Suatu siang saat jam istirahat kelas, seorang gadis kecil siswa kelas 4 SD dikerumuni teman-temannya dan ditanyai oleh seorang bapak guru : "Nia, kamu kalau hari minggu pergi ke gereja? Ke gereja mana kamu?" Tanya guru agama islam itu pada Nia, seorang murid yang beragama kristen di kelas itu, bahkan satu-satunya murid beragama kristen di sekolah itu.
Nia yang baru berumur 9 tahun itu dengan sedikit ragu dan malu menjawab,"Saya tidak pernah ke gereja, Pak. Karena tidak ada gereja di sini, dan kalau ada jauh sekali tempatnya dari rumah saya. Harus ke daerah S dulu, Pak.
"Kemudian bapak guru itu kembali bertanya,"Lalu kamu Kristen tapi tidak pernah ke gereja untuk apa? Bukankah lebih baik kamu ikut mbah kamu pergi ke langgar dan belajar sholat?" Nia kecil sempat diam lalu dengan berani menjawab,"Saya orang kristen dan sudah dibabtis, jadi saya tidak boleh sholat,Pak." Sebenarnya Nia gemetar namun tetap menjawab pula dengan bahasa lugunya.
Keluarga Nia tinggal bersama orangtua ayahnya yang beragama muslim. Dan jarak dari rumah ke gereja terdekat sekitar 1,5 jam perjalanan, dan harus berganti dua kali angkot. Mungkin karena alasan jarak itulah, orangtua Nia tidak pernah mengajaknya ke sekolah minggu. Tetapi setiap malam mereka berdoa bersama dan membaca kitab suci.
Layanan firman hanya didengar dari radio lokal "Bahtera Suara Yudha" yang menyiarkan kotbah dan lagu-lagu pujian. Begitulah keluarga Nia menghidupi iman mereka di tengah daerah mayoritas. Bahkan ketika harus mengurus surat kependudukan, petugas heran ternyata ada warganya yang berbeda agama. Bisa jadi keluarga Nia adalah satu-satunya keluarga nasrani di Kecamatan itu.