Mohon tunggu...
KOMENTAR
Analisis

Konflik Pembangunan Waduk Lambo dan Hak Masyarakat Adat

21 Desember 2024   14:11 Diperbarui: 21 Desember 2024   14:29 14 0
Konflik sosial dalam masyarakat kerap menjadi tantangan besar dalam proses pembangunan, terutama ketika melibatkan tanah ulayat dan hak masyarakat adat. Salah satu contoh nyata dari permasalahan ini adalah pembangunan Waduk Lambo di Kabupaten Nagekeo, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Konflik pembangunan Waduk Lambo di Kabupaten Nagekeo, Provinsi Nusa Tenggara Timur, mencerminkan kompleksitas yang sering terjadi dalam upaya pembangunan yang melibatkan masyarakat adat dan tanah ulayat. Proyek strategis nasional ini bertujuan untuk mengatasi permasalahan kekeringan di wilayah tersebut dan mendukung peningkatan kualitas hidup masyarakat melalui penyediaan air bersih dan infrastruktur pertanian. Namun, proses pembangunan waduk ini menghadapi penolakan keras dari masyarakat adat yang merasa hak atas tanah ulayat mereka diabaikan. Tanah yang digunakan untuk pembangunan waduk adalah tanah ulayat milik masyarakat adat yang memiliki nilai sejarah, budaya, dan ekonomi tinggi. Konflik ini diperparah oleh beberapa faktor utama, seperti kurangnya transparansi dalam proses pengadaan tanah, ketidakpastian luas lahan yang terus berubah, dan lambatnya realisasi ganti rugi yang dijanjikan pemerintah kepada masyarakat terdampak. Selain itu, terdapat anggapan bahwa pihak ketiga yang tidak berkepentingan mencoba mengambil keuntungan dari konflik ini, menambah kerumitan dalam upaya resolusi. Bagi masyarakat adat, tanah ulayat bukan hanya aset ekonomi tetapi juga bagian integral dari identitas dan kehidupan sosial-budaya mereka, sehingga mereka merasa kehilangan tidak hanya secara materiil tetapi juga secara spiritual.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun