Kemarin, 17 April 2013 Margaret Thatcher dimakamkan.
Saat Thatcher mulai berkuasa di Inggris Raya tahun 1979 saya baru lahir, bahkan sampai ia “dipaksa” meletakkan jabatannya tahun 1990 saya baru berumur 10 tahun yang tak banyak mengenal politik dan berita global. Berita dunia yang saya ingat pasca-90-an ketika itu adalah invasi Irak ke Kuwait dan kisah perang teluk yang tak banyak saya pahami.
Jadi, saya mengenal sosok Thatcer dari pelajaran sejarah, buku, biografi, maupun sejumlah artikel yang banyak mengungkap kisah hidupnya. Perjalanan hidupnya memang sangat menarik dan mampu menginspirasi bagi yang membacanya. Bahkan lahir aliran Thatcherismeyang merupakan wujud filosofi politiknya.
Boleh jadi, membaca perjalanan hidup Thatcer bagi mereka yang sezaman dengannya seperti bernostalgia ke era 80-an yang ditandai keruntuhan Komunisme Uni Soviet dan kemenangan Demokrasi Barat. Singkatnya Thatcher memang memiliki jasa besar menekan Uni Soviet menerima demokrasi dan mengakhiri perang dingin antara Barat dan Soviet. Tak mengherankan Thatcher menjadi “ikon” pemimpin di era 80-an yang dikenal gigih dan pantang menyerah, tak salah jika Soviet menjulukinya Iron Lady (Wanita Besi) karena sikap kerasnya.
Jika ditelisik Thatcher yang lahir di Grantham, Lincolnshire, Inggris, 13 Oktober1925 silam ternyata awalnya adalah seorang ahli kimia yang lantas banting setir menjadi politikus. Setelah jatuh bangun meniti karir akhirnya tahun 1979 Thatcher menduduki puncak sebagai Perdana Menteri pertama wanita di Inggris dan berkuasa selama hampir satu dekade dan merupakan waktu terlama memimpin.
Bagi saya, hal yang paling menarik dari seorang Thatcher bukanlah sketsa-sketsa keberhasilannya yang mudah kita baca di Wikipedia atau sumber lain, melainkan menangkap sisi manusiawi dari seorang wanita yang dikenal ambisiuas dan angkuh ini.
Sisi manusiawi inilah yang disuguhkan oleh sutradara Phyllida Lloyddalam film biopik tentang Thatcher berjudul Iron Lady yang rilis tahun ini dan mempersembahkan Aktris Terbaik Golden Globe Award 2012 untuk Meryl Streep yang secara jenius memerankan Thatcher tua.
Film yang skenarionya ditulis Abi Morgan itu dibuka dengan Thatcher renta yang berbelanja susu di sebuah supermarket dan tak satupun orang yang mengenalnya. Lalu disusul percakapan imajiner di rumah dengan suaminya yang telah lama meninggal.
Tampak, kisah Thatcer tua masih relevan dengan sekarang. Bagaimana pun seseorang tak mampu melawan usia yang semakin redup. Di masa tuanya Thatcher tak jauh beda dengan manusia renta pada umumnya yang merasakan kesepian, kesendirian, rindu dengan kekasih, dan butuh teman bicara.