Seperti halnya yang terjadi dalam kasus perampasan hak atas tanah rakyat yang diduga dilakukan oleh PTPN VII di Sumatra Selatan dan menjadikan Direktur WAHANA LINGKUNGAN HIDUP INDONESIA Sumatra Selatan Anwar Sadat dan Stafnya Dedek Chaniago dijadikan tersangka oleh aparat kepolisian Sumatera Selatan (Polda) setempat.
Perlakuan yang tidak manusiawi terhadap Direktur WALHI Sumsel Anwar Sadat dan stafnya Dedek Chaniago jelas-jelas telah mendiskreditkan dan mengkriminalisasi hak-hak pejuang lingkungan di bumi pertiwi ini padahal jelas-jelas dikatakan dalam Undang-undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup No.32 Tahun 2009 pasal 66 berbunyi “Setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun perdata”.
Dalam sidang perdana di Pengadilan Negeri Palembang Sumatera Selatan tanggal 4/03/2013 terlihat jelas perlakuan diskriminasi yang dilakukan aparat penegak hukum di negeri ini terhadap Direktur WALHI Sumsel Anwar Sadat dan stafnya Dedek Chaniago dengan penggundulan rambut dan memakai seragam tahanan yang lengkap dengan nomor tahanan bagaikan seorang penjahat (criminal) padahal baik Anwar Sadat dan Dedek Chaniago bukanlah penjahat melainkan pejuang lingkungan yang diakui keberadaannya oleh pemerintah Indonesia yakni Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) yang berdiri pada tahun 1980 di bumi pertiwi ini.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) yang berbasis di Jakarta memegang mandat yang diturunkan kurang lebih 150 LSM. Tujuan pembentukan WALHI adalah untuk mengkonsolidasikan usaha-usaha konservasi sumber daya alam menumbuhkan kesadaran masyarakat, dan meningkatkan gerakan lingkungan di Indonesia.
Sejak berdirinya, Walhi memperkuat pertumbuhan ratusan lembaga swadaya masyarakat di seluruh Indonesia, serta meningkatkan pengembangan program untuk memperkuat dan mengembangkan kemampuan organisasi-organisasi yang berwawasan lingkungan.
Sungguh ironis apa yang dialami Direktur WALHI Sumsel Anwar Sadat dan stafnya Dedek Chaniago kental dengan rekayasa yang dilakukan penegak Hukum baik Pengadilan maupun Kepolisian di negeri ini padahal bukti pelanggaran yang dilakukan belum tentu benar.
Lain halnya dengan para koruptor dan pelaku pelanggar HAM yang jelas-jelas merugikan Negara dan bahkan menyengsarakan rakyat diperlakukan bagaikan seorang terhormat didepan hukum. Padahal dalam undang-undang dasar tahun 1945 pasal 28D ayat (1) mengatakan bahwa“setiap orang berhak atas pengakuan,jaminan,perlindungan,dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama didepan hukum.
Dalam pasal 28i UUD 45 berbunyi :
- Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.
- Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.
- Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggungjawab negara, terutama pemerintah.
Dalam Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia pasal 11 berbunyi :
- Setiap orang yang dituntut karena disangka melakukan suatu tindak pidana dianggap tidak bersalah, sampai dibuktikan kesalahannya menurut hukum dalam suatu pengadilan yang terbuka, di mana dia memperoleh semua jaminan yang perlukan untuk pembelaannya.
- Tidak seorang pun boleh dipersalahkan melakukan tindak pidana karena perbuatan atau kelalaian yang tidak merupakan suatu tindak pidana menurut undang-undang nasional atau internasional, ketika perbuatan tersebut dilakukan. Juga tidak diperkenankan menjatuhkan hukuman yang lebih berat daripada hukum yang seharusnya dikenakan ketika pelanggaran pidana itu dilakukan.