Mohon tunggu...
KOMENTAR
Fiksiana

Telusuri Jejak Ramayana di Lombok (Bagian 6)

14 Mei 2015   19:25 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:03 32 0
Namun, Putri Faradila tidak berani memandang langsung pada laki-laki pendatang itu, karena khawatir penyamarannya diketahui.

Sementara Kacek kembali duduk di dekat Putri Faradila. "Dil, nasinya masih lama. Kita tunggu saja sampai matang," ujarnya.

"Oh ya, semeton mau makan juga?" tanya Kacek pada laki-laki yang duduk di depannya.

"Iya. Lumayan lapar juga setelah capek dari perjalanan jauh," jawabnya pendek.

"Harus sabar dulu, nasinya sedang dimasak," ujar Kacek menjelaskan.

Saat Kacek berbicara dengan laki-laki asing itu, Faradila melihat laki-laki yang duduk di depannya cukup tampan dan sepertinya bukan berasal dari kalangan orang biasa. Dia penasaran dengan laki-laki yang kulitnya terlihat agak putih-putih itu.

Kondisi serupa juga dialami laki-laki asing itu. Dia curiga dengan laki-laki yang duduk di depannya. Dia tak seperti laki-laki. Di dadanya tidak rata seperti kebanyakan laki-laki lainnya. Malahan, kelihatan seperti payudara perempuan yang sengaja disembunyikan.

Selain itu, tangan laki-laki itu putih dan terlihat lembut seperti tangan wanita. Tapi laki-laki asing itu pura-pura tidak tahu. "Oh ya, nama saya Dabok," ujarnya mengenalkan namanya.

"Saya Fadil," jawab Putri Faradila juga memakai nama samaran.

"Niki pesanannya, batur-batur (teman-teman). Silakan dimakan," ujar pelayan warung sambil meletakkan makanan yang dipesan.

Makanan ditaruh di atas piring yang terbuat dari kayu kapuk dan dilapisi daun pohon pisang. Tiga minuman tuak manis yang ditaruh di gelas yang terbuat dari bambu tutul.

Pesanan makanan dilakukan terpisah. Yakni untuk Putri Faradila, Kacek dan Dabok. Mereka kemudian memakan makanan yang dihidangkan dengan lahap tanpa mempedulikan identitas masing-masing.

Namun, Dabok berusaha mencuri pandang pada laki-laki yang makan di depannya. Tanpa disadari Putri Faradila pun melakukan hal sama, sehingga mereka bertatapan muka secara langsung. Menyadari hal itu, Putri Faradila langsung menunduk dan meneruskan makannya.

Seolah-olah tak ada masalah, Dabok bertanya pada Putri Faradila dan Kacek soal tujuan keduanya. "Oh ya, kalian mau kemana?"

"Kami hanya sekadar mampir makan. Tidak mau kemana-mana?" jawab Kacek.

"Saya pikir kalian mau ke ibukota kerajaan di Sari Gangga. Soalnya di sana lagi ada acara adat di Mata Air Sari Gangga," ujar Dabok.

"Emang ada acara adat apa di sana?" tanya Putri Faradila penasaran.

"Biasa ada acara ritual. Gusti Prabu Brandana mempersilahkan pada semua orang untuk mengambil air suci itu sebagai tanda syukur panen telah berhasil," terang Dabok..

"Cukup bagus juga," celetuk Kacek. "Kalau boleh, kami ikut semeton ke sana. Apa boleh?" tanyanya lagi.

"O boleh saja," jawab Dabok. "Malahan raja kami tidak mempermasalahkan siapapun datang ke sana. Meskipun dia orang Kerajaan Mantang," tambahnya.

"Oh ya, kapan acaranya?"tanya Kacek lagi.

"Acaranya sih besok," jawabnya. "Tapi kalau kita ke sana sekarang pakai kuda, nanti tengah malam kita bisa nyampai. Tapi kalau jalan kaki, besok atau tengah malamnya kita sampai," tambahnya.

"Kami punya kuda," jawab Putri Faradila singkat. "Kesempatan buat saya melihat seperti apa Kerajaan Sari Gangga," ujarnya dalam hati.

"Baiklah," ujar Dabok. "Selesaikan makan kalian dulu, kita langsung berangkat," tambahnya.

Mereka kemudian menyelesaikan makannya. Putri Faradila, Kacek dan Dabok pun menuju tempat kudanya ditambat setelah sebelumnya membayar makanan di pemilik warung. (Bersambung)

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun