang-engkang yang dikemas dalam "Pesta Rakyat Bantaran Sungai Cidurian" hanyalah bentuk proklamasi atas kehadiran dan kegiatan mereka. Serta permohonan dukungan dari berbagai pihak. Tak kurang Iwan Abdurachman (abah Iwan) yang tinggal tak jauh dari lokasi diundang untuk hadir. Juga kang Acil Bimbo yang tinggal di kelurahan sama dengan mereka serta Ridwan Kamil, Sang Petani Urban tinggal kurang lebih 1 km dari lokasi tersebut. Sayang tidak ada seorangpun yang dapat hadir, karena bentrok dengan acara lain. Demikian juga Bapak Solihin GP, mantan Gubernur Jabar yang terlalu capek karena berorasi lingkungan tidak dapat hadir.

Bahkan 3 petinggi kota Bandung (Walikota, Wakil Walikota serta Sekda Kota Bandung) tidak dapat datang karena bertepatan waktunya dengan festival Sungai Cikapundung. Nama Sungai Cikapundung tidak saja  lebih "bergema", masalahnyapun lebih kompleks  dibandingkan Sungai Cidurian yang namanya tidak nampak di google maps.

Apa relevansi kedatangan para tokoh seni, lingkungan dan pejabat dalam Pesta Rakyat Bantaran Sungai?  Karena tanpa kedatangan "orang penting", media mainstream enggan memberitakannya. Padahal media sangat berperan  untuk menyosialisasikan gerakan tersebut. Media mainstream juga sangat berperan dalam membantu akselerasi perubahan. Sehingga elemen-elemen masyarakat dari penjuru kota lainnya dapat datang untuk melengkapi.

Apa saja yang menarik pada acara ini selain Bapak Rekotomo yang harus nyemplung tadi? Banyak. Ada kesenian Karinding yang menyiapkan prosesi gunting pita. Grup Karinding Giri Sawargi Putra yang terdiri dari 30 anak-anak SD-SMP ini memainkan seluruh alat musik yang terbuat bambu. Yang menarik, anak-anak perempuan kecil tersebut melingkarkan selendangnya pada leher para tamu dewasa untuk bersama menari bak penari ronggeng. Sehingga acara menjadi cair dan menyenangkan.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun