Mohon tunggu...
KOMENTAR
Nature

Hendak Revitalisasi Pasar Tradisional ? Benahi Dulu Sampahnya !

22 Desember 2010   12:46 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:29 679 1

Benarkah konsumen lebih memilih berbelanja di pasar swalayan daripada pasar tradisional ? Jawabannya ternyata tidak. Ketika pertanyaan tersebut dilemparkan pada suatu seminar yang dihadiri kaum wanita golongan menengah keatas, mayoritas suara memilih pasar tradisional daripada pasar swalayan.

Mengapa ? Karena beberapa keunggulan pasar tradisional sebagai berikut :

-Murah

-Dapat ditawar

-Interaksi penjual – pembeli sangat intens

-Pembeli dapat membeli sesuai kemampuan

-Komoditi lengkap dan segar

-Letaknya strategis

-Dapat mengirit plastic

Sedangkan keunggulan pasar swalayan adalah sebagai berikut :

-Bersih

-Nyaman dan rapi

-Teratur

-Timbangan yang diyakini akurat

Kita dapat melihat bahwa jumlah keunggulan pasar tradisional lebih banyak daripada pasar swalayan dan uniknya keunggulan pasar swalayan dapat ditiru oleh pasar tradisional tapi tidak sebaliknya.

Pasar tradisional dapat berubah bersih, nyaman, teratur dan timbangannya diyakini valid serta akurat. Tetapi bisakah kita ngobrol akrab dengan penjual pasar swalayan? Juga bisakah kita menawar harga sayur bahkan minta tambahan ketika membeli sayuran/buah-buahan ?

Jelaslah kehangatan pasar tradisional tidak dapat ditiru pasar swalayan sedangkan stigma : bau, becek, kumuh, jorok dapat diubah dengan cara merevitalisasi pasar. Tidak sekedar bangunannya tetapi yang terpenting justru sistemnya. Sistem penarikan iuran hingga sistem pengelolaan sampah. Memang tidak mudah tetapi bisa, selama tidak ada yang dirugikan pembenahan dapat dilakukan. Beberapa langkah yang harus segera dilakukan :

1.Memindahkan container sampah dari teras depan pasar tradisional. Menyimpan container sampah di teras depan pasar tradisional adalah suatu kesalahan fatal.Tidak ada satu tokopun yang bersedia menerima gerobag sampah mangkal didepan terasnya.Na ini mentang-mentang statusnya pasar tradisional, PD Kebersihan seenaknya memarkir container sampah disitu karena merangkap TPS (Tempat Pembuangan Sampah sementara). Dan penduduk sekitarpun membuang sampah disitu.Toh gratis. Jadi jangan heran dengan fakta bahwa total sampah di depan pasar 50 %nya hasil buangan penduduk sekitar pasar.

2.Pembenahan Kios Pasar : Kios penghasil sampah organik misalnya : penjual daging, ikan, sayuran dan buah-buahan dikelompokkan menjadi satu berseberangan dengan kios penghasil sampah anorganik misalnya : penjual kertas, plastic, kelontong dan makanan kering seperti beras dan mie instan. Tujuannya untuk memudahkan pengangkutan sampah. Hampir 80 % sampah pasar adalah sampah organic, jadi apabila pemisahan sampah sudah dilakukan di hulu yaitu di kiosnya maka penanganannya kemudian akan lebih mudah.

3.Membentuk team pengolah sampah, dianjurkan personilnya adalah penduduk sekitar atau personil yang biasa wara-wiri di pasar dan siap mengolah sampah karena hasilnya menjanjikan.

4.Retribusi sampah dari setiap kios (sekitar Rp 2.000/hari) yang semula ditarik PD Kebersihan, ditarik oleh team pengolah sampah untuk honor mereka. Perhitungannya kurang lebih : 30 x 60 kios x Rp 2.000 = Rp 3.600.000 dibagi 5 orang, maka setiap anggota team sampah mendapat kurang lebih Rp 720.000 yang berarti diatas UMR (Upah Minimum Regional).

5.Membangun tempat pengolahan sampah, yang terbaik adalah di pekarangan sekolah (biasanya terletak di kanan atau kiri pasar), tujuannya untuk pendidikan lingkungan hidup, memberikan wacana bahwa pengolahan sampah tidak menjijikkan dan yang terpenting hasil pengolahan sampah bisa menghasilkan uang lho…..

6.Bagaimana dengan para preman pasar ? Ya biarlah mereka tetap eksis karena keberadaan mereka mungkin malah akan membantu kesuksesan pengolahan pasar yang bersifat bottom up. Tidak seperti revitalisasi sampah selama ini yang dilakukan pemerintah tanpa mendengar suara dari “dalam” pasar.

Target pembenahan pasar seperti yang diurai diatas memang untuk pasar berscala kecil atau sedang sebagai proyek percontohan. Apabila berhasil barulah direplikasi ke pasar lain yang lebih besar dan lebih besar lagi yang tentunya mempunyai lahan lebih luas sehingga pembangunan pengolahan sampah pun akan lebih leluasa dilaksanakan.

Seberapa jauh tingkat keberhasilannya ? Saya yakin akan lebih berhasil dibandingkan revitalisasi pasar yang selama ini dilakukan pemerintah dan berorientasi proyek.  Karena setelah direvitalisasi  harga sewa kios pasti melambung. Selain itu pihak pemerintah dalam hal ini pengelola pasar hanya mau uang sewanya tanpa berusaha memberikan pelayanan. Misalnya para PKL (Pedagang Kaki Lima) yang tiba-tiba menggelar dagangan di depan pasar, tidak mendapat teguran. Padahal  otomatis pembeli belanja di depan pasar, mereka enggan masuk karena pasar yang direvitalisasi biasanya bertingkat dan tidak nyaman lagi.

Dan yang paling menyebalkan tentunya sampah ! Penumpukan sampah pasar mengindikasikan semua personil di pasar sudah tidak peduli akan keberadaan sampah yang membuat pasar menjadi bau, becek dan kumuh. Bahkan penduduk di jaman Jahilliyah, pasarnya lebih baik daripada kondisi pasar sekarang. Hal itu disebabkan belum ditemukannya kantung plastic (kresek) yang menghalangi sampah terdegradasi sempurna ketika bersatu dengan tanah dan air.

Padahal 80 % sampah pasar adalah sampah organik yang bisa di olah menjadi berbagai kegunaan : kompos padat, kompos cair, media binatang seperti hamster dan kucing, pakan ternak seperti cacing, kelinci, ayam dan belut.

Jadi mengapa belum ada yang bergerak ? Mungkin karena umumnya masih berpikir, ya seperti itulah seharusnya pasar tradisional : kumuh, bau dan becek. Padahal banyak pasar yang cukup bersih dan nyaman, contohnya Pasar Gede , Surakarta yang pernah terbakar dan kemudian direvitalisasi. Walaupun mutu bangunan sekarang tidak sekokoh aslinya, tapi suasana nyaman berbelanja disajikan disana. Bahkan kita bisa minum wedang dawet yang termashur itu tanpa merasa jijik.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun