Dengan adanya aturan, masih banyak juga pelaku periklanan yang melanggar EPI. Seperti, mencontohkan, menggunakan Bahasa superlative, mengandung kekerasan bahkan mengekploitasi rasa ketakutan. Masyarakat yang tidak mengetahui mengenai EPI dan multafsirnya suatu iklan dapat menjadi faktor penyebab pelanggaran EPI. Ada juga beberapa pelanggaran yang dilakukan dengan sengaja karena memang pengiklan dan klien tersebut tidak peduli dengan aturan yang sudah ada.
Etika periklanan di Indonesia sudah ada sejak 1981, dimana etika teresebut sudah diamandemen empat kali, dan hasil amandemen terakhir baru disahkan pada 20 Februari 2020. Etika ini yang mengatur bagaimana pedoman para pelaku industri dalam memberdayakan iklan untuk berbisnis dan berusaha.